Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday 12 March 2013

Anas dan Gerbong Koruptor



Oleh Hamidulloh Ibda
Dimuat di Koran Barometer, 9/3/2013 dan di Radar Banjamasin, 3 Mei 2013



Beranikah Anas Urbaningrum blak-blakan kepada publik? Karena sebenarnya masih banyak koruptor yang hinggap di Partai Demokrat. Setelah berstatus tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, seharusnya Anas berani mengambil langkah besar dengan “membongkar fir’aun besar”. Anas harus berani dan tegas membongkar gerbong koruptor di tubuh Demokrat.

Jika ditelisik, penetapan Anas sebagai tersangka dalam kasus korupsi merupakan titik balik yang menandai kejatuhan seorang politikus muda, brilian, berbakat. Anas mampu mencapai puncak tangga kepemimpinan politik di sebuah partai dalam tempo sangat singkat. Begitu terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat pada Mei 2010. Bahkan, kemenangan Anas dianggap sangat spektakuler karena mampu mengalahkan calon unggulan yang direstui SBY bintang Anas bersinar cemerlang dan terus berpendar-pendar menghiasi langit politik Indonesia.
Nasib Anas
Akan tetapi, masa keemasan Anas berlangsung sangat pendek. Seperti permainan dalam dramaturgi politik, kejatuhan Anas berlangsung begitu dramatis. Drama kejatuhan Anas itu mengharubirukan jagat perpolitikan nasional, sama halnya ketika ia berhasil meraih jabatan prestisius sebagai ketua umum partai yang sedang memegang kendali kekuasaan.
Sungguh sayang, drama politik ini sarat dengan ironi karena Anas tersandung kasus korupsi yang membuatnya cacat moral. Padahal, integritas moral merupakan aspek paling fundamental bagi siapa pun yang menjadi tokoh publik atau memangku jabatan publik. Riwayat politik Anas yang penuh ironi berkelindan dengan Partai Demokrat yang juga sarat dengan paradoks.
Anas dan Demokrat merupakan fenomena paradoksal dalam praktik perpolitikan nasional, yang menunjukkan betapa moralitas politik telah tergerus habis tak tersisa. Paradoks Anas juga para elite politik parpol lain dan Demokrat bertumpu pada jargon politik yang diusung partai. Demokrat dengan penuh keyakinan menegaskan diri sebagai partai berbasis tiga nilai esensial: bersih, santun, cerdas.
Karena itu, seluruh kader partai dan politisi Demokrat dituntut untuk menjunjung tinggi nilai-nilai utama dan harus mendasarkan setiap tindakan dan aktivitas politik mereka pada kredo politik tersebut. Mereka pun selalu merujuk pada figur SBY sang patron utama dan tokoh sentral partai sebagai citra ideal bagi segenap kader Demokrat.
Gerbong Koruptor
Sebetulnya, banyak tunas dan “gerbong koruptor” lain yang hinggap di partai demokrat. Hanya saja, mereka belum tercium oleh KPK. Inilah yang harus ditindak tegas oleh KPK. Karena demokrat ternyata juga parpol korup. Jargon politik Demokrat sebagai partai bersih, santun, dan cerdas sangat jauh panggang dari api hanyalah “sebatas jargon kosong”. Kredo politik yang diagungkan itu justru dicederai oleh kader-kader Demokrat sendiri.
Serangkaian skandal korupsi yang melibatkan politisi Demokrat secara bergiliran menyeruak ke permukaan, terbongkar sampai ke akar bahkan menembus jantung kepemimpinan partai. Tidak mengherankan jika di tengahtengah masyarakat muncul sinisme terhadap Demokrat dengan memelintir jargon politik mereka: korupsi dengan cerdas dan santun.
 Kecerdasan untuk menelikung undangundang dan peraturan agar tidak terjerat hu kum; kesantunan untuk mengelabui masyarakat dengan menebarkan citra bersih guna meraih simpati publik. simpati publik. Saksikan, Demokrat dengan lantang membuat klaim sebagai partai antikorupsi bahkan sang Ketua Dewan Pembina kerap berpidato berapi-api, yang menegaskan komitmen dalam pemberantasan dalam pemberantasan korupsi. Namun, dalam praktik justru bertolak belakang dengan jargon partai dan retorika politik antikorupsi.
Tokoh-tokoh politik utama yang menempati posisi sentral di kepengurusan partai terlibat dalam skandal korupsi besar dengan daya magnitude politik demikian kuat. Fakta keras itu menunjukkan bahwa Partai Demokrat telah melakukan pengelabuan untuk melunakkan kata penipuan terhadap kepentingan publik yang mendambakan sebuah tata kelola pemerintahan yang bersih.
Skandal korupsi beruntun yang melibatkan para elite Demokrat bukan saja telah menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, melainkan juga memicu kemarahan publik yang selalu disuguhi perilaku tak terpuji di kalangan politisi korup. Hal yang membuat publik semakin marah adalah politisi Demokrat terus menyangkal suatu perbuatan tercela yang sudah sedemikian telanjang.
Mereka tetap bersikukuh sebagai partai bersih dan memohon permakluman publik karena pelaku korupsi bukan hanya kader-kader Demokrat. Mereka membuat political excuse bahwa parpol-parpol lain juga melakukan hal yang sama yaitu korupsi. Itulah yang dilakukan oleh Dipo Alam salah satu punggawa istana ketika ia me mublikasikan daftar peringkat kader kader parpol yang terjerat hukum karena terlibat kasus korupsi beberapa waktu lalu.
Hukum Tak Tegas
Yang aneh, kegalauan Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyikapi kemelut Demokrat makin mencemaskan. Pernyataannya yang mengharapkan Anas tak bersalah dalam kasus dugaan korupsi Hambalang, menimbulkan beragam spekulasi yang negatif. SBY dianggap mulai panik dengan langkah Anas menyeret nama keluarganya. Disebutkannya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai pihak yang ikut menerima dana Hambalang membuatnya hilang keseimbangan. Pernyataan itu bukan saja menunjukkan perubahan sikapnya terhadap Anas, tetapi lebih dari itu dapat mengancam supremasi hukum.
Dia pula yang meminta KPK menetapkan status Anas. Setelah Anas ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang yang diikuti pengunduran diri sebagai ketua umum Demokrat, SBY kemudian berharap Anas tak bersalah dalam kasus itu. Manuver ini sa-ngat mempertaruhkan kredibilitasnya. Permintaannya kepada KPK untuk segera menetapkan status Anas telah menyudutkan lembaga antirasuah itu. Meski sebelumnya pihak KPK telah menjelaskan profesionalismenya  dalam mengusut kasus Hambalang, insiden bocornya draf surat perintah penyidikan/sprindik mengundang kecurigaan keterlibatan Istana.
Implikasinya, penetapan Anas sebagai tersangka dianggap bernuansa politik, dan sejumlah tokoh terjebak offside dengan bersimpati kepada Anas. Cara SBY selaku ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat menyikapi badai di tubuh partainya telah mengorbankan banyak hal. Selain merusak kredibilitasnya sebagai kepala negara, aktingnya bagi Partai Demokrat telah menggiring tokoh-tokoh antikorupsi seperti Mahfud Md, Din Syamsuddin, dan Anwar Nasution untuk mendatangi rumah Anas guna bersimpati kepada tersangka korupsi.
Perkembangan tersebut jelas sangat merugikan persepsi pemberantasan korupsi di negeri  ini. Supremasi hukum yang mulai dibangun lewat kinerja KPK juga terkontaminasi. Terkesan, prinsip demokrasi yang dijalankan melalui Trias Politica tidak lagi dihormati. Pihak eksekutif maupun legislatif bisa mengintervensi yudikatif. Padahal, salah satu tolok ukur sukses demokrasi suatu negara adalah penegakan hukum.
Keadilan terjamin dengan lembaga yudikatif yang steril dari intervensi pihak mana pun, tak terkecuali dari presiden yang merangkap petinggi partai. Kita patut khawatir dengan adanya kecenderungan menempatkan kepentingan partai di atas kepentingan negara. Partai yang sejatinya hanya sarana untuk mengurus negara menjadi tujuan dari mengurus negara. Keinginan elite Demokrat untuk mendapat dispensasi KPU dalam pemberkasan daftar calon anggota legislatif, jelas sikap yang kurang menghargai norma hukum. Bukankah ini juga berpotensi melemahkan penegakan hukum?
Yang jelas, kita menunggu ketegasan pemerintah untuk menuntaskan kasus ini. Kita semua juga menunggu ketegasan Anas membongkar gerbong koruptor di Demokrat. Beranikah Anas membongkarnya? Kita tunggu saja. Tuhan tidak pernah tidur.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Anas dan Gerbong Koruptor Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda