Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Monday 19 November 2012

Mafia Istana dan Grasi Narkoba



Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Senin 19 November 2012
Tak lama ini, perkataan Mahfud MD, ada mafia yang mengatur pemberian grasi presiden di istana menuai kontroversi. Hal ini justru “mengalihkan isu” grasi narkoba dan hukuman kepada para gembong narkoba. Padahal, polemik grasi belum tuntas, namun tertutup lagi dengan isu Mahfud MD.

Jika ditelusuri, memang benar jika ada “mafia istana” yang “memainkan” grasi narkoba. Pasalnya, Ketua Mahkamah Konstitusi itu yakin karena dengan mudahnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi kepada para terpidana yang oleh sebagian orang dianggap tak layak mendapatkannya. Salah satu yang menjadi kontroversial adalah pemberian grasi terhadap terpidana mati kasus narkoba, Meirika Franola. Ola, begitu ia dipanggil, adalah terpidana mati yang kemudian diberi grasi menjadi seumur hidup.
Masalahnya hanya beberapa hari diyatakan mendapat grasi, Ola malah terlibat pengaturan bisnis narkoba dari penjara.  Ini diketahui setelah masuknya sabu-sabu 772 gram dari India ke Indonesia yang dibawa oleh seorang kurir, yang ketika ditangkap mengaku suruhan Ola. Sontak, kasus ini mengemuka dan banyak elemen masyarakat menuntut agar pemberian grasi itu dibatalkan alias dicabut. Ini salah satunya dijelaskan oleh Menkopolhutkam, Djoko Suyanto. Menurutnya, pencabutan grasi terhadap Ola sangat memungkinkan dilakukan mengingat apa yang dilakukan oleh Ola.
Tentang hal itu, Mahfud berpendapat lain. Menurut pakar hukum tatanegara asal UII Jogjakarta ini, pencabutan grasi itu akan menjadi preseden buruk bagi presiden, juga ranah hukum di Indonesia. Selama ini, belum ada dalam sejarah hukum di Indonesia, seorang presiden mencabut grasi yang sudah diputuskannya. Mahfud menyarankan agar proses pemberian grasi itu yang semestinya diperketat dengan berbagai pertimbangan.
Mafia Istana
Di bagian lain, Mahfud mengatakan ada “mafia” di Istana Negara yang membuat Presiden SBY seperti mudah mengobral grasi tanpa mempertimbangkan kasus yang menjerat si terhukum. Pemberian grasi kepada terpidana kasus narkoba, karena beratnya upaya pemberantasan kejahatan bidang ini. Salah seorang pembantu presiden yang juga Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, menganggap tidak tepat seorang Mahfud bicara tentang mafia di Istana Negara.
Hatta menganggap apa yang dikatakan Mahfud sangat serius, dan itu juga akan menjadi preseden buruk jika seorang pejabat hukum langsung menjustifikasi persoalan tanpa melakukan kajian yang mendalam sebelum membuat pernyataan. Pemberian grasi kepada penjahat psikotropika alias narkoba memang melukai hati masyarakat. Hingga hari ini, Indonesia adalah pasar narkoba yang amat potensial. Pengguna narkoba saat ini bukan hanya di kota-kota, tetapi sudah masuk ke desa-desa. Kondisi ini akan membuat buruk generasi muda Indonesia di masa datang.
Pemerintah terus bekerja keras memerangi narkoba dengan serius. Ini diperlihatkan dengan mendirikan badan khusus menangani narkoba ini, yakni Badan Narkotika Nasional (BNN) yang juga dibentuk sampai ke daerah-daerah. Nah, rapi dan bagusnya jaringan narkoba ini, Indonesia menjadi jalur perdagangan narkoba internasional dan menjadi pasar yang sangat potensial membuat polisi atau pihak terkait kesulitan mengungkap.
Hanya secara sporadis bisa menangkap dan menggagalkan penyeludupan di bandara, tetapi kesulitan menangkap jalur-jalur tikus yang selama ini masuk dengan mudah dari berbagai penjuru laut Indonesia. Beratnya pemberantasan narkoba inilah yang membuat rakyat terluka ketika dengan mudah Presiden SBY mengeluarkan grasi kepada penjahat narkoba.  Sebab, kejahatan para pengedar ini akan menghancurkan generasi muda bangsa ini secara sistemik. Inilah yang membuat geram seorang Mahfud.  Dia melihat ada gejala “mafia” dalam pemberian grasi tersebut di Istana Negara, yang membuat Presiden SBY seolah “tega” menghancurkan generasi mudanya sendiri.
Hukuman Mati
Terlepas dari itu, yang perlu ditekankan dalam masalah ini adalah hukuman tegas kepada pelaku kejahatan narkoba. Jika ingin tuntas, maka penjahat narkoba harus dihukum mati. Hal ini sebenarnya sudah mendapat dukungan dari berbagai kalanga. Seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyatakan mendukung untuk diberlakukan hukuman mati bagi para pengedar dan produsen narkoba (Kompas, 10/11). KPAI menilai, para pengedar dan produsen narkoba ini merupakan manusia yang tidak berperikemanusiaan, karena ular mereka telah mengancam ribuan bahkan jutaan nasib anak Indonesia.
Bagi KPAI, para pengedar atau produsen narkoba itu adalah manusia-manusia yang tidak berperikemanusiaan dan betul-betul akan menjadi penghancur bangsa ini di masa depan. Karenanya, semua orang sangat menyayangkan atas grasi yang diberikan kepada pengedar dan produsen narkoba. Terbukti, si Ola yang diberikan grasi itu, ternyata sekarang menjadi otak penyelundupan sabu-sabu dari India.
Sebenarnya, Di Indonesia sendiri hukuman mati masih konstitusional. Jelas bahwa para pengedar dan produsen narkoba ini sudah membuhun ribuan bahkan jutaan anak indonesia.  Maka dari itu, semua kalangan menunggu “ketegasan pemerintah” untuk menghukum mati penjahat narkoba, bukan justru member grasi kepada mereka. Lalu, sampai kapan pemerintah berani tegas dengan menghukum mati penjahat narkoba? Kita tunggu keberanian pemerintah.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Mafia Istana dan Grasi Narkoba Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda