Posyandu. Itulah singkatan dari pos pelayanan terpadu yang mulai
dikenal di Indonesia sejak tahun 1984. Awalnya, adalah sebuah organisasi
pelayanan pencegahan penyakit bagi balita dan keluarga berencana bagi
kalangan istri berusia subur.
Posyandu diharapkan lahir dan dikembangkan atas kesadaran dan upaya masyarakat sendiri, atau partisipasi sosial dari setiap komunitas di desa/kelurahan. Dalam konsepnya, kegiatan posyandu dilakukan oleh para anggota PKK tingkat desa/kelurahan di bawah koordinasi istri kepala desa/lurah setempat.
Kegiatan posyandu pada saat ini jalan di tempat, kalau tak dapat dikatakan mengalami kemunduran. Yang masih berjalan hanya imunisasi dan gizi dalam pertemuan bulanan. Padahal, gagasan posyandu sungguh luar biasa, karena hanya Indonesia yang punya kegiatan ini, sehingga menjadi perhatian dan penelitian negara donor.
Posyandu harus dilihat sebagai sebuah pendekatan hak. Hak anak dan hak perempuan yang menentukan kualitas bangsa di masa depan. Ada dua hal yang harus dipromosikan di sini, yaitu apa yang disebut dengan responsibility (tanggung jawab) dari masyarakat dan obligation (kewajiban) dari negara. Masyarakat harus disadarkan bahwa mereka punya hak untuk sehat, dan posyandu adalah hak anak dan hak perempuan.
Semua orang memiliki hak yang setara, dan untuk itu seluruh lapisan masyarakat dituntut untuk ikut bertanggung jawab dalam pemenuhan hak tersebut. Saat yang bersamaan masyarakat juga harus disadarkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk pemenuhan hak tersebut melalui instansi terkait.
Dengan demikian, masyarakat bertanggung jawab dan dapat mengomunikasikannya dengan instansi terkait, dan instansi juga akan melaksanakannya dengan rasa tanggung jawab. Idealnya, apabila ini bisa berjalan dengan baik, posyandu pada akhirnya dapat dibangun dengan prinsip kebersamaan dan partisipasi adil dan setara, keterbukaan, bertanggung jawab, dan kelestarian program.
Modal Sosial
Bukan tidak mungkin, pada akhirnya posyandu dapat menemukan nilai-nilai baru yang dapat digunakan untuk acuan bertindak. Sebagai contoh, karena posyandu adalah wadah yang paling depan di masyarakat dengan anak sebagai kelompok sasarannya, pada akhirnya dapat menjadi rujukan bagi berbagai upaya pemenuhan hak anak dan perempuan. Kader dapat menjadi vocal point bagi upaya pemenuhan hak anak.
Identitas anak bisa diawali dari posyandu, data pelanggaran hak anak bisa diperoleh juga dari posyandu. Dan hal ini akan menjadi sebuah modal sosial baru dalam masyarakat yang berintikan pada kepercayaan, norma-norma, dan jaringan-jaringan. Semua ini tentu mudah dilakukan apabila semua lapisan masyarakat ikut berpartisipasi. Suatu partisipasi dikatakan tinggi bila seluruh warga memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam semua tahapan pengelolaan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan hasil.
Posyandu adalah modal sosial yang sangat besar dan dapat mengubah dunia apabila bisa dikelola dan berjalan dengan baik.
Salah satu upaya revitalisasi posyandu adalah membuatnya menjadi milik masyarakat serta mengajak pihak swasta ikut berperan menjadi bapak asuh posyandu.
Semakin banyak perusahaan yang mengadakan posyandu mandiri, akan semakin banyak pula kader posyandu. Salah satu manfaatnya adalah deteksi dini kasus gizi buruk di berbagai penjuru kota, sehingga tidak terjadi ledakan kasus, karena akan cepat dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk penanganannya. Dengan demikian, fungsi pengawasan Dinas Kesehatan terhadap penyakit menjadi lebih efektif.
Kebanyakan perusahaan enggan mengeluarkan dana rutin setiap bulan, karena belum mendapatkan informasi yang benar tentang manfaat yang diterima masyarakat di lingkungannya. Mereka cenderung memilih melakukan kegiatan secara seremonial dan terkesan besar-besaran di suatu daerah dengan mengumpulkan dana CSR untuk tiga tahun sekali.
Revitalisasi
Sejak terjadinya krisis di negara ini, kegiatan posyandu juga ikut menurun. Guna meningkatkan kegiatan posyandu kembali, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor :411.3/536/SJ tanggal 3 Maret 1999 tentang Revitalisasi Posyandu. Tetapi, dalam menghadapi era otonomi dan desentralisasi dianggap penting bahwa pedoman tersebut perlu diperbarui dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan.
Karena itu, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor :411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu yang ditujukan kepada gubernur dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia, yang merupakan pembaharuan.
Revitalisasi posyandu ini dititikberatkan pada strategi pendekatan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dengan akses kepada modal sosial budaya masyarakat didasarkan atas nilai-nilai tradisi gotong-royong yang telah mengakar di dalam kehidupan masyarakat menuju kemandirian dan keswadayaan masyarakat.
Ada 6 poin dalam surat edaran tersebut untuk meningkatkan kegiatan posyandu dan juga dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah. Pertama, posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat. Kedua, posyandu mampu berperan sebagai wadah pelayanan dan informasi dasar di berbagai bidang yang berbasis masyarakat.
Ketiga, dalam pelaksanaan posyandu perlu dihimpun seluruh kekuatan masyarakat agar berperan serta secara aktif sesuai dengan kemampuannya. Keempat, posyandu perlu dilanjutkan sebagai upaya investasi pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan secara merata.
Kelima, pemerintah daerah menyosialisasikan dan mengoordinasikan pelaksanaannya dengan melibatkan peran masyarakat (LSM, ormas, orpol, sektor swasta, dunia usaha, lembaga/negara donor, dan lain-lain).
Keenam, pedoman ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan revitalisasi posyandu yang secara teknis masing-masing daerah dapat menyesuaikan dan juga dapat dikembangkan dan dimodifikasi dengan melihat unsur-unsur karifan lokal.
Sumber: Suara Merdeka, edisi Rabu, 30/1/2013
Posyandu diharapkan lahir dan dikembangkan atas kesadaran dan upaya masyarakat sendiri, atau partisipasi sosial dari setiap komunitas di desa/kelurahan. Dalam konsepnya, kegiatan posyandu dilakukan oleh para anggota PKK tingkat desa/kelurahan di bawah koordinasi istri kepala desa/lurah setempat.
Kegiatan posyandu pada saat ini jalan di tempat, kalau tak dapat dikatakan mengalami kemunduran. Yang masih berjalan hanya imunisasi dan gizi dalam pertemuan bulanan. Padahal, gagasan posyandu sungguh luar biasa, karena hanya Indonesia yang punya kegiatan ini, sehingga menjadi perhatian dan penelitian negara donor.
Posyandu harus dilihat sebagai sebuah pendekatan hak. Hak anak dan hak perempuan yang menentukan kualitas bangsa di masa depan. Ada dua hal yang harus dipromosikan di sini, yaitu apa yang disebut dengan responsibility (tanggung jawab) dari masyarakat dan obligation (kewajiban) dari negara. Masyarakat harus disadarkan bahwa mereka punya hak untuk sehat, dan posyandu adalah hak anak dan hak perempuan.
Semua orang memiliki hak yang setara, dan untuk itu seluruh lapisan masyarakat dituntut untuk ikut bertanggung jawab dalam pemenuhan hak tersebut. Saat yang bersamaan masyarakat juga harus disadarkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk pemenuhan hak tersebut melalui instansi terkait.
Dengan demikian, masyarakat bertanggung jawab dan dapat mengomunikasikannya dengan instansi terkait, dan instansi juga akan melaksanakannya dengan rasa tanggung jawab. Idealnya, apabila ini bisa berjalan dengan baik, posyandu pada akhirnya dapat dibangun dengan prinsip kebersamaan dan partisipasi adil dan setara, keterbukaan, bertanggung jawab, dan kelestarian program.
Modal Sosial
Bukan tidak mungkin, pada akhirnya posyandu dapat menemukan nilai-nilai baru yang dapat digunakan untuk acuan bertindak. Sebagai contoh, karena posyandu adalah wadah yang paling depan di masyarakat dengan anak sebagai kelompok sasarannya, pada akhirnya dapat menjadi rujukan bagi berbagai upaya pemenuhan hak anak dan perempuan. Kader dapat menjadi vocal point bagi upaya pemenuhan hak anak.
Identitas anak bisa diawali dari posyandu, data pelanggaran hak anak bisa diperoleh juga dari posyandu. Dan hal ini akan menjadi sebuah modal sosial baru dalam masyarakat yang berintikan pada kepercayaan, norma-norma, dan jaringan-jaringan. Semua ini tentu mudah dilakukan apabila semua lapisan masyarakat ikut berpartisipasi. Suatu partisipasi dikatakan tinggi bila seluruh warga memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam semua tahapan pengelolaan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan hasil.
Posyandu adalah modal sosial yang sangat besar dan dapat mengubah dunia apabila bisa dikelola dan berjalan dengan baik.
Salah satu upaya revitalisasi posyandu adalah membuatnya menjadi milik masyarakat serta mengajak pihak swasta ikut berperan menjadi bapak asuh posyandu.
Semakin banyak perusahaan yang mengadakan posyandu mandiri, akan semakin banyak pula kader posyandu. Salah satu manfaatnya adalah deteksi dini kasus gizi buruk di berbagai penjuru kota, sehingga tidak terjadi ledakan kasus, karena akan cepat dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk penanganannya. Dengan demikian, fungsi pengawasan Dinas Kesehatan terhadap penyakit menjadi lebih efektif.
Kebanyakan perusahaan enggan mengeluarkan dana rutin setiap bulan, karena belum mendapatkan informasi yang benar tentang manfaat yang diterima masyarakat di lingkungannya. Mereka cenderung memilih melakukan kegiatan secara seremonial dan terkesan besar-besaran di suatu daerah dengan mengumpulkan dana CSR untuk tiga tahun sekali.
Revitalisasi
Sejak terjadinya krisis di negara ini, kegiatan posyandu juga ikut menurun. Guna meningkatkan kegiatan posyandu kembali, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor :411.3/536/SJ tanggal 3 Maret 1999 tentang Revitalisasi Posyandu. Tetapi, dalam menghadapi era otonomi dan desentralisasi dianggap penting bahwa pedoman tersebut perlu diperbarui dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan.
Karena itu, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor :411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu yang ditujukan kepada gubernur dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia, yang merupakan pembaharuan.
Revitalisasi posyandu ini dititikberatkan pada strategi pendekatan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dengan akses kepada modal sosial budaya masyarakat didasarkan atas nilai-nilai tradisi gotong-royong yang telah mengakar di dalam kehidupan masyarakat menuju kemandirian dan keswadayaan masyarakat.
Ada 6 poin dalam surat edaran tersebut untuk meningkatkan kegiatan posyandu dan juga dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah. Pertama, posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat. Kedua, posyandu mampu berperan sebagai wadah pelayanan dan informasi dasar di berbagai bidang yang berbasis masyarakat.
Ketiga, dalam pelaksanaan posyandu perlu dihimpun seluruh kekuatan masyarakat agar berperan serta secara aktif sesuai dengan kemampuannya. Keempat, posyandu perlu dilanjutkan sebagai upaya investasi pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan secara merata.
Kelima, pemerintah daerah menyosialisasikan dan mengoordinasikan pelaksanaannya dengan melibatkan peran masyarakat (LSM, ormas, orpol, sektor swasta, dunia usaha, lembaga/negara donor, dan lain-lain).
Keenam, pedoman ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan revitalisasi posyandu yang secara teknis masing-masing daerah dapat menyesuaikan dan juga dapat dikembangkan dan dimodifikasi dengan melihat unsur-unsur karifan lokal.
Sumber: Suara Merdeka, edisi Rabu, 30/1/2013
0 komentar:
Post a Comment