Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Monday 14 January 2013

Menggugat Pendidikan Islam



Oleh Hamidulloh Ibda
Direktur Formaci Jateng
Tulisan ini disampaikan dalam Diskusi Forum Kampus Mahasiswa Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang (Rabu, 9/1/2013).
Tema diskusi “Transformasi nilai-nilai pendidikan Islam, sebagai upaya mencetak generasi khaira ummah."


Apakah pendidikan Islam mampu mencetak generasi khaira ummah? Padahal, di dalam pendidikan Islam ada nilai-nilai yang bisa menjadi “landasan” untuk mencetak generasi khaira ummah. Namun, secara faktual, saat ini banyak sekali perilaku menyimpang terjadi pada pelajar, baik dari kalangan pelajar SD hingga mahasiswa.
Nilai merupakan suatu makna terkandung dari setiap perilaku. Muhammad Noor (1986: 133) menjelaskan nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas suatu objek yang menyangkut suatu jenis minat.  Nilai juga dikatakan sebagai segala sesuatu menarik bagi manusia. Jadi. dapat disimpulkan bahwa nilai adalah segala sesuatu ketentuan yang telah disepaki manusia menyangkut kualitas suatu objek.
Dalam Bahasa Arab, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan konsep pendidikan. Sebagaimana yang dipaparkan Haitami Salim dan Erwin Mahrus (2009:4-9), bahwa kata ta’lim berasal dari kata ‘allama yang diambil dari bahasa Arab, lebih sepadan diartikan sebagai pengajaran.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 1 pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang diwujudkan secara sadar dan terencana untuk mendewasakan orang lain agar memiliki potensi yang berkualitas dan bermanfaat bagi diri, masyarakat bangsa dan negara serta memberikan arah hidup yang lebih baik.
Esensi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan pembentukan kepribadian muslim. Lebih lanjut Moh. Haitami Salim dan Erwin Mahrus (2009:13) mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah “upaya sadar untuk mengubah tingkah laku individu dan kehidupannya ke arah yang lebih baik dan berarti”.
Pendidikan Islam juga dikatakan sebagai suatu yang bisa menjaga, memperbaiki, dan menumbuhkan, membina manusia kepada kehidupan lebih baik dan mengangkat derajat. Dapat disimpulkan, bahwa pendidikan Islam adalah “sebuah upaya terencana dalam membentuk kepribadian manusia muslim untuk mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik”.
Tujuan pendidikan Islam adalah menjadi orang yang bertakwa. Untuk menggapai tujuan tersebut, maka pendidikan harus selalu memaknai tujuan penciptaan manusia. Akan tetapi, pada pelaksanaannya model atau sistem pendidikan dipengaruhi oleh tipe masyarakat. Sehingga dalam suatu masyarakat, pendidikan berperan sebagai subsistem dari sistem keseluruhan.
Nilai-nilai Pendidikan Islam
Rama Yulis (1994:7) menyimpulkan nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan yaitu;
1.      Nilai Aqidah (keyakinan) berhubungan secara vertikal dengan Allah SWT (Hablun Min Allah).
2.      Nilai Syari’ah (pengalaman) implementasi dari aqidah hubungan horizontal dengan manusia (Hablun Min an-Naas).
3.      Nilai Akhlaq (etika vertika horizontal) yang merupakan aplikasi dari aqidah dan muamalah.
Generasi Khairal Ummah
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran [3]: 110).
Ayat di atas mengungkapkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik di antara umat-umat lainnya. Sebelum membahas konsep khairuummah ini, akan sedikit kami jabarkan pengertian tentang ummah. Quraish Shihab, dalam buku Wawasan al-Quran (1998), menyatakan kata ummah terambil dari kata amma - yaummu yang berarti “menuju, mampu, dan meneladani”. Dari kata yang sama lahir kata um yang berarti ibu dan imm yang berarti pemimpin, karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapan anggota masyarakat.
Lebih jauh Quraish Shihab menuturkan bahwa ummah mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya dan cara hidup (way of life). Jika kata ummah dan Islam digabung, maka ia berarti himpunan manusia yang tidak disatukan oleh tanah air (nasionalisme) atau keturunan (suku), melainkan disatukan oleh keyakinan, yaitu agama Islam.
Sejatinya, makna umat Islam ini tidak hanya dimaknai sebagai sesuatu yang statis, yakni kesatuan agama saja, tapi juga dinamis. Dalam arti, menjadikan Islam sebagai cara hidup, cara meraih tujuan hidup.
Intelektual asal Iran, Ali Syariati menjelaskan kata ummah dari kata nation (bangsa) atau qabilah (suku). Ia mendefinisikan ummah sebagai himpunan manusiawi yang seluruh anggotanya bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, dan bergerak secara dinamis di bawah kepemimpinan bersama.
Khairu ummah bisa menjadi prestasi gemilang bagi umat Islam sebagaimana tergambar dalam ayat Allah diatas, apabila karakteristik khairu ummah terpenuhi. Setidaknya ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi yaitu amar maruf, nahi mungkar dan beriman kepada Allah.
Amar Maruf
Pertama, senantiasa menyuruh kepada yang maruf. Maruf ialah nilai-nilai kebaikan yang bersumber dari Alquran dan sunnah. Maruf, tolok ukurnya adalah syariah. Baik dan buruk, benar dan salah, harus merujuk kepada nilai-nilai Ilahi. Menyuruh kepada yang maruf, menegakkan nilai-nilai Ilahi dalam kehidupan, itulah salah satu karakteristik khairu ummah.
Anjuran berbuat baik tidak hanya untuk sesama Muslim, tapi juga non-Muslim. Meskipun berbeda agama, tidak ada larangan dalam Islam menyuruh non-Muslim berbuat baik. Begitu juga anjuran untuk mencegah kemungkaran. Siapa pun, baik Muslim atau non-Muslim, jika ia melakukan kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat, harus dicegah sesuai dengan kemampuan. Inilah syarat pertama yang harus terpenuhi jika umat Islam ingin tampil sebagai umat terbaik.
Nahi Mungkar
Kedua, selalu berupaya mencegah kemungkaran. Mungkar, sesuatu yang asing, bertentangan dan ditolak oleh syariah. Segala sikap, perilaku dan nilai yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam. Nahi mungkar dan amar maruf, adalah dua hal yang senafas, karena tidaklah mungkin menyeru kepada kebaikan tanpa diiringi dengan usaha mencegah kemungkaran.
Amar maruf dan nahi mungkar, adalah pagar yang melindungi bangunan Islam, demikian syaikh Said Hawwa menggambarkan posisinya dalam bangunan keutuhan Islam. Jika umat Islam sudah beramar maruf dan bernahi mungkar dengan benar serta nilai-nilai Islam memancar dalam tingkah laku dan perbuatan mereka karena menjadikan Islam sebagai konsep hidup, maka insya Allah umat Islam akan menjadi khaira ummah.
Beriman Kepada Allah SWT
Dan semua itu, dibingkai dan dilandasi dengan keimanan kepada Allah. Ini menjadi karakteristik ketiga khaira ummah. Landasan inilah yang mengikat aktifitas amar maruf nahi mungkar. Tanpa iman, seruan kepada kebaikan adalah hampa dan tanpa nilai. Bila pun memiliki nilai, sangatlah rendah dan dangkal, karena seruan itu berlandaskan pada nilai-nilai duniawi dan materi. Begitu pula apabila nahi mungkar tidak diikat oleh keimanan, ia bisa menjadi ajang balas dendam, pelampiasan kebencian dan kedengkian. Menghapus kedzaliman harus dengan keadilan. Kedzaliman tidak bisa lenyap dengan kedzaliman.
Umat Islam akan tampil sebagai umat terbaik, jika keimanan kepada Allah tidak hanya terjelma dalam bentuk ritual semata, tapi juga menjadi konsep hidup, baik hubungan individual maupun sosial mulai dari lingkup keluarga sampai masyarakat, baik lokal, regional maupun internasional. Konsep yang diajarkan Islam dalam hidup bersama adalah berbuat baik terhadap orang lain, bukan menyakiti. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, (TQS. Al-Qashash [28]: 77).
Itulah karakteristik khaira ummah. Apabila kita melihat ketidaksesuaian realita umat dengan kondisi ideal tersebut, saatnya kita bertanya, sudahkah ketiga kondisi itu menjadi karakter diri, keluarga dan masyarakat kita? Saatnya kita memperbaiki diri dan menyeru sesama.

Terlepas dari itu, apakah saat ini pelajar sudah menjadi generasi khaira ummah?
Mari kita diskusikan.

Rujukan
Alquran dan terjemahnya
Rama Yulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Kalam Mulia.
S. Nasution. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Tim Penyusun Kamus. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Menggugat Pendidikan Islam Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda