Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Saturday 9 February 2013

Urgensi Reformasi Pendidikan

Pendidikan kita gagal. Mungkin banyak yang ragu dan percaya dengan ucapan itu. Karena dalam gelegar era Reformasi, salah satu soal yang di lupakan orang adalah pendidikan. Dalam Reformasi, orang hanya bicara soal reformasi kehidupan politik dan pemulihan ekonomi. Bahkan enam tututan Reformasi yang disuarakan mahasiswa pun tidak menyebutkan pembenahan dunia pendidikan. Padahal kalau dirunut secara mendalam, semua persoalan yang melanda bangsa Indonesia berakar pada gagalnya sistim pendidikan Indonesia.

Secara normatif, rezim Orde Baru memang sudah memberikan perhatian yang cukup terhadap dunia pendidikan. Terbukti dalam tempo yang tidak terlalu lama setelah konsolidasi Orde Baru, angka buta huruf sudah bisa ditekan menjadi 15% dengan program Inpres-nya, hampir tidak ada lagi desa yang tidak memiliki gedung Sekolah Dasar (SD). Bila pada tahun 1973 hanya 60% dari anak-anak Indonesia yang masuk sekolah, pada tahun 1997 hampir semua anak sekolah. Dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun, program Wajib Belajar Sembilan Tahun sudah bisa dinikmati hampir 90 persen anak usia sekolah di Indonesia.
Tingkat pendidikan tinggi juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Semua ibu kota provinsi di Indonesia memiliki perguruan tinggi. Bahkan banyak ibu kota kabupaten juga memiliki perguruan tinggi. Pada tahun 1997 di Indonesia ada 57 perguruan tinggi negeri dan 1.284 perguruan tinggi swasta. Persoalannya, pendidikan pada zaman Orde Baru ini bukan melayani anak didik, tetapi rezim Orde Baru. Sistem pendidikan yang dibangun, bukan sistem yang mempersiapkan pribadi-pribadi yang merdeka.
Status Quo
Tetapi sistem yang menancapkan kuku hegemoni. Ini kerena rezim Orde Baru, khususnya Soeharto, sadar betul bahwa pendidikan adalah sarana efektif untuk mempertahankan “status quo”. Kalau kita coba menganalisa secara objektif tentang pembangunan bangsa ini, kita harus berkata bahwa pembangunan nasional ini masih tertinggal jauh dibanding dengan negara tetangga yang awal mulanya sama-sama sebagai negara berkembang. Memang ada banyak faktor yang sangat berpengaruh terhadap laju pembangunan itu adalah faktor pendidikan.
Faktor ini mempengaruhi semua lini kehidupan. Kegagalan dari pendidikan bangsa ini dapat di lihat dari fenomena kasuistik. Pada tahun 70-an negara Malaysia mengundang guru-guru dari Indonesia untuk memberikan pendidikan. Dalam kurun waktu tiga dekade Malaysia mampu menciptakan sistem pendidikan yang tergolong baik di Asia. Kita bisa melihat perkembangan tersebut berdampak positif bagi pembangunan masyarakat Malaysia. Income perkapita mereka yang luar biasa tinggi dibanding negara kita yang sudah mencapai 1:4.
Mengapa kita gagal?
Mengapa kita gagal? Sistem pendidikan kita terlalu terbebani atau sarat dengan beban. Sebagai indikator bisa dilihat dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi, para pelajar tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri. Kurikulum mendorong bagaimana seseorang itu menguasai semua aspek pengetahuan.
Dari SD saja anak didik sudah di sodori sekitar 18 (delapan belas) mata pelajaran. Seakan-akan masyarakat Indonesia diciptakan untuk menjadi presiden semuanya. Kondisi seperti ini menjadi masalah, kalau semua mau mengatur, maka siapa lagi yang mau diatur. Ini sistem pendidikan yang tidak fokus, semua orang dididik menjadi menjadi presiden, seorang yang mempunyai bakat di bidang olahraga, tetapi di paksa dulu agar dia memahami sejarah.
Dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), sesuai dengan potensi dan kemampuan generasi muda bangsa perlu adanya sarana dan prasana yang memadai untuk mengembangkan kreativitas-anak bangsa. Peningkatan ini juga telah terbukti dengan diberlakukannya otonomi daerah, yang nantinya diharapkan daerah dapat mengatur daerahnya masing-masing.
Peran Pemerintah
Terkait dengan otomoni daerah, sekarang ada peluang untuk mereformasi sistem pendidikan ini. Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, banyak kesempatan bagi masing-masing daerah untuk memperbaiki sistem pendidikannya sesuai dengan kultur dan geografis daerahnya. Otonomi daerah memberikan kebebasan untuk mengatur pendidikan mulai jenjang pendidikan SD sampai dengan jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, termasuk hak, kewenangan, dan kelembagaannya.
Tinggal sejauh mana kemampuan pemerintah daerah untuk menciptakan kurikulum pendidikan yang kondusif serta menerapkannya. Sesuai dengan amanat UUD 1945 pendidikan itu adalah untuk semua. Pendidikan untuk semua mengasumsikan bahwa semua orang berhak mendapat pendidikan.
Kalau kemudian ternyata pendidikan itu membutuhkan biaya, padahal tidak semua orang mampu, maka negara wajib membantu warga negaranya yang tidak mampu itu.  Di Indonesia, kerena melemahnya kemampuan negara untuk memberikan pendidikan kepada warga negaranya, maka muncul upaya-upaya untuk mengembalikan beban itu kepada masyarakat.
Pembangun pendidikan di Jawa Tengah, bisa disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Apa yang menjadi kebutuhan Jateng di masa mendatang, kebutuhan tersebut harus sudah dapat terbaca pada saat ini. Dalam hal ini, Jateng mempunyai kekayaan alam yang melimpah, baik itu kekayaan bumi dan laut, dan tidak menutup kemungkinan adanya emas.
Dengan demikian salah satu tantangan yang harus dijawab adalah harus dapat memanfaatkan potensi daerah yang ada secara maksimal. Pemikiran serta kajian ke arah penggalian potensi daerah tersebut merupakan suatu hal yang sangat penting dan strategis. Dengan melihat hal tersebut, maka pendidikan di Jateng, mestinya dapat dipola untuk kepentingan itu. Jadi dengan demikian pendidikan tidak perlu dengan sarat beban yang luar biasa.
Pemerintah daerah dengan otonomisasi memberikan kesempatan pembangunan yang luar biasa terhadap pendidikan. Jangan ada lagi diskriminasi, baik itu dalam pendidikan, hukum, kesempatan usaha dan seterusnya. Untuk membangun Jateng yang memiliki kekayaan yang luar biasa banyak, juga dalam membangun jangan sampai melupakan anak cucu, misalnya mengambil kesempatan yang tidak positif, seperti memperkaya diri sendiri dan lupa terhadap keberadaan diri.
Pemerintah juga perlu serius memperhatikan dengan serius dunia pendidikan. Masyarakat diharapkan mendukung program yang ada untuk meningkatkan pendidikan, dengan selalu mengawasi anak dalam belajar dan pergaulannya. Pendidikan di keluarga sangat dibutuhkan dan lingkungan tentu sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan. Rabu, 6 Februari 2013
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Urgensi Reformasi Pendidikan Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda