Oleh
Hamidulloh Ibda
Tulisan ini
dimuat di Koran Pagi Wawasan, 14 November 2013
Siapakah yang bertugas memberantas korupsi di
Indonesia? Jawabannya sebenarnya simpel, yaitu seluruh rakyat Indonesia. Karena
tugas membela, menyelamatkan, dan melindungi negara dari “kerakusan” koruptor
adalah seluruh manusia Indonesia. Namun, karena Indonesia negara hukum, yang
bertugas tentunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini adalah pionir
pemberantasan korupsi, semua rakyat menaruh harapan besar kepada KPK. Jika KPK
stagnan, maka korupsi menjamur, jika tegas, maka koruptor pasti gulung tikar
dan tak berani korupsi.
Selama ini, gagasan pemberantasan korupsi
selalu lahir dan terdentum di media massa, mulai dari yang halus sampai hukuman
radikal. Misalnya, perampasan harta, pemiskinan, bahkan sampai wacana hukuman
mati untuk koruptor, karena masyarakat sudah tak percaya lagi dengan “aura
ketegasan” KPK. Bahkan, KPK selama ini hanya terkesan “beretorika” saja dalam
memberantas korupsi, lembaga ini belum pernah melakukan “gerakan revolusioner”
memberantas korupsi. Itu terbukti dengan menjamurnya kasus besar korupsi
tenggelam ditelan zaman.
Nasionalisme
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nasionalisme
adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa
dan negara sendiri. Manusia yang nasionalis, berarti mereka memiliki kesadaran
keanggotaan dari bangsa Indonesia yang secara potensial atau aktual
bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas,
kemakmuran, dan kekuatan bangsa Indonesia. Nah, apakah nasionalisme cukup
demikian? Tentu tidak.
Nasioalisme, sebenarnya tidak sekadar hafal
lagu Indonesia Raya, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, memperingati
Hari Kemerdekaan RI atau Hari Pahlawan, tetapi juga serius dan melakukan
gerakan pemberantasan korupsi. Entah masyarakat biasa, guru, karyawan, polisi,
KPK, tapi semua masyarakat Indonesia wajib hukumnya memberantas korupsi. Itulah
wujud cinta Indonesia dan bukti nasionalisme. Jika tak ada spirit dan ruh
memberantas korupsi di semua lini, maka nasionalismenya dipertanyakan. Jadi,
jika KPK tak serius membarantas korupsi, maka hakikatnya, KPK tidak cinta
terhadap Indonesia, dan nasionalismenya “setengah hati”.
Begitu beratnya membuktikan cinta kepada
Indonesia. Akan tetapi, setidaknya ada geliat serius membenahi kondisi bangsa.
Menjadi manusia nasionalis, harus dibuktikan di mana saja, kapan saja dan lewat
gerakan apapun. Puncak dari nasionalisme bukan sekadar mempertahankan keutuhan
bangsa ini, namun nasionalisme sesungguhnya adalah melakukan supremasi hukum
dan keadilan. Karena selama ini penegak hukum hanya melakukan “supremasi
hukum”, belum sampai “supremasi keadilan”.
Yang terpenting, masyarakat harus menciptakan
“gerakan nasionalis” untuk menciptakan negara bebas korupsi, adil makmur dan
disukai Tuhan. Ini sangat berat. Semua kalangan, harus berikrar sejak dini dan
bersinergi untuk memberantas korupsi. Karena KPK, tetap stagnan dan terkesan
“impoten” dalam menumpas koruptor. Maka, urgensi pahlawan antikorupsi adalah
“seratus persen”.
Pahlawan Antikorupsi
Memang berat dan butuh tenaga besar menumpas
korupsi. Akan tetapi, di tengah keterpurukan bangsa ini, kita masih punya angan
untuk mewujudkan kemakmuran Indonesia. Artinya, jika dulu para pahwalan
berperang melawan penjajah, perampok kekayaan negara, maka saat ini masyarakat harus
berperang melawan korupsi. Jika musuh pahlawan zaman dulu adalah penjajah, maka
musuh bangsa saat ini adalah koruptor.
Maka dari itu, Indonesia sebenarnya menanti
sosok pahlawan antikorupsi yang revolusioner, menjadi pionir dan memiliki keberanian membela keadilan, kebenaran, dan memiliki jiwa
kepahlawanan. Entah dia seorang guru, dosen, pilot, tetapi mereka adalah yang memiliki
jiwa kepahlawanan untuk memerangi korupsi. Menjadi pahlawan tidak harus dihargai,
diberi tanda jasa, dan diekspos di media massa. Bahkan, pahlawan sejati adalah
mereka yang tidak pernah disebut di media massa, tapi berjasa besar bagi bangsa
ini. Mereka adalah yang mengutamakan “to do” untuk memberantas korupsi,
bukan sekadar “to be” di lembaga pemerintah.
Secara etimologi, pahlawan adalah
orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela
kebenaran, mereka adalah pejuang gagah berani membela kebenaran. Mereka tidak
memiliki jabatan, pangkat, gelar, akan tetapi berjiwa besar dan bertindak luar
biasa bagi bangsa ini, salah satunya adalah melakukan pemberantasan korupsi.
Namun, di era global seperti ini sangat langka ditemui orang seperti itu.
Meskipun sudah ada KPK, LSM, Ormas, komunitas pemberantasan korupsi, akan
tetapi mereka belum mampu menghentikan korupsi. Maka dari itu, rasa
optimis dan gerakan revolusioner harus dilakukan.
Pahlawan antikorupsi adalah mereka
yang selalu melakukan pemberantasan korupsi di semua lini, baik dengan tindakan
preventif maupun represif. Mereka memiliki keberanian, keperkasaan, kerelaan
berkorban, dan kekesatriaan memberantas korupsi. Ini sangat urgen. Pahlawan
antikorupsi tidak harus Presiden SBY, Abraham Samad, Johan Budi, Marzuki Alie,
dan sebagainya. Akan tetapi, pahlawan antikorupsi adalah mereka yang selalu
menebar virus antikorupsi, melakukan gerakan revolusioner di bidang apapun, dan
selalu menciptakan atmosfer antikorupsi.
Maka dari itu, ada beberapa
langkah revolusioner yang urgen dilakukan. Pertama, berikar pada diri sendiri
untuk memberantas korupsi dan kecurangan dari hal paling kecil. Karena, korupsi
besar diawali dari hal-hal kecil yang selalu diselimuti dengan kebohongan.
Kedua, di negeri edan, republik
sakit dan bangsa kerdil, sangat urgen adanya pahlawan antikorupsi dan gerakan
revolusioner melawan korupsi. Tidak harus dibentuk lembaga dan gelar, akan
tetapi masyarakat Indonesia bertugas memberantas korupsi dan menyelipkan ruh
antikorupsi di semua perilakunya. Karena hakikatnya, ruh dan spirit antikorupsi
lebih utama daripada pemberantasan korupsi yang terkesan formalistik simbolis.
Ketiga, jiwa antikorupsi harus didentumkan
sejak dini. Pendidikan antikorupsi, jiwa kejujuran dan keadilan harus
digalakkan dan ditingkatkan di semua level lembaga pendidikan, mulai dari PAUD
sampai perguruan tinggi. Pendidikan antikorupsi sangat penting untuk
menciptakan generasi yang cinta kejujuran dan keadilan.
Keempat, menegakkan hukum dan
keadilan setegak-tegaknya sesuai amanat Lucius
Calpurnius Piso Caesoninus. Semua masyarakat harus mengamalkan
ruh fiat justitia ruat caelum, artinya hendaklah keadilan ditegakkan,
walaupun langit akan runtuh. Dan hanya pahlawan antikorupsi yang mampu
menegakkan hukum memberantas korupsi.
Masyarakat
tentu merindukan pahlawan antikorupsi yang tegas dan berani. Apakah Anda
termasuk pahlawan antikorupsi? Buktikan!
-Penulis
adalah Pengikrar Kaum
Muda Antikorupsi, Mahasiswa Aktif Program Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang
0 komentar:
Post a Comment