Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Saturday 15 September 2012

Iblis Berwajah Koruptor



Oleh Hamidulloh Ibda
Dimuat di RADAR BANGKA, Sabtu 15 September 2012

Jika dicermati, para pelaku kejahatan korupsi dan praktik-praktik mafia peradilan yang melibatkan para elite politik dan penegak hukum bukanlah orang-orang bodoh. Mereka merupakan orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual dengan menyandang gelar sarjana, magister, bahkan doktor tamatan perguruan tinggi.
       
Fakta ini mewujudkan pandangan Presiden AS ke-26, Theodore Roosevelt, bahwa A man who has never gone to school may steal from a freight car, but if he has a university education, he may steal the whole railroad (orang yang tak pernah mengenyam pendidikan di sekolah hanya bisa mencuri isi mobil angkutan. Tetapi, orang yang mengenyam pendidikan di universitas, bisa mencuri seluruh jaringan rel kereta api).
       
Celakanya lagi, di negeri ini rakyat kecil pelaku pencurian kecil-kecilan yang tidak sekolah, seperti kasus nenek Rasmiah (55 tahun) yang mencuri piring, penegakan hukumnya tegas dan tajam. Sementara kasus-kasus korupsi yang melibatkan para elite politik, sarjana, dan konglomerat, penegakan hukumnya kabur dan tumpul. Para penegak hukum yang menangani kasus-kasus itu juga para sarjana yang tentu memiliki kecerdasan intelektual. 
       
Kita juga menyaksikan fakta pelaku kejahatan korupsi yang menyengsarakan rakyat jelata adalah orang-orang yang taat beribadah dan tekun beragama. Tetapi, semua kegiatan rohaniah spiritual mereka seakan-akan tidak diimplementasikan dalam kehidupan di luar tempat ibadat dan kampus. Dunia pendidikan menghasilkan para sarjana yang cerdas secara intelektual, namun miskin moral.

Sebagai bangsa, kita sedang mengalami krisis spiritualitas. Kandungan nilai-nilai Pancasila terabaikan. Bangsa kita pun kering kerontang dan mati suri dalam kehidupan keseharian sebagai satu bangsa dan negara. Ini tecermin dalam menjalankan profesi, pekerjaan, yang hanya mengejar kepentingan materi dengan menghalalkan segala cara tanpa mengindahkan nilai-nilai kultural, moral, dan spiritual. Profesi tidak lagi dipahami, dihayati, dan diamalkan sebagai suatu panggilan (a calling). 
       
Karena itu, pantas jika koruptor dikatakan sebagai “iblis” berdasi. Mereka tak segan-segan “menggarong” uang Negara. Rakyat sudah muak dan bosan mendengar elit politik melakukan korupsi. Bahkan, penegak hukum juga demikian, sungguh ironis sekali jika para pemimpin di negeri ini perilakunya seperti iblis.
       
Ini harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah dan komisi pemberantasan korupsi. Tanpa ketegasan pemerintah, kebebasan, kemerdekaan, keadilan dan harkat martabat manusia pasti merana dan mati. Karena diperkosa oleh iblis berdasi yang tak punya hati nurani. Tak kalah penting, dunia pendidikan juga harus memberikan kontribusi untuk memberantas korupsi. Lewat penanaman nilai Pancasila, diharapkan pemuda bangsa akan menjauhi korupsi.

Lima Nilai
       
Novelis dan penyair Inggris, Clive Staples Lewis pernah menyatakan bahwa pendidikan tanpa mengajarkan nilai-nilai seperti Pancasila, seberapa pun manfaatnya, hanya akan menjadikan manusia a more elever devil (iblis yang lebih pintar). Ini pun berlaku bagi para sarjana yang tidak berfundamen nilai-nilai kebenaran. Oleh karena itu, setiap sarjana perlu menanamkan lima nilai pada dirinya. 
       
Pertama, persistency value (nilai gigih) yang memberikan daya dan semangat juang pantang menyerah untuk mencapai tujuan. Kedua, exellence value (nilai unggul) yang menjadikan tangguh dalam perjuangan mencapai impian dan cita-cita. Ketiga, creative value (nilai kreatif) yang memberikan daya dan energi inovatif konstruktif dalam berkarya, mencipta, dan mengatasi segala persoalan, kesulitan dan tantangan hidup. Keempat, care value (nilai kepedulian), yang melandasi keutuhan kemanusiaan dengan landasan kegairahan compassion (belas kasih). Kelima, integrity value (nilai integritas), yang menunjukkan karakter keutuhan nilai-nilai moral, kejujuran, komitmen dan tanggung jawab dalam segala sikap dan perilaku dalam berkarya.

Ketegasan Pemerintah 
       
Nilai-nilai itu harus merasuki jiwa raga para sarjana dan harus selalu terekspresi dalam seluruh karya dan kehidupan di tengah masyarakat untuk menangkal kemungkinan terjadinya krisis spiritualitas dalam berkarya.
       
Namun, para pemimpin di negeri ini sudah bergeser ke arah pragmatisme hedonisme. Jangankan berkarnya untuk bangsa, menjalankan tugas sesuai tugasnya pun tak pecus. Lalu, bagaimana bisa Indonesia akan bebas dari para iblis yang duduk di kursi pemerintahan? Ini membutuhkan keseriusan dan ketegasan pemerintah.
       
Selama ini, pemberantasan korupsi di negeri ini masih setengah hati. Buktinya, sampai hari ini korupsi masih merajalela. Oleh karena itu, inti pemberantasan korupsi adalah “ketegasan pemerintah/KPK” untuk menindak tegas koroptor. Selain itu, para elit politik juga perlu berbenah dan sadar untuk menjalankan amanat Pancasila dan UUD 1945. Jika mereka mengamalkan dua hal itu, penulis yakin elit penguasa akan menjadi malaikat, bukan menjadi iblis. Semoga. Wallahu a’lam. (**) 

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Iblis Berwajah Koruptor Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda