Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Saturday 27 October 2012

Menindak Tegas Pelaku Tawuran



Oleh Ida Pitalokasari
Sekretaris HI Study Centre IAIN Walisongo Semarang
Tulisan ini dimuat di Jurnal Nasional, Sabtu 27 Oktober2012
DIAKUI atau tidak, tawuran di kalangan pelajar semakin melampaui batas. Kalau melampaui batas, dari hanya sekadar kenakalan remaja jadi pembunuh maka harus disikat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kali ini serius menangani kasus tawuran di negeri ini yang menelan dua korban jiwa beberapa hari lalu. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh menyatakan, kasus tawuran mematikan tidak bisa hanya dihadapkan pada satu konteks pelaku masih anak-anak

Sebelumnya, menurut pemberitaan di media massa, Mendikud setuju jika pelajar yang melakukan tindak kriminal tinggal di balik jeruji usai menjalani pengadilan. Ia berkeyakinan jika anak-anak yang melakukan tindak kriminal harus diberikan shock therapy. Mendikdbud meyakini bahwa hal itu akan menjadi shock therapy bagi yang lain kalau dimasukkan ke “prodeo university‘ atau sekolah prodeo. Shock therapy akan jauh lebih efektif untuk memberikan efek jera dibandingkan menghentikan penerimaan siswa di sekolah yang bersangkutan.
Tindak Tegas
Maraknya aksi tawuran yang terjadi di Jakarta akhir-akhir ini membuat Polda Metro Jaya berpikir ekstra untuk mengatasi masalah tawuran. Polda Metro Jaya menginstruksikan kepolisian sektor (Polsek) memperketat pengawasan di titik lokasi rawan tawuran. Karena itu, pihak kepolisian harus menindak tegas pelaku tawuran. Meski pelaku masih di bawah umur, sanksi hukuman yang sama akan dikenakan kepada pelaku.
Kalau dari polisi jelas dan menindak tegas, pasti aksi tawuran tak menjamur. Jadi, tidak ada lagi menyayangkan atau meringankan pelaku. Kalau faktanya dia sudah melakukan kejahatan tidak lagi bicara dia pelajar. Aksi tawuran pelajar ini tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga telah meresahkan warga. Tidak jarang, aksi tawuran ini menimbulkan korban jiwa hingga kerugian material.
Tak hanya kepolisian, dalam mengatasi tawuran juga diperlukan peran dari sekolah, keluarga dan alumni. Seperti diketahui aksi tawuran antarpelajar di Jakarta telah dirasa meresahkan. Aksi kekerasan di kalangan pelajar ini tidak hanya terjadi di lingkungan sekitar sekolah saja, tetapi juga tersebar di sejumlah lokasi yang menjadi fasilitas publik seperti jalan raya. Bahkan belakangan aksi yang terjadi telah menyebabkan korban jiwa.
Dalam konteks ini, Kemendikbud dan Kepolisian harus menindak tegas semua pelaku tawuran, baik itu yang berasal dari kalangan pelajar atau pun yang lainnya. Seharusnya, polisi tidak ragu-ragu menindak tegas para pelajar yang terlibat tawuran. Apa yang terjadi di Jakarta, sudah melampai batas kewajaran perilaku normal seorang pelajar. Karena itu, sanksi tegas perlu diterapkan sambil memperhatikan hak pelajar sebagai anak-anak.
Menurunkan Status Sekolah
Di sisi lain, sekolah diancam sanksi penurunan status sekolah jika siswanya terlibat dalam tawuran. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, pihaknya tengah memikirkan kemungkinan sanksi administratif tersebut menyusul kembali terjadinya kasus tawuran antara siswa SMAN 70 dan SMAN 6 di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan (Kompas, 26/9/2012).
Mungkin sekolah-sekolah seperti itu akan diberikan sanksi. Kalau yang selama ini status sekolahnya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), maka akan kita turunkan menjadi non-RSBI. Musliar menyatakan, sanksi tegas ini menjadi salah satu upaya Kemendikbud untuk memunculkan rasa penyesalan dari pihak sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru sampai siswa. Dengan demikian, kejadian serupa tak akan terulang lagi di kemudian hari. Hal itu juga untuk membuat anak-anak sekolah berpikir bahwa kejahatan yang mereka lakukan hanya akan merugikan pihak sekolah, teman-temannya yang tidak terlibat, dan tentu dirinya sendiri.
Kementerian harus membentuk tim khusus untuk memantau situasi di SMAN 6 dan SMAN 70 pasca-terjadinya tawuran dan akan mulai bekerja tiga hari ke depan. Tim bertugas melakukan pemantauan serta melakukan pembahasan untuk mencari solusi bagi kedua belah pihak agar terwujud hubungan yang harmonis. Tim khusus ini harus bekerja day to day memantau perkembangan kedua sekolah itu pasca-tawuran.
Mengurai Akar Masalah
Akar masalah kekerasan pun semakin beragam. Kendati semuanya bermuara pada satu masalah utama, yakni tersumbatnya jalur komunikasi dalam memecahkan masalah. Satu demi satu berbagai persoalan mengemuka, seperti tawuran pelajar atau pelanggaran HAM. Konflik industrial perburuhan, konflik atas nama agama, konflik perebutan aset sumber daya alam, premanisme, kekerasan terhadap anak, pemerkosaan, dan konflik-konflik lain yang berujung pada kekerasan.
Berbagai fenomena kekerasan tersebut menunjukkan peran pemerintah semakin melemah dalam menciptakan harmoni kehidupan berbangsa. Bahkan dapat dinilai pemerintah seolah tidak memiliki kemauan politik untuk mengatasi masalah mendasar akar kekerasan. Itu dapat dilihat bahwa intensitas kekerasan yang semakin meningkat dan menyebar ke seluruh penjuru Tanah Air.
Yang dikhawatirkan, kekerasan menjadi membudaya dan menjadi pola satu-satunya pemecahan masalah. Kondisi ini tentu amat memprihatinkan karena masyarakat menilai hanya dengan kekerasan masalah bisa diatasi. Masyarakat menilai saluran hukum sudah tidak bisa lagi dipercaya menjadi jembatan mencari keadilan.
Hukum tak lagi memiliki daya untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran masyarakat. Hukum dipercaya hanya berpihak pada mereka yang memiliki kekuasaan dan harta. Hukum bisa dibeli dan diintervensi. Pasal-pasalnya mudah dibengkokkan untuk memihak. Keadilan digadaikan untuk kepentingan pribadi.
Pemilik keadilan dalam hukum hanyalah segerombolan mafia. Tak heran, kekerasan menjadi jalan pintas guna memecahkan masalah. Saluran hukum untuk mendapat keadilan sudah dikuasai mafioso. Budaya kekerasan pun meluas, baik dalam kehidupan publik maupun privat. Akibatnya rasa aman menjadi barang langka di Nusantara ini. Setiap kehidupan begitu dekat dengan aroma kekerasan.
Solusi
Kekerasan menjadi budaya masyarakat yang mereduksi tata nilai kepribadian dan mengesankan solidaritas belum sepenuhnya melahirkan saling mencintai. Dalam konteks agama, walaupun wacana pluralisme dan toleransi sudah sering dikemukakan dalam berbagai wacana publik, praktiknya tidaklah semudah yang dipikirkan dan dibicarakan.
Walaupun sudah terdapat kesadaran bahwa bangsa dibangun bukan atas dasar agama, melainkan kekuatan bersama, pandangan atas “agamaku, keyakinanku" justru sering menjadi dasar dari berbagai perilaku sehari-hari yang bermuatan kekerasan. Sekalipun masyarakat menyadari pentingnya slogan Bhinneka Tunggal Ika, praktik di lapangan tak seindah dan semudah pengucapan slogan. Masih banyak persoalan keagamaan dan kemasyarakatan di Indonesia yang menghantui dan menghambat perwujudan solidaritas, soliditas, dan toleransi antarumat beragama di Indonesia.
Walau sudah sering dikatakan sebagai bangsa yang sangat menghargai perbedaan dan tidak menggunakan jalan kekerasan untuk menyelesaikan masalah, di lapangan itu kerap hanya sebuah kebohongan. Begitu mudahnya menistakan perbedaan dengan cara membakar tempat suci ibadah agama tertentu, menghakimi keyakinan lain sebagai sesat, dan seterusnya.
Akar masalah dari semua ini adalah kebencian, awal mula sektarianisme. Di negeri ini sektarianisme tidak dipercaya, tapi kenyataan di lapangan justru itu yang selalu hidup dan akhirnya mengobarkan kekerasan. Ini melahirkan kegundahan. Mengapa bangsa ini begitu mudah kehilangan kesantunan, keramahan, dan penghargaan terhadap perbedaan. Mengapa bangsa mudah marah, tersinggung, merusak milik orang lain, membunuh, dan membakar? Mengapa perilaku kekerasan begitu cepat menjadi model menyelesaikan masalah?
Mungkinkah kekerasan merupakan pendangkalan pemahaman dan aktualisasi ajaran agama karena tidak ada agama mana pun mengajarkan kekerasan. Setiap agama mengajarkan hidup damai yang mudah diucapkan, tapi begitu sulit dihidupkan.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Menindak Tegas Pelaku Tawuran Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda