Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Saturday 9 February 2013

Demokrat dan Mitos Tujuh



Dalam pengundian nomor urut partai kontestan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, nomor tujuh menjadi milik Partai Demokrat (PD) alias partai penguasa. Partai yang sejauh ini masih menjadi bahan perdebatan hangat di kalangan elite politik karena sejumlah kader mereka, seperti Angelina Sondakh dan Muhammad Nazaruddin, terlibat kasus korupsi. Menurut Ketua Fraksi PD Nurhayati Alie Assegaf, angka tujuh merupakan angka kramat. Maksudnya kramat ialah alamat Kantor DPP Partai Demokrat. Secara kebetulan, alamat PD di Graha Kramat VII, Jalan Kramat Raya 146, Jakarta Pusat.

Namun, terlepas dari klaim alamat kantor, nomor tujuh tidak bisa begitu saja diabaikan. Di satu sisi, di samping alasan tujuh menjadi nomor tren yang tak asing didengar dan dilihat dalam keseharian. Contoh sederhana, nomor punggung pemain sepak bola dunia abad ini, Cristiano Ronaldo, adalah nomor tujuh.
Di sisi lain, tujuh menjadi gerakan politik melalui angka populer. Gaya politik tersebut tidak bisa dianggap remeh. Kepopuleran tujuh menjadi daya tarik tersendiri di saat nomor lain kesulitan menyosialisasikan nomor partai. Namun, bukan lantas nomor lain tidak bisa bergerak dengan kualitas nomor urut partai. Seperti angka satu yang menjadi milik Partai NasDem, jargon kebenaran bukan mustahil akan segera dikampanyekan. Angka satu ialah angka keesaan bagi penganut monoteisme.
Dalam banyak hal, tujuh menjadi nomor yang membekas dalam pikiran bangsa ini. Sejauh pengenalan terhadap angka, tujuh ialah warna pelangi yang berwarna-warni dengan segala keindahannya. Ekspresi estetika atau keindahan tersebut tak akan pernah luput dari dunia anak p hingga dunia orangtua. Anakh anak menyebut angka tujuh amat sering ketika guru menanyakan berapa warna pelangi.
Nomor tujuh selalu menyimpan rahasia. Tujuh hari dalam sepekan, tujuh lapis langit dan bumi, tujuh warna pelangi, tujuh rongga tubuh utama, tujuh jam ideal waktu kerja, 70 tahun usia rata-rata manusia, 70 ribu malaikat penjaga. Tujuh keajaiban alam tak henti mengundang pesona, pencerahan Isa Al-Masih awal Masehi, revolusi jahiliah abad ketujuh jazirah Arab. Kini, NKRI akan menapaki usia 70 tahun pada 2015.
Mitos “Tujuh”
Kesakralan nomor tujuh tidak ditemui di Amerika praColumbian, tempat bangsa Maya percaya pada tujuh lapis langit dan menganggap tujuh sebagai angka penjuru mata angin. Tujuh penjuru angin yang diyakini masyarakat Amerika kuno sejatinya hendak menggambarkan keluasan alam ini dengan beragam sudut arah angin.
Suatu ilustrasi kritis bahwa tujuh penjuru mata angin kerap dipakai PD untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Kredibilitas jilid II SBY sejatinya masih banyak mengundang polemik dan persoalan yang belum terselesaikan. Namun, ketidakpuasan publik nyaris tertutupi oleh kebijakan-kebijakan yang setengah hati.
Di internal partai, siapa yang akan menduga 20% akan menjadi syarat kontestan partai Pilpres 2014. Secara konstitusional, memang hal itu sudah menjadi konsensus. Namun, di lain pihak, justru banyak partai kecil amat dirugikan dan menjurus ada dugaan intervensi partai penguasa di balik layar untuk melanggengkan kekuasaan di masa mendatang.
Dalam tradisi Jawa, ada momen tertentu yang berhubungan dengan angka tujuh. Sebagai contoh, ketika orang hamil sudah usia tujuh bulan, diadakan selamatan dengan istilah yang disebut tingkepan. Lalu pada bayi yang telah berusia tujuh bulan, ada prosesi yang dinamai turun tanah. Persyaratan upacara adat tertentu harus menggunakan kembang tujuh rupa, mandi tujuh sumur. Juga tentang mitos kekayaan yang sampai tujuh turunan.
Masa Depan Suram?
Pertanyaan kemudian, apa kah angka tujuh akan menjawab bahwa presiden ketujuh akan jatuh ke PD lagi pada 2014 nanti seiring dengan nomor tujuh milik partai tersebut? Sebuah teka-teki politik yang tidak semua orang menyadari hal itu. Ketidaksadaran tersebut memang tak lepas dari gonjang-ganjing politik di negeri ini.
Silih berganti kasus korupsi menyelimuti daya kritis bangsa yang dengan sengaja dipoles demikian oleh elite pemerintahan. Pada titik itu, tujuh akan menjadi imaji, absurditas, teka-teki, dan misteri politik negeri ini ke depan. Dalam sisi historis, tujuh dalam imaji bangsa Indonesia amat bermuatan ideologi. Angka itu tidak semata-mata angka tanpa makna, tetapi bergerak dalam satu gerakan kolonialisme.
Penulisan tujuh yang diajarkan guru-guru pada waktu sekolah dasar dengan menggunakan garis tengah pada hakikatnya merupakan tali atau garis bahwa pengaruh Belanda harus tetap ada. Penulisan tersebut memang mentradisi sejak zaman kolonial Belanda. Namun apa yang terjadi saat ini bukan tujuh dengan garis, melainkan tujuh dalam bentuk tunggal. Tujuh bentuk baru itu ialah tujuh yang secara identitas ideologikolonial tidak ada, tetapi lebih mencerminkan paradoks ideologi-politik partai yang sejak saat ini tengah dimulai dan dikumandangkan. Jadi kritislah.
Nomor tujuh merupakan misteri bagi PD. Angka itu bisa harum bak semerbak daun tujuh rupa atau partai tersebut akan kaya selama tujuh turunan dengan melenggangkan diri di puncak kekuasaan. Konon, ramalan jangka Jayabaya mengingatkan. Enam dari tujuh satrio berurutan ditafsirkan sebagai Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY. Tinggal satu lagi satrio piningit ketujuh, satrio pinandito sinisihan wahyu. Apakah itu nantinya dari nomor tujuh? Kita lihat saja nanti. Hanya Tuhan yang tahu. (UM)
Tulisan dimuat di Koran Pagi WAWASAN. Sabtu 9 Februari 2013
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Demokrat dan Mitos Tujuh Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda