Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Monday 6 June 2016

Menghidupkan Budaya Penelitian

Oleh Hamidulloh Ibda
Tulisan ini dimuat di SUARA KARYA, 28 Januari 2016.



Dewasa ini, budaya penelitian mulai punah. Padahal, tanpa kegiatan penelitian, perguruan tinggi (PT) tak lebih dari sekolah biasa. Bahkan, yang terjadi saat ini justru pragmatisme kaum intelektual. Semua diukur dengan ‘recehan’ tanpa melihat hakikat, idealisme, manfaat, dan tujuan penelitian.



Diakui atau tidak, penelitian PT tak berjalan jika tak ada uang. Ini perlu dibenahi warga kampus, baik mahasiswa maupun dosen. Pasalnya, jika budaya penelitian mati, maka sama saja warga kampus ”menggali kuburannya sendiri” karena tanpa penelitian, ilmu menjadi tumpul dan eksistensi kampus mati.

Selama ini, penelitian bagi kaum akademik hanya bersifat rutinitas. Bagi mahasiswa S1 (strata-1), mereka meneliti hanya saat menyelesaikan skripsi, begitu pula mahasiswa S2 dan S3. Hampir semua penelitian yang mereka lakukan hanya untuk melengkapi syarat administratif dari kampus.

Apalagi, saat ini kampus-kampus di negeri ini jarang dan bahkan tak pernah menggelar lomba penelitian ilmiah yang bertujuan memajukan kampus. Jika demikian, penulis yakin budaya penelitian pasti ‘mati’. Itu pasti. Padahal, penelitian merupakan ‘jantung kampus’ dan salah satu unsur Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Saat ini, penelitian juga telah dijadikan proyek bagi dosen-dosen tertentu. Mereka hanya mengejar keuntungan pribadi, tanpa bertujuan membesarkan kampusnya. Inilah salah satu dosa besar kaum intelektual, karena hanya mengejar recehan dari penelitian. Padahal, seharusnya kampus menjadi contoh dan mempelopori budaya penelitian. Namun, faktanya tak demikian, bahkan yang sering menggelar lomba penelitian justru lembaga/perusahaan non akademik. Misalnya, perusahaan Djarum, Kemenag, Bank Indonesia, media massa, dan sebagainya.

Hakikat Penelitian

Penelitian merupakan unsur Tri Dharma Perguruan Tinggi. Melakukan kegiatan penelitian dan memperlihatkan hasilnya kepada publik merupakan bentuk pengabdian PT kepada masyarakat. Untuk memenuhi hakikatnya sebagai institusi pendidikan tinggi, kampus harus sering melakukan penelitian.

Perlu diketahui, belum bisa dikatakan sebagai PT tanpa melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Tanpa penelitian, kampus tak lebih dari sekadar sekolah, karena penelitian merupakan jantung PT.

Karena itu, sikap akademisi harus optimal agar budaya penelitian diperkuat. Sangat disayangkan, karena saat ini banyak penelitian dilakukan tergesa-gesa, mentah, mengejar recehan, dan ada hasil penelitian menjadi mengerikan, karena cara penyampaiannya ditulis dengan cara ‘menyesatkan’.

Potensi penelitian Indonesia sangat besar, tapi sikap kaum intelektual untuk meneliti dan menulis sangat minim. Karena itu, budaya penelitian harus dihidupkan. Yang terpenting, jangan membuat tulisan penelitian yang menyesatkan masyarakat, karena hal itu justru akan membawa bencana.

Minimnya pendidikan riset dan kesadaran meneliti, menjadi penyebab matinya budaya penelitian. Wajar jika banyak akademisi belum bersikap mengoptimalkan kemampuan kompetensinya dalam meneliti. Permasalahan dasarnya sangat sederhana, yaitu soal kualitas sumber daya manusia (SDM), kemauan, dan dana penelitian.

Seharusnya, penelitian di kampus tak perlu mengejar recehan. Namun, penelitian harus mengutamakan manfaat dan tujuan mengabdi untuk rakyat. Jika masih mengejar uang, lalu kapan budaya penelitian akan hidup dan bermanfaat? Memang benar, ”logika tanpa logistik tak jalan.” Namun, hal itu seharusnya tidak diberlakukan pada penelitian, karena tak semua penelitian membutuhkan dana.

Maka, penelitian harus dibangun mulai dari pola pikir sampai dengan budaya yang melekat di dunia pendidikan. Tanpa itu, penelitian seperti hit and run yang tak menghasilkan produk nyata. Jika budaya riset ingin abadi, seseorang yang mau meneliti harus mempunyai rasa ”kepenasaran intelektual,” ini yang harus dibangun.

Selain itu, kampus juga perlu meningkatkan mata kuliah metodologi penelitian. Pasalnya, mata kuliah itu hanya didapat satu hingga dua kali saja selama mahasiswa menempuh masa kuliah S1. Sebab itu, kampus harus menambah jam kuliah metodologi penelitian dan langsung mempraktikkannya di lapangan.

Budaya meneliti sejak dini harus didentumkan. Kampus harus mendorong seluruh ‘warga’nya untuk meneliti di berbagai bidang ilmu sesuai minat dan bakatnya. Tak kalah penting, penelitian harus mengutamakan hasilnya yang bermanfaat, khususnya bidang sains dasar, terapan dan IPS atau humaniora.

Sains dasar meliputi matematika, fisika, kimia, biologi. Sains terapan meliputi informatika, pertanian, kesehatan, bioteknologi pangan, dan lingkungan hidup. Untuk IPS atau humaniora meliputi bahasa dan sastra Indonesia, sejarah, ekonomi, sosiologi, antropologi, arkeologi, dan psikologi dan pendidikan.

Kampus juga harus mempertegas regulasi penelitian. Tujuannya agar warga kampus mengimplementasikan peraturan PT yang mewajibkan warganya untuk menghasilkan produk dari penelitian setiap tahunnya. Dengan demikian, budaya riset akan hidup kembali dan membawa dampak positif bagi kampus dan masyarakat. ***

Penulis adalah senior Centre for Democracy and Islamic Studies (CDIS) Semarang, Juara I Penelitian Ilmiah di Nusantara Centre Jakarta 2013..
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

1 komentar:

  1. Menghidupkan Budaya Penelitian
    http://histudycentre.blogspot.com/2016/06/menghidupkan-budaya-penelitian.html

    ReplyDelete

Item Reviewed: Menghidupkan Budaya Penelitian Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda