Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday 16 October 2012

Pelemahan KPK dan Misi Korupsi



Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Rabu 17 Oktober 2012

Benar suara kata bijak berdengung. Semakin keadilan ditegakkan, semakin banyak yang akan meruntuhkan. Semakin tinggi pohon mahoni, semakin besar badai yang akan merobohkan. Semakin tegak “bahu” KPK, semakin berat beban dan tantangan yang dipikul di pundak KPK. Semakin tinggi jangkauan tangan dan kaki KPK, semakin tajam pula pisau-pisau yang ingin “memotong”.
Itulah yang sedang dialami oleh KPK. Semakin hari, KPK harus menghadapi begitu banyak tantangan yang cukup berat karena lembaga antikorupsi ini semakin gerilya memberantas dan mengungkap kasus korupsi. Tantangan dan perlawanan yang dihadapi oleh KPK memang tiada habisnya. Benarlah kata sang ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD bahwa pelemahan KPK terjadi secara sistematis dan berkelanjutan. Sistematis artinya tersusun secara rapi tanpa meninggalkan kesan yang tidak baik dan berkelanjutan artinya terus-menerus tanpa ada titik akhir. 

 
Pernyataan Mahfud memang bukan tanpa sebab. Jika kita telusuri dari masa-masa sulit yang telah dilalui oleh KPK mulai sejak dilahirkan tahun 2003, cukup banyak peristiwa yang ingin mehilangkan eksistensi KPK. Pertama, ketika Antasari Azhar (mantan ketua KPK) ditahan, banyak dugaan bahwa kasus tersebut tidak terlepas dari balas dendam para koruptor. Saat Antasari Azhar yang kini berstatus narapidana itu ditangkap, Komisi III DPR menyatakan saat itu KPK sudah tidak memiliki legitimasi lagi, sebab pimpinannya ditangkap sehingga fungsi kolektif kolegialnya telah habis.
Kedua, pelemahan KPK kembali terjadi ketika dua pimpinan KPK lainnya, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah sempat dituding menerima suap dan penyalahgunaan wewenang dalam kasus yang melibatkan Anggoro. Kasus ini juga disinyalir adalah sebuah “aksi balas dendam” oleh para koruptor baik yang sudah ditangkap maupun yang masih berkeliaran.
Ketiga, saat KPK menginginkan gedung baru kepada DPR, betapa sulitnya mereka mendapat persetujuan atas gedung baru KPK tersebut. Padahal, gedung baru itu adalah kebutuhan cukup vital karena dinilai, gedung yang ada sudah tidak cukup lagi menampung para personelnya. Peristiwa ini menimbulkan rasa simpati dari rakyat Indonesia. Sampai-sampai rakyat melakukan pengumpulan koin untuk pembangunan gedung baru tersebut.
Keempat, kasus perseteruan antara KPK dengan Polri mengenai kasus korupsi proyek Simulator SIM oleh Inspektur Jenderal Djoko Susilo menambah ”lawan” KPK. Komplikasi atas kasus ini, Polri menarik para personelnya yang bekerja di KPK. Yang terakhir, seperti terjadi saat ini, pengusulan revisi Undang-undang (UU) No. 30 tahun 2002 tentang KPK yang disinyalir akan memangkas/ membonsai kewenangan KPK, secara khusus dalam penyadapan dan penuntutan.
Misi Korupsi
Kalau kita telaah, usaha-usaha pelemahan tersebut mengindikasikan bahwa pelakunya sangat berambisi untuk melakukan korupsi. Mereka begitu bernafsu ingin menggerogoti anggaran negara demi kepentingannya sendiri. Perbuatan yang sangat mengecewakan dan menajiskan. Mereka yang adalah wakil-wakil rakyat tega-teganya ingin “menghancurkan” satu-satu harapan rakyat untuk mengungkap sindikat korupsi yang terjadi di negeri ini (yang mana rakyat saat ini mengalami krisis kepercayaan kepada keberadaan Polri dan Penegak Hukum dalam memberantas korupsi). KPK yang adalah harapan rakyat untuk memberantas korupsi, malah ingin dibungkam oleh wakil rakyat sendiri.
Pengusulan revisi UU No. 30 Tahun 2002 memang cara sistematis yang dilakukan oleh DPR. Mereka memanfaatkan kesempatan atas momen yang terjadi. Dengarkanlah komentar beberapa anggota DPR terkait revisi UU tersebut. Mereka mengatasnamakan harmonisasi dan integrasi dengan adanya revisi UU ini. Mereka beralasan, semangat utama merevisi Undang-Undang KPK adalah mengintegrasikan proses penegakan hukum antara KPK dan dua lembaga penegakan hukum lainnya, yaitu kejaksaan dan kepolisian. Mereka mencontohkan, polemik penanganan kasus korupsi pengadaan simulator alat uji surat izin mengemudi adalah salah satu contoh koordinasi yang kurang baik. Sebuah alasan yang tak masuk akal lagi tak masuk hati nurani.
DPR seharusnya merevisi perbuatan dan perilakunya. Kesalahan bukan pada undang-undangnya, tetapi pada perilaku dari pelaku koruptor. DPR seharusnya membenahi dan memperbaiki citra buruk yang selama ini kelam di mata rakyat. Banyak perilaku DPR yang menyimpang dari amanah yang harus mereka pegang dan laksanakan. Bila kita mengingat-ingat berbagai perilaku DPR di masa-masa yang lalu, sungguh sangat melukai dan menyakiti hati rakyat.
Jika DPR dapat menjamin bahwa mereka bersih dari korupsi, tak perlu ada revisi tersebut. Dan jika memang DPR berniat memperbaiki hubungan KPK dan Polri atau KPK dan Kejaksaan, revisi tersebut tak dapat diterima, alias gak nyambung. Jika mereka DPR serius "mendamaikan" lembaga-lembaga tersebut, banyak cara elegan yang dapat dilakukan. Misalnya, mengajak ketiga lembaga tersebut duduk bersama, mencari solusi atas perseteruan, memberikan motivasi-motivasi agar lebih baik lagi kinerja lembaga-lembaga tersebut dalam melayani masyarakat. Itu baru OK. Revisi UU No. 30 Tahun 2002 justru ingin “membunuh” KPK secara perlahan-lahan. Inikah yang dinamakan dukungan kepada KPK?
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Pelemahan KPK dan Misi Korupsi Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda