Tulisan Ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Rabu 5 Desember
2012
Setelah melalui
seleksi yang dilakukan, akhirnya Komisi Pemlihan Umum (KPU) mengumumkan
partai-partai yang berhak dan tak berhak ikut dalam Pemilu 2014. Ada 16 partai
yang lolos seleksi, dan ada 18 partai yang tak lolos. Dengan hasil yang
demikian maka dalam pemilu yang akan datang jumlah peserta tidak terlalu banyak
dibanding dengan Pemilu 1955, Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009. Enam
belas partai sepertinya tidak akan membuat repot pelaksana pemilu dan tak
membuat bingung rakyat dalam memilih, sehingga suara yang hilang pun akan
semakin tipis.
Namun kalau kita
cermati dari hasil seleksi yang dilakukan KPU menunjukan bahwa partai yang
lolos dan ikut dalam Pemilu 2014 adalah partai-partai itu-itu saja, alias loe
lagi-loe lagi. Dengan peserta pemilu itu-itu saja membuat kita pesimis bahwa
akan terjadi perubahan di tahun 2014. Peserta Pemilu 2014 tidak beda jauh
dengan peserta Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009. Lihat saja dalam
pemilu yang akan datang ada Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PPP, PAN, dan
PKB. Partai-partai itu dalam pemilu sebelumnya juga telah hadir.
Partai-partai seperti
Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PPP, PAN, PKB, bisa lolos harus diakui
karena berdiri sudah lama, memiliki jaringan yang mapan dari pusat hingga
tingkat desa, memiliki sumber daya manusia atau pengurus yang terregenerasi,
dan pastinya memiliki dana yang banyak sehingga mampu menjalankan operasional.
Sedang partai yang tak lolos bisa jadi keberadaannya kebalikan dari partai yang
lolos, dana tidak ada, sumber daya manusia atau pengurus kurang, dan ada yang
berdiri setahun yang lalu. Bagaimana bisa kokoh berdiri dari Sabang sampai
Merauke kalau tidak ada duit untuk membentuk kepengurusan.
Hasil seleksi partai
yang dilakukan oleh KPU membuat kita kecewa. Kita pesimis dengan wajah
Indonesia di tahun 2014 akan berubah selama partai-partai yang lolos
seleksi itu tidak mengubah perilakunya. Selama mereka hidup sebagai partai,
kehadiran mereka seperti yang tidak kita harapkan, kehadiran mereka terkadang
menambah keruwetan dan tidak menegakkan semangat reformasi. Semangat reformasi
adalah semangat yang berupaya untuk mengikis korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
Parpol Lawas
Partai yang ada tidak
mampu mengemban semangat reformasi sehingga semangat pemberantasan korupsi maju
mundur dan tidak maksimal. Buktinya mereka hendak merevisi UU KPK meski
akhirnya batal, ada pula dugaan anggota DPR memeras BUMN, dan banyak yang
tertangkap tangan oleh KPK. Perilaku ini terkadang tidak hanya untuk
kepentingan perorang namun juga demi kepentingan keuangan partai. Ketika partai
sebagai saluran aspirasi masyarakat tidak mampu melaksanakan semangat reformasi
maka yang terjadi ya seperti saat ini, berita korupsi setiap saat muncul di
televisi dengan pelaku anggota partai yang duduk di lembaga legeslatif atau
eksekutif.
Lolosnya ke-16 partai
dan tak lolosnya ke-18 partai dalam Pemilu 2014, sepertinya bukan karena secara
administrasi dan di lapangan partai-partai itu memenuhi atau tidak
syarat-syarat yang ditentukan, namun bisa jadi karena KPU ‘ditekan’ oleh
partai-partai yang sekarang duduk di DPR. Tekanan dilakukan agar rivalitas
dalam pemilu yang akan datang tidak berat. Hadirnya banyak partai tentu akan
menggerus suara-suara partai yang saat ini eksis. Bila suara yang ada tergerus ke
partai-partai baru tentu mereka akan sulit lolos parlement threshold dan presiden threshold. Untuk mengamankan posisi partai dan calon presiden yang
akan diusung, partai-partai yang ada sekarang menekan KPU agar tidak banyak
meloloskan partai baru atau partai lama yang ingin ikut lagi dalam pemilu.
Tekanan ini bisa jadi dalam bentuk agar KPU membuat aturan yang lebih berat,
sulit, dan selektif. Misalnya, bila dulu mungkin hanya 70% kepengurusan di
tingkat kabupaten-kota, sekarang harus menjadi 100%.
Parpol Progresif
Terlepas parpol lama
atau parpol baru yang lolos verifikasi, yang penting ke depan merke harus
progresif dan mampu membawa perubahan untuk umat. Jika hanya sekadar mengejar
kekuasaan tanpa memiliki visi misi perubahan untuk bangsa, maka lebih baik
parpol itu “mundur sekarang” juga. Kenapa demikian? karena rakyat tak butuh
parpol yang demikian.
Apalagi, saat ini
masyarakat sudah jenuh dunia perpolitikan yang korup dan hitam. Masyarakat saat
ini membutuhkan parpol yang mampu membawa perubahan dan memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Lebih baik sedikit
parpol, namun progresif, itu lebih baik daripada banyak parpol tapi tak mampu
merubah kondisi bangsa yang saat itu bisa dikatakan tertinggal. Ini menjadi
penting, dan harus diperhatikan serius oleh semua parpol yang lolos verifikasi.
Maka dari itu, sejak
dini parpol harus berbenah diri. Mereka perlu merancang konsep perubahan untuk
rakyat, bukan sekadar berstrategi untuk merebut kekusaan. Pasalnya, fungsi
parpol tidaklah hanya sekadar merebut kekuasaan, namun juga mensejahterakan
masyarakat dan memberantas korupsi.
0 komentar:
Post a Comment