Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Sabtu 15/12/2012
Pemilihan
umum presiden tinggal dua tahun lagi. Namun, sampai saat ini, belum terlihat
calon presiden yang prospektif. Gambarannya masih “remang-remang”. Nama-nama calon
yang menjadi pembicaraan banyak orang atau yang diajukan lembaga-lembaga survei
sebagian besar adalah nama-nama lama yang pernah muncul sebelumnya. Muhammad
Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri, dan Prabowo Subianto adalah nama yang
paling sering disebut-sebut sebagai calon presiden. Di luar itu, muncul pula
nama Dahlan Iskan, Mahfud MD, Hatta Rajasa, Hidayat Nur Wahid, Sri Mulyani
Indrawati, Aburizal Bakrie, dan sebagainya.
Namun,
apakah nama-nama tersebut akhirnya dapat muncul sebagai calon presiden dalam
pemilu presiden pada 2014, itu masih harus ditunggu. Hal itu mengingat untuk
dapat muncul sebagai calon presiden, seseorang haruslah diajukan sebagai calon
presiden oleh partai politik. Itu sebabnya, tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa hanya pemimpin partai politik besar yang mempunyai peluang paling besar
untuk mengajukan diri sebagai calon presiden. Adapun yang bukan pemimpin partai
politik hanya dapat berharap partai politik mau secara resmi mencalonkan
dirinya. Demikian juga dengan pemimpin partai politik kecil.
Ketua
Partai Golkar Aburizal Bakrie, yang menggunakan akronim ARB, telah secara
terbuka menyebutkan keinginannya untuk maju sebagai calon presiden. Penetapan
Aburizal Bakrie dua tahun sebelum pemilu itu dimaksudkan agar Golkar mempunyai
cukup waktu untuk menjual Aburizal Bakrie. Pengalaman mengusung pasangan Jusuf
Kalla-Wiranto pada Pemilu Presiden 2009 menjadi contoh, jika keputusan untuk
mencalonkan presiden diambil pada saat-saat akhir menjelang pemilu presiden,
hasilnya tidak maksimal.
Sementara
itu, Megawati Soekarnoputri sampai saat ini belum menyatakan sikap apakah maju
sebagai calon presiden atau tidak. Dua kali kekalahan beruntun yang dialaminya
pada Pemilu Presiden 2004 dan 2009 membuat ia agak ragu-ragu mengajukan diri
sebagai calon presiden untuk ketiga kali. ”Kalau saya maju dan kalah lagi untuk
ketiga kalinya, bagaimana coba?” kata Megawati suatu waktu.
Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan menyerahkan sepenuhnya kepada Megawati untuk
memutuskan akan maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2014 atau tidak. Kini
keputusan berada di tangan Megawati, apakah akan maju kembali atau memilih
calon presiden lain yang memiliki peluang lebih besar? Partai Demokrat belum
menyatakan siapa yang akan diajukan sebagai calon presiden. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono sudah dua kali berturut-turut terpilih sebagai presiden,
karena itu ia tidak dapat dicalonkan lagi.
Ada
harapan partai politik besar mau mengusung calon presiden independen sehingga
pilihannya lebih luas dan tidak kembali kepada calon yang itu lagi itu lagi.
Pemilihan Wali Kota Solo Joko Widodo menjadi calon gubernur DKI Jakarta bisa
dijadikan model.
Pemimpin
Ideal
Calon-calon
presiden yang akan maju dalam Pemilu Presiden 2014 sangat penting diikuti
dengan saksama mengingat salah satu di antara mereka akan terpilih menjadi
presiden. Kita sangat mengharapkan presiden terpilih dalam Pemilu Presiden 2014
adalah seorang presiden yang ideal, tegas, berani, dan mempunyai visi yang kuat
tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jika
pada Pemilu Presiden 2014 tidak didapatkan kualitas presiden seperti itu,
dikhawatirkan bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami balkanisasi. Ironi
perpecahan seperti apa yang terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia bisa terjadi
di negara ini.
Persoalannya,
pada saat ini kita belum melihat adanya calon presiden yang memenuhi
kualifikasi seperti itu. Ada yang menganggap Jusuf Kalla, saat mendampingi
Presiden Yudhoyono sebagai wakil presiden pada tahun 2004-2009, memiliki
kualifikasi seperti itu.
Sayangnya,
ketika Jusuf Kalla pada 2009 maju sebagai calon presiden dari Partai Golkar, ia
gagal memperoleh dukungan yang diperlukan untuk menjadi presiden terpilih.
Bukan itu saja, perolehan suara Jusuf Kalla-Wiranto hanya 12,41 persen, di
bawah perolehan suara yang didapat Megawati-Prabowo sebesar 26,79 persen dan
jauh di bawah Yudhoyono-Boediono yang meraih 60,80 persen.
Tidak
jelas apa yang menyebabkan Jusuf Kalla tidak dapat meraih suara yang
diperlukannya. Partai Golkar, seperti disebutkan di atas, menganggap
terpilihnya Jusuf Kalla sebagai calon presiden pada saat-saat akhir menjelang
pemilu presiden membuat hasilnya tidak maksimal.
Kita
tidak tahu apakah anggapan Partai Golkar itu yang betul atau karena Jusuf Kalla
kurang seksi untuk dijual kepada pemilih. Jika Jusuf Kalla kembali dicalonkan
sebagai presiden pada pemilu presiden mendatang, mungkin kita akan menemukan
jawabannya. Cuma persoalannya, apakah Partai Golkar mau mengganti Aburizal
Bakrie dengan Jusuf Kalla? Itu masih harus kita tunggu.
Kita
berharap calon presiden mendatang selain tegas, berani, dan mempunyai visi yang
kuat tentang NKRI, juga seksi untuk dijual sehingga kemungkinannya keluar
sebagai pemenang sangat besar. Ini mengingat mungkin saja yang keluar sebagai
pemenang adalah calon yang seksi untuk dijual, tetapi ternyata tidak memenuhi
kualifikasi yang diperlukan. Atau, bukan tidak mungkin, calon yang memenuhi
kualifikasi kalah dalam raihan suara karena tidak seksi untuk dijual.
Sayangnya,
hingga saat ini, dua tahun sebelum Pemilu Presiden 2014, belum ditemukan
seorang calon yang secara meyakinkan dianggap memiliki kualifikasi yang pantas
untuk menjadi presiden untuk periode 2014-2019. Lalu, siapakah yang pantas
menjadi presiden RI 2014-2019? Kita tunggu saja.
0 komentar:
Post a Comment