Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Saturday 13 October 2012

Menindaklanjuti Pidato SBY



Oleh Hamidulloh Ibda
Tulisan ini Dimuat di Koran Pagi Wawasan, Rabu 10 Oktober 2012

Pertikaian KPK dan Polri membuat jenuh dan muak rakyat Indonesia. Dan setelah ditunggu-tunggu, akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan sikapnya bahwa penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan simulator alat uji surat izin mengemudi (SIM) yang melibatkan pejabat di Korps Lalu Lintas Mabes Polri harus “ditangani KPK.” Namun, ketegasan itu seharusnya bukan hanya sekadar pidato atau lewat kata-kata saja. Dalam menangani pertikaian KPK-Polri, Presiden harus bersikap “lebih tegas lagi” terhadap apa yang telah ia putuskan dalam pidatonya.
Jika rekomendasi SBY tak ditindaklanjuti, berarti sama saja hal itu “omong kosong”. Pasalnya, masih banyak pekerjaan rumah untuk menuntaskan pertikaian KPK-Polri. Sebenarnya, seorang Presiden tak perlu “dikritik”, namun ia harus tegas dan bijaksana dalam menindak KPK-Polri. Kenapa demikian? karena hal itu sudah menjadi tugas dan kewajibannya.

 
Menindaklanjuti
Dalam pidatonya, SBY menyampaikan “lima solusi” untuk mengakhiri polemik KPK-Polri. Lima solusi itu terkait sejumlah hal pemicu konflik. Di antaranya, kasus simulator ujian SIM dengan tersangka Irjen Djoko Susilo diserahkan ke KPK, penanganan kasus Novel yang dinilai Presiden tak tepat timing dan caranya, rentang waktu penyidik Polri di KPK yang perlu diatur ulang, revisi Undang-Undang KPK dinilai belum tepat dilakukan saat ini, dan perintah KPK-Polri untuk memperbarui MoU, sehingga peristiwa seperti ini tak lagi terulang (Kompas, 9/10).
Sebenarnya, keputusan Presiden dan Kapolri serta KPK bahwa kasus simulator SIM diserahkan kepada KPK sudah tepat. Pasalnya, jika ditangani kepolisian, “ibarat jeruk makan jeruk”, karena akar masalah ada di tubuh jajaran kepolisian. Maka dari itu, semua pihak baik pimpinan KPK, Kapolri, pemerintah dan masyarakat harus andil dalam mengawasi penuntasan kasus yang melibatkan Irjen Djoko Susilo tersebut. Salah satunya yaitu ikut mengawal realisasi lima point rekomendasi pidato SBY.
Karena itu, pemerintah, KPK, Polri harus menindaklanjuti, mengawal, serta menerima dengan bijaksana lima point tersebut. Dalam hal ini, KPK-Polri harus dewasa, terutama Polri. Pasalnya, Polri dinilai “kalah”, dan KPK dinilai “menang” atas rekomendasi SBY. Maka, yang berperan utama dalam mengawal ini sebenarnya pemerintah. Jika KPK-Polri bertikai lagi, dan tak mau menerima dan menjalankan lima point tersebut, maka lebih baik KPK-Polri diselesaikan secara hukum. Jika masih bertikai, maka kedua lembaga itu lebih baik “dibubarkan” saja.
Polri Harus Legowo
Polri harus legowo melepas penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan simulator kemudi di Korlantas Polri. Ini karena SBY menggariskan, kasus dengan tersangka mantan Kepala Korlantas Irjen Pol Djoko Susilo lebih tepat ditangani KPK.
Sebelumnya, pimpinan KPK-Polri telah melakukan pertemuan untuk mencari solusi atas konflik kedua institusi. Pertemuan yang difasilitasi Mensesneg Sudi Silalahi itu juga dihadiri Presiden (Sindo, 8/10). Namun, Polri juga belum legowo, dan akhirnya SBY melakukan pidato untuk menelurkan titik terang antara KPK-Polri. Dalam pidatonya, Presiden menilai konflik KPK-Polri berkembang ke arah tak sehat. Menurutnya, tiga masalah menjadi pemicu konflik KPK-Polri. Pertama, perbedaan pandangan tentang siapa yang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator kemudi di Korlantas Polri.
Kedua, perbedaan pandangan tentang penugasan penyidik KPK yang berasal dari Polri. Ketiga, insiden 5 Oktober 2012 seputar rencana elemen Polri menegakkan hukum terhadap seorang perwira Polri yang bertugas sebagai penyidik KPK yang diduga melanggar hukum di waktu yang lalu.
Presiden juga merespons soal rencana revisi UU KPK yang dilakukan DPR. Menurut dia, pemikiran dan rencana revisi itu sepanjang untuk memperkuat dan tak memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Namun, dia berpendapat, rencana tersebut ini tak tepat dilakukan, terlebih rencana itu bergulir bertepatan dengan penarikan penyidik KPK asal Polri, sehingga menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
Terlepas dari itu, yang terpenting, dalam hal ini Polri harus legowo menerima rekomendasi SBY. Jika Polri masih merasa berhak menangani kasus simulator SIM, maka sama saja Polri memperkeruh keadaan, dan hal itu pasti dikutuk masyarakat. Seharusnya, Polri juga berfikir arif dan bertindak santun. Pasalnya, tindakan Polri terhadap KPK selama ini dinilai “kurang etis” dan melemahkan KPK. Karena itu, Polri harus legowo dan menerima apa adanya tentang rekomendasi dari pidato SBY. Hal itu justru menunjukkan citra baik bagi Polri, serta menjadi jalan terang menghentikan pertikaian dengan KPK.
Selain itu, KPK juga harus segera mengambil langkah koordinasi lanjutan dengan Kapolri menyusul keluarnya pernyataan Presiden. Koordinasi tersebut menyangkut penanganan kasus dugaan korupsi Simulator SIM Korlantas Polri. Yang terpenting, KPK-Polri harus melaksanakan rekomendasi pidato SBY. Wallahu a’lam.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Menindaklanjuti Pidato SBY Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda