Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday 12 October 2021

KRITISISME PERSPEKTIF IMMANUEL KANT

Sumber gambar: iphincow.com

Ditulis Hamidulloh Ibda

Sebagai seorang filsuf, Immanuel Kant memiliki andil besar dalam mendamaikan kubu rasionalis dan empiris. Selain itu, salah satu pemikirannya yang penulis kaji dalam artikel ini adalah tentang kritisisme.  Dalam bukunya Critique of Pure Reason, Kant mempertanyakan bagaimana semestinya cara mengetahui yang benar itu? Bagaimana merintis jalan tengah antara rasionalisme dan empirisisme? Oleh karena itu, kita perlu mengkaji kritisisme menurut Kant yang sudah ditulis banyak akademisi dan pengkaji filsafat di berbagai jurnal ilmiah.

Dari telaah literatur yang penulis baca, kritisisme berasal dari kata kritika yang merupakan kata kerja dari krinein yang artinya memeriksa dengan teliti menguji, dan membedakan. Kritisisme merupakan suatu pengetahuan yang memeriksa dengan teliti, apakah suatu pengetahuan yang didapat sesuai dengan realitas kehidupan atau tidak. Kritisisme juga dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menyelidiki batasan-batasan kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.

Pola pikir kritisme mungkin bisa kita terapkan dan kita pelajari guna menjalani Kehidupan bersosial yang baik di era sekarang. Pasalnya, krititisme bisa kita jadikan pegangan untuk memfilter berita-berita hoax yang ada. Kritisme ini tak terlepas dari pemikiran rasionalisme dan pemikiran empirisme, yang mana rasionalisme adalah filsafat yang berangapan bahwa kebenaran itu haruslah dibuktikan hal itu berlawanan dengan emperialisme yang berangapan bahwa fakta bisa didapat melalui pengalaman akan tetapi hal itu sangat berbeda dengan pola berpikir kritisme yang mana kritisme sendiri berlawanan dengan keduanya yang mana ada batasan tersendiri untuk mengetahui kebenaran itu.

Pelopor filsafat kritisisme ialah Immanuel Kant. Sebagai sebuah hasil pemikiran, tentunya kritisisme memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan hasil pemikiran yang lain diantaranya ialah menganggap bahwa objek pengenalan berpusat pada subjek, Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia dalam mengetahui realita atau hakikat sesuatu karena sebenarnya rasio hanya mampu menjangkau gejala atau fenomenanya saja, kemudian menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas segala sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur apesteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

Kritisisme perspektif Kant dimulai dengan menaruh kesangsian atas pemikiran kaum rasionalis yang begitu saja menerima pengetahuan-pengetahuan apriori. Akan tetapi, dalam konteks ini Kant masih berusaha untuk menyelidiki bagaimana hal-hal apriori sebagai ilmu pengetahuan itu mungkin? Hingga akhirnya Kant menunculkan putusan sintesis apriori sebagai salah satu moda pengetahuan dan berhasil menyudahi keterbelahan paham antara kelompok rasionalis dan empirisis. Studi filsafat khususnya pendidikan dasar harusnya beranjak dari dikotomi dogmatis dan empiris, lalu mengadopsi sintesis rasionalisme dan empirisisme. Sebagaimana peringatkan oleh Kant baik pemikiran apriori maupun aposteriori jika berdiri sendiri, masing-masing mempunyai kelemahan sendiri-sendiri. Begitupun dengan studi pendidikan dasar, model dokmatis dan model empiris jika berdiri sendiri, maka masing-masing akan berujung pada pemahaman yang reduktif.

Dalam konteks filsafat, kritisisme perspektif Kant merupakan penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yaitu Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Empirisme yang dipelopori oleh David Hume. Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substansial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan tolak ukur yang paling utama, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi tidak riil, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran. Sedangkan ciri-ciri dari kritisisme Immanuel Kant yaitu menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek, bukan pada objek, menegaskan keterbatasan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, dan rasio hanyalah mampu  menjangkau gejala atau fenomena suatu keadaan saja


Penyatuan Rasionalisme dan Empirisme

Kritisisme perspektif Kant berusaha menyatukan rasionalisme dan empirisisme dalam semacam fenomenalisme baru atau fenomenalisme jenis unggul. Menurut Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui apriori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman atau penginderaan dan kemudian membangun ilmuilmu matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas. Melalui perasaan manusia menempatkan realitas dalam hubungannya dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta memahami semuanya secara inheren sebagai yang memiliki tendensi kepada kesatuan.

Dalam kontesk penyatuan rasionalisme dan empirisme, ide yang sangat tidak memuaskan yang ditawarkan empirisme maupun jalan keluar yang disodorkan Hume sungguh-sungguh memaksa Kant untuk memikirkan cara terbaik memahami realitas. Kant tertantang untuk menemukan unsur objektif dan nilai etis dari pengetahuan kita [dua pertanyaan penting yang dijawab Kant adalah (1) what can I know? yang berhubungan dengan teori pengetahuan dan (2) what should I do? yang berhubungan dengan masalah etika. Dalam usahanya menawarkan sebuah solusi yang konklusif, Kant menulis karya Critique of Pure Reason. Demikianlah, seluruh karya Immanuel Kant dapat sebut sebagai usaha serius menguji secara saksama rasionalisme dan empirisme, tentu bukan untuk memberangus sama sekali keduanya, tetapi untuk menemukan kelemahan-kelemahan mereka seraya tetap mempertahankan hal-hal esensial dari keduanya.

Kant mengajarkan bahwa ada jenis putusan lain yang disebut putusan sintetis apriori. Menurut Kant, jenis putusan ini akan mengarah kepada pengetahuan ilmiah yang benar. Jenis putusan ini disebut sintetis karena memiliki karakter universalitas dan memenuhi criteria keniscayaan (necessity) tanpa menjadi tautologis. Selain itu, jenis putusan ini pun memiliki fekunditas putusan aposteriori tanpa dibatasi pada pengada tertentu yang ada di dunia empiris. Syarat pembentukan setiap putusan sintetis apriori adalah perlunya putusan memiliki forma (form) dan materi (matter). (1) Forma diberikan oleh intelek, independen dari semua pengalaman, apriori, dan menandakan fungsi, cara dan hukum mengetahui dan bertindak yang eksistensinya mendahului seluruh pengalaman. (2) Materi tidak lain adalah sensasi subjektif yang kita terima dari dunia luar.

Melalui kedua unsur inilah manfaat dari rasionalisme dan empirisme dipersatukan dalam putusan yang sama: forma mewakili unsur universal dan niscaya, sedangkan materi mewakili data empiris. Putusan yang dihasilkan (sintetis apriori) adalah universal dan niscaya karena forma, dan absah bagi dunia empiris karena materi. Perlu dicatat bahwa kedua elemen ini harus ada dalam setiap pembentukan putusan sintetis apriori: forma tanpa materi adalah hampa; materi tanpa bentuk adalah buta.

Maka sudah jelas, pengetahuan diperoleh melalui putusan apriorinya Kant adalah jenis pengetahuan yang memiliki hanya nilai fenomenal. Jenis pengetahuan ini tidak memberikan pemahaman yang valid mengenai objek in se atau sebagaimana merekaa eksis di alam (noumena), tetapi hanya sejauh mereka dipikirkan oleh subjek. Ego berpikir Kant tidak mengasimilasi objek, sebagaimana dipertahankan filsafat tradisional, tetapi konstruksinya. Kenyataannya, baik materi dan bentuk (sensasi) adalah elemen subjektif dan tidak memperlihatkan kenyataan; bahkan tetap terpisah dan berbeda dari subjek.

Dengan kritisisme, Imanuel Kant mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.

Pemikiran kritisisme Kant ini merupakan suatu yang kontra dari kedua pemikiran tersebut tetapi juga tak terlepas dari pemikiran itu. Menurut Kant manusia adalah subjek yang menciptakan kehidupanya sendiri mulai daripengalaman, jiwa kemudian perasaan serta memahami semua secara inheren dengan satu kesatuan. Dari pemikiran Kritisisme ini bisa kita gunakan dalam kehidupan saat ini yang mana manusia di era sekarang tidak bisa jauh dari teknologi khususnya dalam pendidikan dasar.


  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

1 komentar:

Item Reviewed: KRITISISME PERSPEKTIF IMMANUEL KANT Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda