Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Wednesday 26 December 2012

BBM dan Kepentingan SBY 2014


Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Jumat 14 Desmber 2012
Pengelolaan manajemen bahan bakar minyak (BBM) di negeri ini harus segera dibenahi. Pasalnya, banyak sekali persoalan muncul atas manajemen yang bobrok atas pengelolaan manajemen BBM. Hal itu sudah dilakukan oleh pemerintah, meskipun belum berjalan maksimal. Untuk membantu pemerintah terkait kebijakan perekonomian nasional, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang terdiri atas teoretisi dan praktisi ekonomi di bawah pimpinan Chairul Tandjung. KEN bertemu setiap minggu membahas masalah-masalah ekonomi yang strategis maupun merespons isu-isu nasional yang sedang berkembang seperti isi upah buruh dan outsourcing. Hasilnya, disampaikan langsung kepada presiden selaku user. 

 
Sebagai kepala pemerintah, SBY tak mempunyai kewajiban untuk melaksanakan setiap saran atau masukan KEN. Sama halnya dengan saran Dewan Pertimbangan Presiden: lebih banyak saran dan pertimbangan Wantimpres yang dilempar ke tong sampah, sehingga Buyung Nasution mantan anggota Wantimpres marah-marah dan menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku.
Menaikkan Harga BBM?
Salah satu saran KEN kepada SBY, pemerintah segera menaikkan harga BBM. Pemerintah sebetulnya sudah lama menyetujui usul tersebut, tapi SBY tidak setuju. Hanya presiden yang tidak setuju. Kenapa? Usut punya usut, SBY rupanya takut terhadap dampak sosial-politik kenaikan harga BBM. Jangan lupa, pemilihan umum semakin dekat. Pemikiran ini pun sulit dimengerti. Bukankah SBY tidak bisa mencalonkan lagi dalam pemilihan presiden 2014? Lalu, apa yang ditakutkan SBY?
Semenjak ramai-ramai di DPR beberapa bulan lalu – lengkap dengan demonstrasi mahasiswa yang nyaris anarkistis – memprotes rencana pemerintah menaikkan harga BBM, sikap pemerintah sungguh membingungkan. Di satu sisi, pemerintah “cengeng” tidak ubahnya seperti anak kecil yang terus menangis karena permennya diambil kakaknya; tapi di sisi lain, pemerintah tidak berani bertindak.
Di satu sisi, pemerintah mengatakan APBN berdarah-darah karena subsidi BBM yang terus membengkak; di sisi lain, pemerintah terkesan tidak berdaya melakukan tindakan penyelamat, kecuali mengimbau dan mengimbau agar orang kaya tidak lagi membeli BBM bersubsidi, suatu imbauan yang tidak pernah efektif. Sejumlah petinggi pemerintah, termasuk Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan, malah memberikan semacam jaminan kepada masyarakat bahwa pemerintah belum akan menaikkan harga BBM. Pemerintah akan berusaha mencari pos lain untuk menutup ketekoran akibat subsidi BBM yang semakin membengkak.
Kuota Habis?
Kenyataan inilah yang membingungkan masyarakat. Marilah kita simak beberapa angka berikut.  Kuota konsumsi BBM bersubsidi tahun ini semula dipatok 40 juta kl senilai Rp 137,38 triliun. Angka itu kemudian meningkat menjadi 44,04 juta kl atau Rp 153,38 triliun. Kuota ini diperkirakan habis pada 24 Desember 2012 sehingga akan terjadi kenaikan kuota 1,2 juta kl hingga akhir tahun menjadi 45,24 kl senilai Rp 159,4 triliun.
Menjelang tutup tahun, beberapa petinggi pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak membeli BBM bersubsidi.  Dikatakan juga bahwa pasokan BBM bersubsidi akan dikurangi. Tanggal 2 Desember 2012 ditetapkan Hari Tanpa BBM Bersubsidi. Tampaknya, pada hari itu, seluruh SPBU tidak akan menjual Premium. Bahkan, diam-diam di semua SPBU Jakarta, sejak akhir pekan lalu dikurangi pasokan BBM-nya.
Pada umumnya, setiap SPBU biasanya dipasok 60.000 liter pada pagi hari dan sekitar 15.000 liter pada sore hari. Kini pasokan Premium hanya 30.000 liter pada pagi hari dan sore hari sama sekali tidak ada tambahan pasokan. Cerita di beberapa SPBU yang saya “selidiki” tidak berbeda. Di banyak daerah dari Sabang sampai Merauke, Premium kosong di banyak pompa bensin. Kalau pun ada, terjadi antrean sangat panjang.
Inikah solusi yang diambil pemerintah menghadapi ledakan subsidi BBM? Yakni mengurangi pasokan Premium secara drastis dan memaksa masyarakat mengonsumsi Pertamax. Solusi ini amat tidak adil.  Solusi terbaik dan tidak menimbulkan “kerisauan” publik adalah menaikkan harga Premium, katakanlah 30 persen. Dengan kenaikan sebesar itu, subsidi BBM pasti akan berkurang signifikan. Cara ini lebih adil karena menurut pemerintah hanya orang kaya yang menikmati BBM bersubsidi.
Jika harga Premium dinaikkan dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 akan tercapai semacam “win-win solution”. Kedua pihak;  masyarakat dan pemerintah sama-sama berkorban. Bahwa pemerintah masih harus memberikan subsidi kepada rakyat setelah Premium dinaikkan menjadi Rp 6.000, hal itu wajar sekali.  Harga BBM saat ini belum bisa dilepas sesuai harga pasar internasional. Jika dilepas bebas, rakyat niscaya akan berontak. Situasi kaos pasti bisa dihindarkan.
Memangkas pasokan sehingga terjadi kelangkaan Premium di mana-mana jelas bukan solusi yang efektif juga. Masyarakat yang kecewa, kesal dan marah, tidak mustahil pada tingkat tertentu akan melakukan tindak anarkistis dan kekerasan sebagai pelampiasan atas kejengkelan dan kemarahannya.  Masalahnya, SBY tidak berani menaikkan harga BBM. Barangkali ia takut Partai Demokrat dan penggantinya akan babak belur pada Pemilu 2014.
Inilah salah satu karakter kepemimpinan presiden kita: takut mengambil risiko ketika hendak mengambil kebijakan kontroversial; padahal kebijakan itu sudah disarankan sangat kuat oleh para pembantu ekonominya. Dalam hal ini, SBY memang berbeda jauh dibandingkan Pak Harto.
Tahun 1983 sampai 1985 Presiden Soeharto beberapa kali mengatakan bahwa pemerintah tidak bermaksud menaikkan harga BBM. Tapi, harga minyak di tingkat internasional terus membubung sehingga subsidi BBM makin membengkak. Tahun 1986 beberapa pembantu ekonomi Pak Harto menghadap dan menceritakan situasi sulit yang dihadapi pemerintah sehubungan dengan makin tingginya harga minyak di pasar internasional.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: BBM dan Kepentingan SBY 2014 Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda