Temanggung, Hamidullohibda.com – Konsep pendidikan di madrasah memasuki babak baru dengan hadirnya Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Diklat online yang diselenggarakan gurumengajar.id pada 1–2 Oktober 2025 menghadirkan Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., dosen PGMI INISNU Temanggung, serta Syabarruddin, M.Pd., guru madrasah berprestasi tingkat nasional, untuk mendalami pendekatan ini yang dimoderatori oleh Siti Mardiati Yuni Eka Wulandari, M.Pd.
Kurikulum Berbasis Cinta lahir dari kebutuhan akan sistem pendidikan
yang tidak hanya menekankan aspek kognitif, tetapi juga mengintegrasikan
dimensi emosional, sosial, dan spiritual. Menurut Dr. Hamidulloh Ibda, KBC
berlandaskan regulasi Kementerian Agama RI dan masih dalam tahap sosialisasi,
namun digadang mampu menjawab tantangan krisis moral dan defisit cinta di era
modern.
“Cinta tidak cukup dijelaskan, tetapi harus dirasakan dan dihidupkan
dalam pengalaman belajar,” tegas Ibda, mengutip pandangan Master Training TOF
KBC, Ustaz Irfan Amali. Oleh karena itu, KBC menempatkan cinta sebagai prinsip
dasar dalam kurikulum, mulai dari cinta kepada Allah, ilmu, lingkungan, diri
sendiri, hingga sesama manusia.
Kurikulum ini dibangun atas sejumlah fondasi penting: UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Keputusan Dirjen Pendidikan Islam
Nomor 6077 Tahun 2025, serta berbagai surat edaran Dirjen Pendidikan Islam
terkait implementasi KBC. Tujuan akhirnya adalah melahirkan insan humanis,
nasionalis, naturalis, dan toleran, dengan madrasah sebagai pusat pembelajaran
ramah anak, ramah lingkungan, dan mendukung kesejahteraan mental serta
spiritual peserta didik.
Materi KBC merangkum beragam perspektif cinta, mulai dari filsafat
klasik Plato dan Aristoteles, teori psikologi Robert Sternberg, hingga
pandangan sufistik Syekh Nawawi al-Bantani yang membedakan cinta sejati dari
hawa nafsu. Konsep ini juga diperkuat teori pendidikan humanistik Carl Rogers,
teori belajar sosial Albert Bandura, serta teori kecerdasan emosional Daniel
Goleman.
Kurikulum ini menekankan metode pembelajaran berbasis pengalaman,
pembelajaran mendalam (deep learning), komunikasi terbuka, dan evaluasi
berbasis proses. Penerapan KBC dituangkan dalam program intrakurikuler,
kokurikuler, ekstrakurikuler, hingga pembiasaan budaya madrasah. Misalnya,
murid dilatih hemat air melalui praktik wudu ala Rasulullah, refleksi cinta
lingkungan lewat outing ke alam, hingga latihan hadrah yang menanamkan nilai
syukur, tawakal, dan cinta sesama.
Dalam konteks nasional, KBC diproyeksikan sebagai bagian dari upaya
menyongsong Indonesia Emas 2045. Implementasinya dirancang bertahap: mulai dari
penyusunan, pilot project, sosialisasi, hingga pelaksanaan penuh pada tahun
ajaran 2025/2026 dan seterusnya. “Kurikulum ini bukan hanya konsep, melainkan
kerangka transformatif untuk melahirkan generasi penuh kasih dan peduli,” ujar
Ibda.
Diklat ini memberi gambaran bahwa pendidikan masa depan di madrasah
tidak lagi sekadar soal transfer ilmu, melainkan penanaman nilai universal
cinta sebagai bekal membangun peradaban bangsa.
.jpeg)

0 komentar:
Post a Comment