Oleh Hamidulloh Ibda
Lulusan Pertama Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN
Walisongo Semarang,
Mahasiswa Program Pascasarjana Unnes Semarang
Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) sudah berjalan di beberapa perguruan tinggi. Berbagai macam persiapan
sudah diagendakan panitia kampus. Namun, apakah format Ospek saat ini
masih seperti dulu, ataukah sudah ada perubahan? Tentu ini
menjadi hal menarik dikaji. Apalagi, kemungkinan Ospek tahun ini dilaksanakan
pada musim kemarau yang panas. Maka, agar
efektif dan mendidik, perlu adanya format baru yang harus
ditegaskan kembali.
Ospek merupakan momen
untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia kampus. Namun, dewasa ini banyak
sekali penyimpangan terjadi, dari “perpeloncoan”, penyiksaan, anarkisme, pembodohan intelektual, dan sebagainya. Padahal, Ospek merupakan
awal mahasiswa baru memasuki pintu kampus. Jika Ospek dihiasi dengan pembodohan dan
anarkisme, maka citra kampus akan buruk, begitu pula
sebaliknya.
Hapus
Perpeloncoan
Diakui atau tidak, perpeloncoan yang terjadi pada waktu Ospek
sangat merugikan mahasiswa dan pihak kampus. Kegiatan itu hanya dijadikan ajang
“balas dendam” antara mahasiswa angkatan sebelumnya yang
menjadi panitia dengan mahasiswa baru. Selama ini banyak terjadi kejadian ironis dan memberikan getah hitam dunia
kampus dan mahasiswa. Ospek yang didedikasikan mengader mahasiswa baru menjadi
insan akademis, pencipta, pengabdi yang religius justru menjadi ajang pencetak
koruptor intelektual.
Selain itu,
panitia juga sering memperlakukan peserta Ospek dengan seenaknya, tanpa hati, dan menyiksa peserta. Bahkan, dalam pengalaman
penulis ketika Ospek tahun 2008, banyak kasus panitia
yang melukai/mencederai peserta. Maka dari itu, perpeloncoan atas nama apa pun
harus dihapus sekarang juga. Hukumnya
wajib. Karena, siapa saja pasti lebih suka Ospek yang mendidik, humanis, dan
mengalirkan “darah intelektual” bukan “darah jahiliyah”.
Banyak kaum
akademis berpendapat bahwa logika perpeloncoan didasarkan untuk “membina”
mental mahasiswa baru. Namun, apakah harus dengan kekerasan dan membodohi
mahasiswa? Hal ini salah besar dan sesat.
Pembinaan mental tidak bisa dicapai secara instan dan dengan
pembodohan,
tapi berkala dan dengan cara-cara edukatif dan humanis.
Untuk itu, diperlukan waktu yang tidak singkat, karena
harus melalui proses penggodokan matang agar hasilnya maksimal. Maka
dari itu, Ospek harus diformat dengan memasukkan unsur kreativitas dan
mendidik.
Sebetulnya, Ospek
di kampus mana saja menjadi pintu gerbang mahasiswa baru memasuki dunia
kemahasiswaa. Di sana, mereka dikenalkan dengan dunia akademik, intelektual,
serta dunia aktivis. Jika Ospek terjadi perpeloncoan, maka hal itu justru
merugikan mahasiswa baru. Ibarat kertas, mereka adalah kertas putih dan suci.
Jika dicat dengan tinta bagus, maka hasilnya menjadi bagus, begitu pula
sebaliknya. Maka, dengan spirit pembaharuan, Ospek harus sehat, edukatif, dan
humanis.
Format
Baru
Sebelum
perpeloncoan mewarnai Ospek dan memakan korban, maka harus dicari format baru yang
efektif. Pertama, menyeleksi
panitia Ospek agar tidak salah orang. Karena, panitia
Ospek menjadi kunci suksesnya agenda sakral tersebut. Kedua, waktu pelaksanaan Ospek harus efektif dan tidak terlalu
lama. Selama ini, banyak waktu terbuang dengan diisi agenda yang kurang
bermanfaat.
Ketiga, mengutamakan orientasi akademik, pengenalan struktural
kepemimpinan
kampus, pengenalan mekanisme/regulasi kampus, bukan malah diisi kegiatan tidak
bermanfaat dan terkesan mendidik mahasiswa menjadi buruh dan
bermental budak. Keempat, meningkatkan
orientasi keagamaan, kepustakaan, dan pengenalan/memotivasi mahasiswa untuk
aktif di kampus organisasi mahasiswa.
Selanjutnya, melibatkan
pihak dosen sebagai pengawas/pembimbing dalam Ospek. Mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi. Sehingga, seluruh kegiatan bisa terarah dengan
baik, dan bebas dari perpeloncoan. Semoga dengan format itu, Ospek berjalan
tanpa kekerasan. Ospek yang baik adalah yang bebas perpeloncoan,
pembodohan, anarkisme serta penyesatan intelektual.
Jika ingin
membenahi pendidikan kita, maka harus dimulai sejak dini dan dari hal terkecil,
salah satunya adalah menformat Ospek menjadi ajang pendidikan mahasiswa, bukan
perpeloncoan. Kalau tidak dimulai sekarang, lalu kapan lagi?
Tulisan ini dimuat
di Koran Barometer, 3 September 2013
0 komentar:
Post a Comment