Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Monday 14 January 2013

Korupsi Penyebab Negara Miskin



Kerugian negara selalu diidentikkan dengan tindakan korupsi karena kekayaan negara milik semua rakyat di negara itu maka bila terjadi kerugian negara semua rakyat di negara itu akan merasa dirugikan. Sebaliknya jika terjadi keuntungan negara maka semua rakyat di negara itu merasa diuntungkan. Kata kata merasa masih sangat subjektif, belum objektif maka untuk mengkongkritkan subjektif itu masyarakat harus mengetahui apakah negara dirugikan atau negara diuntungkan dalam satu aktivitas apapun di negara itu.


Masyarakat awam tidak mudah mengetahuinya secara pasti. Namun, kini masyarakat sudah familier dengan kata-kata kerugian negara. Misalnya, pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghitung kerugian negara Rp 100 milyar (Kompas, 5/12/12).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) resmi menyerahkan hasil audit investigasi proyek Pusat Olahraga di Hambalang tahap I ke Dewan Perwakilan Rakyat. Dari hasil audit itu ditemukan indikasi adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 243,6 miliar (Tempo, 7/12/2012)
Kemudian dua bulan terakhir ini, berita tentang tiga orang karyawan yang bertugas pada bagian penyaluran kredit Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Jalan Pemuda Medan menjadi tersangka tindakan korupsi diberitakan berbagai surat kabar termasuk Harian Analisa Medan. Dakwaan jaksa menyebutkan akibat perbuatan mereka menimbulkan kerugian negara dalam hal ini BNI, Tbk sebesar 117,5 Milliar rupiah atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu. (Sindo, 8/12/2012)
Informasi kerugian negara wajib diketahui masyarakat pada satu negara dan Indonesia telah memiliki beberapa Undang Undang (UU) yang berhubungan dengan informasi tentang kerugian negara, seperti UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU Nomor 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara, UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Semua UU ini memberi akses kepada publik untuk mengetahui kondisi negara, termasuk anggaran atau kekayaan yang dimiliki negara. Namun, dalam implementasinya masih lemah sehingga masyarakat masih bingung apakah negara dirugikan atau diuntungkan. Penyebabnya kurang sosialisasi kepada masyarakat dan masih rendah pengetahuan masyarakat tentang hukum yang pada satu sisi menguntungkan pihak tertentu.
Indikator Kerugian Negara
Mengetahui kerugian negara dibutuhkan indikator untuk menyatakan negara dirugikan atau tidak. Indikator itu ada pada UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada pasal 1 ayat (2) berbunyi, “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”
Menganalisa pasal 1 ayat 2 UU No. 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara tidak sulit dengan melihat indikasi akar masalahnya, melihat modus dan prosedur kerja yang dilakukan. Dari tiga indikasi ini akan terlihat apakah ada kerugian negara akibat selisih harga kontrak dengan harga pokok pembelian atau akibat penerimaan yang menjadi hak negara tapi tidak disetorkan ke kas negara atau pengeluaran yang tidak sesuai dengan anggaran, digunakan untuk kepentingan pribadi atau pihak-pihak tertentu.
Sederhananya indikasi ini bisa dilaksanakan untuk menghitung kerugian negara dengan merujuk UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 ayat (1) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tertulis, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.”
Kini banyak kasus korupsi di Indonesia akibat dari transaksi menggunakan harga tidak wajar. Menghitung kerugian negara, harga wajar dipakai sebagai pembanding dengan harga realisasi maka dalam pengadaan barang, kerugian dihitung dari selisih antara harga wajar dengan harga realisasi. Tindak korupsi sering terjadi ketika pelepasan aset negara yang terjadi penjualan selisih antara harga wajar dengan harga yang diterima. Pelepasan aset negara berupa tukar guling (ruislag), selisih antara harga wajar dengan harga pertukaran (exchange value) tidak sesuai dengan harga realisasi.
Dalam proses penyelesaian kasus perdata akan terlihat apakah dari kasus perdata itu ada unsur pidana dan apakah unsur pidana itu ada tindak korupsi dengan melihat kasus yang ada berdasarkan UU dan indikator serta fakta yang ada. Bila ini dilakukan dengan baik maka akan diketahui apakah ada kerugian negara atau tidak.
Sudah saatnya masyarakat bisa menghitung kerugian negara akibat dari tindakan yang dilakukan aparat pemerintah sehingga tidak hanya sekadar mendengar, menerima sebutan kerugian negara sekian ratus miliar rupiah. Bila masyarakat mengetahui menghitung kerugian negara maka dapat menilai satu kasus apakah ada tindak korupsi atau tidak dan mengetahui berapa besar kerugian yang dialami negara sesungguhnya. Wallahu a’lam.
Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Kamis /10/1/2013

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Korupsi Penyebab Negara Miskin Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda