Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Wednesday 26 December 2012

Kampanye Politik Berbasis Islam



 Oleh Hamidulloh Ibda
Tulisan ini dimuat di Radar Bangka, Rabu 12/12/2012
Islam dan Politik bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Bahkan, Rasulullah SAW dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah pada masa lalu sudah membangun  dan menjalankan sistem politik berbasis par excellence. Sistem yang dibangun Rasulullah itu merupakan sistem politik religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya, motivasinya, dan fundamental maknawi tempat sistem itu berpijak.


Dengan demikian, sistem itu menyandang dua karakter sekaligus, yaitu Islam dan politik. Pasalnya, hakikat Islam yang sempurna merangkum urusan materi dan ruhani, dan mengurus perbuatan-perbuatan manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat. 

Bahkan, filsafat umumnya merangkum kedua hal itu, dan tidak mengenal pemisahan antara keduanya, kecuali dari segi perbedaan pandangan. Sedangkan kedua hal itu sendiri, keduanya menyatu dalam kesatuan yang tunggal secara solid, saling beriringan dan tidak mungkin terpisah satu sama lain.

Fakta tentang sifat Islam ini amat jelas, sehingga tidak membutuhkan banyak kerja keras untuk mengajukan bukti-bukti. Hal itu telah didukung oleh fakta-fakta sejarah, dan menjadi keyakinan kaum Muslimin sepanjang sejarah yang telah lewat. Karena itu, berpolitik bagi umat Islam merupakan keniscayaan. Jika dunia politik di negeri ini dihuni oleh politisi busuk, maka keadaan Negara juga akan buruk. Korupsi merajalela, banyak mafia kasus, penyelewengan tugas Negara, dan sebagainya. Karena itu, umat Islam harus membenahi dan merubahnya dengan terjun ke dunia politik.

Politik Islami

Memang benar, Islam bukanlah agama yang mengharuskan pemeluknya mengurusi urusan akhirat, namun juga merupakan sebuah sistem politik (a political system). Meskipun pada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat Islam yang mengklaim diri mereka sebagai kalangan “modernis,” yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gagasan pemikiran Islam dibangun di atas fundamental bahwa kedua sisi itu saling bergandengan dengan selaras dan tak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dalam bahasa Arab politik dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Misalnya, dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sasa - yasusu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara).

Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasusu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab dikatakan; “Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (masusah) bila pemeliharanya ngengat (susah)”, artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).

Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan mereka yang berakidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, korupsi, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa.

Maka dari itu, sudah saatnya para politisi di negeri ini berbenah. Mereka harus kembali kepada Islam. Artinya, mereka harus berpolitik secara Islami yang sesuai Alquran dan Assunnah. Sesuai dengan ajaran dan perintah Rasulullah SAW. Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada Allah SWT. Sehingga ketia mereka berpolitik pasti takut berbuat  dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-33). Jika ada politisi muslim yang melakukan korupsi, pasti ia tak mengamalkan ajaran agama. Padahal, hakikat politik itu “suci dan mulia”.

Umat Islam harus kembali kepada konstitusi agama, yaitu Alquran dan Assunnah. Jika terjun ke dunia politik, mereka harus berpolitik dengan santun, jujur, amanah, dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat. Jika semua politisi muslim di Negara ini berbuat demikian, penulis yakin mewujudkan masyarakat adil makmur bukan menjadi mimpi. Jadi, sudah saatnya umat Islam berpolitik secara Islami. Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Karena hal itu sudah menjadi keniscayaan umat Islam untuk berpolitik dengan tujuan merubah nasib bangsa menuju kemakmuran. Wallahu a’lam bisshawab.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Kampanye Politik Berbasis Islam Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda