Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Sunday 17 February 2013

Mencari Nafkah dari Jual Kopi di Kota Tua









Jakarta-Puluhan. Bahkan ratusan orang mencari nafkah di Kota Tua, Jakarta. Mulai dari menjual baju, asesoris, makanan, minuman, oleh-oleh jajan, menyewa baju, sepeda, pertunjukan kuda lumping, band, mengamen, dan lain sebagainya. Akan tetapi, aktivitas di Kota Tua, Jakarta yang sesak, tak meredupkan semangat para pencari nafkah di sana.

Bangun pagi. Jualan kopi. Mangkal. Berkeliaran di tempat strategis untuk menjual kopi dan beberapa rokok, tisu, dan makanan kecil lainnya. Inilah yang dilakukan Suparmin (43), salah seorang penjual asongan asal Brebes, Jawa Tengah.
Bersama koleganya, Agus Santoso (38), penjual asal Brebes ini selalu menjual kopi setiap hari mulai jam lima pagi hingga pukul 24.00 WIB, bahkan bisa sampai lembur pagi. Suparmin harus bersaing dan bergerak cepat, agar tidak ketinggalan, kalah saing dari penjual asongan lainnya.
“Ya, begini Mas, harus siap capek dan lemas. Karena kalau tidak jualan, istri dan anak kami makan apa?” Maka saya juga harus banting tulang untuk hidup di Jakarta”, ujar Parmin saat saya wawancarai.
Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka).
Di balik gemerlap kota, lokasi Kota Tua ini penuh dengan “gembel” dan tempat kumuh. Itu terlihat jelas saat saya datang ke lokasi Kota Tua pada Sabtu, (16/02) dengan beberapa reporter Citanews.com.
Sehari penuh, hasil dari jualan saya mendapatkan uang sekitar Rp.100.000 hingga Rp.200.000. Itu juga masih dipotong untuk uang sewa peralatan, setoran ke bos, dan untuk bayar preman. Inilah curhatan Suparmin kepada kami.
“Namun, saya tetap bisa hidup dari sini, Mas. Mau tidak mau, saya harus jualan kopi, karena tidak memiliki jaringan ijazah,” kata Parmin.
Dengan jumlah istri satu, dan dua anak yang sekolah di SD, Parmin harus menghasilkan uang minimal dua ratus ribu rupiah. “Itu pun masih kurang, Mas. Banyak sekali kesusahan yang selama ini saya alami. Namun, Alhamdulillah, meskipun kesusahan saya bis bertahan di Ibu Kota ini,” ungkapnya.
Demikian wawancara kami dengan seorang penjual kopi. Meskipun mereka kesusahan, namun mampu bertahan di kota Jakarta yang sangat kejam.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Mencari Nafkah dari Jual Kopi di Kota Tua Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda