Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Friday 21 September 2012

Nilai FIlosofis PON XVII



Oleh:  Hamidulloh Ibda
Tulisan ini dimuat di Koran Metro Siantar, Kamis 20 September 2012

Sejak awal persiapan PON XVIII hingga hari ini sangat menguras energi panitia dan pemerintah, baik energi lahir maupun batin. Secara lahiriah, kekayaan masyarakat Riau terkuras. Kita tak tahu berapa total uang tersedot untuk PON. Sulit menghitungnya. Kisruh tentang berapa total anggaran pembukaannya saja sampai hari ini masih terjadi. Konon acara pembukaan mencapai Rp100 miliar. Yang jelas, secara material uang rakyat Riau digunakan ratusan miliar dan bahkan triliuanan untuk PON.

Berbagai program prioritas pembangunan untuk rakyat Riau harus ditunda demi PON. Anggaran pembangunan untuk rakyat di berbagai instansi berkurang demi mendukung PON. Secara batiniah, PON telah mengguncang jiwa rakyat Riau dengan adanya berbagai kasus korupsi terkait anggaran PON.

Manifestasi Nilai Filosofis Olahraga
Namun, apakah hati orang Riau memang pro-PON? Jangan-jangan demam PON dalam artian yang sesungguhnya tidak terlalu dirasakan orang Riau. Tetapi justru demam KPK yang lebih tinggi dari pada demam PON akibat terkuaknya beberapa kasus korupsi dalam PON. Demam PON menyebabkan demam KPK. Mengerikan.
Pengorbanan lahir dan batin orang Riau untuk PON tidak boleh sia-sia. PON itu pasti terjadi. Kalau tak terjadi, Riau “tamat”. Secara moral, PON harus dimaknai agar PON bersifat transformatif  bagi peningkatan nilai-nilai kemanusian dan memberikan kontribusi positif bagi peradaban. Artinya, orang Riau semakin beradab dengan adanya PON. Sebaliknya, jangan sampai PON membuat orang Riau semakin biadab. Agar PON memberikan kontribusi positif bagi peradaban, kita perlu memahami dan meningkatkan kesadaran kita tentang nilai-nilai kemanusian yang terdapat dalam olahraga.
Pertama,  harmonisasi lahir dan batin. Nilai universal olahraga yang paling utama adalah keseimbangan lahir dan batin dalam diri manusia. Olahraga tidak hanya berkaitan dengan dimensi fisik manusia. Performa fisik dalam olahraga digerakkan oleh batin yang terdapat diri manusia. Secara kasat mata memang terlihat aktivitas olahraga dalam bentuk fisik. Kegiatan olahraga sesungguhnya merupakan manifestasi dari eksistensi manusia seutuhnya yang memiliki jiwa dan raga. Ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan Olimpiade Kuno, yakni menciptakan manusia yang sempurna.
Kesadaran pentingnya olahraga bagi manusia perlu terus ditingkatkan sebab kecenderungan disharmonisasi lahir dan batin dalam kehidupan manusia semakin merugikan manusia yang hidup di era digital. Teknologi digital membuat manusia semakin malas untuk menggerakan organ fisiknya.
Padahal gerak fisik itu sangat penting untuk kesehatan manusia. Teknologi digital telah memanjakan manusia sehingga gerak fisik manusia semakin berkurang. Manusia larut dengan kemudahan-kemudahan yang disediakan teknologi digital. Akibatnya, penyakit yang diakibatkan kurangnya gerak fisik semakin mengancam kesehatan manusia.
Kedua, nilai persaingan dalam persaudaraan (competitiveness in brotherhoodness). Secara sosial olahraga mengedepan nilai persahabatan. Meskipun dalam pertandingan olahraga selalu ada kompetisi, nilai persaudaraan tetap dijunjung tinggi. Kompetisi tidak menghancurkan nilai persaudaraan sehingga tidak ada alasan persaingan dalam olahraga menyebabkan permusuhan. Bila ada perkelahian akibat kekalahan dalam olahraga berarti nilai persaudaraan telah direduksi.
Semangat berkompetisi dengan sesama manusia sangat positif untuk meningkatkan kapasitas diri. Ini perlu dikembangkan agar kehidupan manusia lebih dinamis. Adanya “lawan” dalam pertandingan olahraga merupakan motivasi utama untuk meningkatkan kemampuan. Bertanding atau berkompetisi tidak membuat manusia bermusuhan meskipun dalam pertandingan olahraga adanya kondisi “menang-kalah”. Kondisi menang-kalah harus dimaknai secara benar agar tidak menimbulkan permusuhan.
Kalah-menang hanya suatu indikator untuk mengukur kemampuan orang yang bertanding. Menang-kalah tidak dimaknai dalam konteks perang, yakni yang menang menguasai yang kalah. Hubungannya tidak bersifat hegemonik. Artinya, yang menang tidak menindas yang kalah. Hubungan menang-kalah bersifat humanistik dan bertujuan untuk saling meningkatkan kemampuan. Konflik dan permusuhan harus dijauhkan dari olahraga sebab olahraga bertujuan untuk membangun persaudaraan di antara manusia.
Ketiga, nilai sportivitas. Nilai sportivitas secara khusus berasal dari istilah sport atau olahraga. Sportivitas bermakna jujur, disiplin, taat aturan, ksatria dan pengakuan terhadap kemenanangan atau kekalahan. Sikap sportif sangat ideal dalam kehidupan manusia. Alangkah indahnya proses politik di Indonesia jika menjunjung tinggi nilai sportivitas. Carut-marut pemilihan pemimpin di Indonesia bisa diperbaiki bila rakyat dan calon pemimpin dapat mengaplikasikan nilai sportivitas. Bila sportivitas dikedapankan maka kekalahan dalam pertarunga politik tidak menimbulkan konflik. Persaingan dalam politik hanya sebuah permainan sehingga bila ada yang kalah dan menang dalam permainan itu harus diterima dengan lapang hati.
Orang yang menang tidak merendahkan yang kalah dan orang yang kalah mengakui kemampuan yang menang. Salah satu nilai sportivitas dalam olahraga yang sangat penting dan urgen diterapkan dalam kehidupan di Indonesia  kejujuran. Keempat, nilai kerjas keras dan ketekunan. Prestasi yang diraih dalam olahraga pasti diraih dengan kerja keras dan ketekunan. Kemenangan memerlukan masa latihan yang panjang. Seorang olahragawan membutuhkan waktu yang panjang untuk meningkatkan kemampuannya menjadi sang juara. Berlatih dengan keras dan tekun merupakan modal utama dalam olahraga.
Alangkah hebatnya hidup kita bila kita mampu bekerja keras dan tekun dalam menjalankan peran kita. Ketekunan seorang pelajar akan membuatnya menjadi pelajar yang cerdas, kreatif dan berhasil meraih prestasi. Ketekunan seorang karyawan akan meningkatkan kinerja dan penghasilannya. Ketekunan rakyat, akan memperkuat kapitasnya dalam masyarakat. Ketekunan seorang pemimpin akan menghasilkan kualitas kepemimpinan yang tangguh, membumi dan memberikan manfaat bagi  masyarakat. Wallahu a’lam. (**)
Penulis adalah Direktur Eksekutif HI Study Centre, Peneliti di Centre for Democracy and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Nilai FIlosofis PON XVII Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda