Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Thursday 22 November 2012

Diplomasi untuk Solusi 2 Negara




Oleh Hamidulloh Ibda
Direktur Eksekutif HI Study Centre IAIN Walisongo Semarang
Tulisan ini dimuat di SOLOPOS, Kamis 22 November 2012
Semua kalangan pasti mengecam keras agresi militer Israel di Jalur Gaza. Agresi tersebut jelas-jelas telah menelan korban yang seharusnya tidak terjadi. Agresi militer Israel ke Jalur Gaza semakin cenderung membabi-buta. Tindakan radikalisme dan ekstrimisme merupakan warisan jahiliyah yang perlu segera ditinggalkan, karena tidak sesuai lagi dengan peradaban dunia.

Agar korban tidak terus berjatuhan, semua kalangan harus mendesak agar semua pihak terkait melakukan komunikasi yang saling menghormati dengan dasar saling menghormati dan menghargai. Atas dasar itu, perlu juga adanya dialog dan pembicaraan damai antara Israel dengan Palestina yang mandek sejak 2010 lalu demi terwujudnya harmonisasi kawasan dan hidup berdampingan yang rukun sebagai sesama bangsa.
Serangan udara dan laut tentara Israel yang dilancarkan ke wilayah Jalur Gaza sejak Rabu (14/11), membuat banyak korban berjatuhan sekaligus mencemaskan semua pihak. Dipastikan konflik dan kekerasan di Palestina akan semakin meningkat eskalasinya, apalagi jika rencana serangan darat Israel benar-benar dilakukan.
Peran Pemerintah RI
Pemerintah Republik Indonesia harus ikut serta dan berperan aktif untuk mencapai gencatan senjata di antara kedua negara tersebut. Jalur diplomasi, merupakan cara yang paling efektif dan terhormat. Peran Indonesia dalam kancah internasional antara lain sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan kedaulatan sebuah negara dijamin oleh konstitusi. Untuk itu, sesungguhnya Israel tidak memiliki hak untuk menyerang dan menjajah Palestina, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan serta melanggar hukum internasional.
Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus bersikap tegas dan jelas menyikapi agresi Israel tersebut. Bahkan bila perlu, Dewan Keamanan PBB memberikan hukuman atas serangan Israel ke Jalur Gaza. Negara-negara Barat seharusnya juga tidak terus memprovokasi atau mendukung Israel yang akan melanjutkan penyerangannya ke Jalur Gaza.
Negara-negara di kawasan Timur Tengah harus saling bergandengan tangan untuk memberikan tekanan terhadap Israel agar mau mengakhiri serangan militernya demi terselamatkannya nilai-nilai universal dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) di tanah Palestina.
Selamatkan
Masih sulit untuk dilupakan dari ingatan kita bagaimana perang antara pejuang Palestina dan tentara Zionis Israel saat melakukan invasi ke Jalur Gaza di akhir 2008 hingga penghujung 2009 lalu.
Perang yang berlangsung tiga pekan satu hari itu menewaskan tidak kurang 1.400 orang dari pihak Palestina yang sebagian besar merupakan penduduk sipil termasuk wanita dan anak-anak atau yang diistilahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu, the innocent people.
Sejak pekan lalu, konflik di daerah itu kembali memanas. Pihak Israel bahkan telah mengerahkan 16.000 tentaranya menyerang Jalur Gaza plus jet tempur F-16. Selain itu, 100 ribu tentaran cadangan juga disiagakan untuk melakukan serangan darat ke daerah yang dikuasai Hamas itu. Bila ini terjadi, perang terbuka tinggal di depan mata. Tentunya, korban jiwa akan semakin bertambah.
Serangan udara Israel ke jalur Gaza sejak Rabu (14/11) petang lalu dan gempuran dari arah laut sejak kemarin saja sudah menewaskan 49 orang dari Hamas 13 orang di antaranya anak-anak dan delapan perempuan serta ratusan luka-luka. Sedangkan di kubu Israel, 3 tentara mereka tewas dan 15 luka 10 di antaranya serdadu akibat serangan balasan roket pejuang Hamas.
Serangan udara Israel kota berpenduduk 1,7 juta jiwa ini telah menuai kecaman dunia internasional. Terutama negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim.  Bahkan Raja Yordania, Abdullah memberikan bantuan ke Jalur Gaza. Begitu juga dengan Mesir dan negara di Timur Tengah mendesak untuk gencatan senjata secepatnya.
Dari dalam negeri, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan Dewan Keamanan PBB bersama negara-negara di kawasan Timur Tengah mendorong Israel menghentikan semua aksi militer.
Presiden SBY sebelum mengikti lawatan ke Phnom Penh, Kamboja, untuk menghadiri KTT ASEAN dan KTT Asia Timur kemarin, kembali menegaskan posisi Indonesia. Menyerukan perdamaian dan tetap mendukung penuh kemerdekaan Palestina dengan konsep two state solution. Sekarang ini baru one state, yaitu Israel.
Apalagi Presiden SBY akan melanjutkan mengikuti KTT D8 di Pakistan pada 22 November. D8 adalah forum kerjasama multilateral ekonomi dan pembangunan yang meliputi delapan negara yakni, Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan dan Turki. SBY bisa membawa isu ini ke KTT D8 untuk mendesak Dewan Keamaan PBB bersikap.
Menekan Israel melalui jalur diplomasi internasional dan media merupakan langkah jitu untuk menghentikan aksi zionis ini. Ini bisa belajar dari peristiwa empat tahun lalu, perang tiga pekan tersebut berhenti setelah kuatnya tekanan dunia dan media internasional.
 Tak heran, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi, sangat berharap pada Indonesia yang selama ini sudah cukup banyak memberikan bantuan terhadap negaranya.
Indonesia diharapkan menjadi pionir membangun opini internasional untuk mendesak Dewan Keamaman PBB menciptakan resolusi baru untuk kedamaian di Palestina dan tak ada lagi korban tak berdosa.
Apalagi, dibombardirnya empat kantor media di Gaza kemarin semakin menjelaskan arah serangan Israel. Apa yang tertanam di 100 ribu tentara cadangan Israel bahwa mereka menyerang untuk melindungi keluarganya dari serangan roket pejuang Hamas, merupakan propaganda belaka.
Sejarah mencatat, setiap agresi militer Israel wilayah Jalur Gaza maupun Tepi Barat, berujung dengan berkurangnya wilayah Palestina. Zionis Israel tidak akan rela dengan berdirinya Negara Palestina merdeka. Itu yang harus “diperangi” Indonesia dan dunia. Kalau tidak sekarang, lalu kapan lagi?

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Diplomasi untuk Solusi 2 Negara Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda