Oleh
Hamidulloh Ibda
Tulisan ini
dimuat di Koran Barometer, 29 Maret 2013
Teka-teki pencapresan para politisi mulai terbuka lewat
media massa. Salah satunya adalah Prabowo Subianto, yang kini semakin ramai
dibicarakan orang. Sebagai bakal calon presiden RI 2014-2019 yang dianggap
punya peluang besar, nama mantan Danjen Kopassus dan pengusaha kaya itu
belakangan ini makin santer diberitakan.
Yang terakhir, misalnya, ia diterima Presiden SBY pada 11
Maret 2013. Pertemuannya dengan SBY itu rupanya memantik beragam spekulasi dan
pendapat. Ada penilaian miring, netral, atau pun positif. Pengamat politik dari
Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, misalnya, berpendapat bahwa
sebagai kandidat presiden Prabowo yang potensial dengan popularitas lumayan
tinggi parpol pendukungnya perlu mencari dukungan kekuatan dari luar.
Di sini, Prabowo memiliki kepentingan terhadap kekuatan
politik dari partai lain, tak terkecuali dari Demokrat. Sebaliknya, SBY juga
punya kepentingan terhadap para calon Presiden pemenang Pemilu 2014. Tujuannya,
untuk mengamankan jaringan atau kekuatan politik SBY. Namun pendekatan keduanya
belum final dan merupakan pendekatan awal. Sehingga jangan ditafsirkan sebagai
bentuk dukungan SBY kepada Prabowo. Walhasil, kisah Prabowo dan polemik
mengenai dirinya makin ramai diberitakan media.
Pencapresan
Prabowo
Namun ada yang luput dari pemberitaan, yakni ketika 500-an
pemimpin organisasi dan pengusaha berkunjung ke kediaman Prabowo, di Desa
Hambalang, Bojong Koneng, Bogor, Kamis pekan lalu (14 Maret 2013). Kediaman
mantan Panglima Kostrad kelahiran 17 Oktober 1951 itu luasnya sekitar 4,8
hektar. Diperkaya sarana landasan helikopter (helipad), kolam renang, dan lahan
untuk olahraga berkuda (ia memelihara sejumlah kuda jenis Lusiano), padepokan
berarsitektur Jawa itu terasa kian sejuk berkat pepohonan pinus dan berbagai
tanaman lain di sekelilingnya.
Rumah penggemar pencak silat itu juga diperkaya dengan
perpustakaan, tempatnya menghabiskan waktu senggang membaca berbagai buku
berbahasa Indonesia dan Inggris. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu memang
kaya besar. Pada pemilihan presiden 2009 lalu, Prabowo adalah calon (wakil
presiden) paling kaya, dengan harta yang diperkirakan bernilai sekitar Rp.1,5
triliun dan US$ 7,5 juta.
Adik Bintianingsih dan Mayrani Ekowati itu kini juga pemilik
bisnis Grup Nusantara yang dulu dibelinya dari Bob Hasan. Bersama Hashim Djojohadikusumo,
adiknya, Prabowo mengelola 27-an anak perusahaan Grup Nusantara di dalam dan
luar negeri. Di istana yang asri tersebut, Prabowo memaparkan konsep “Tantangan
Masa Depan Indonesia,” yang membahas berbagai potensi yang kita miliki
sekarang, dan tantangan Indonesia 20 tahun mendatang.
Dalam acara yang diatur oleh Indonesia Asia Institute yang
antara lain dihadiri Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia
(Perhumas) Prita Kemal Gani, pengusaha BRA Mooryati Soedibyo terkesan bahwa Prabowo
menguasai public speaking dengan
baik. Meski belum sempurna, cara bicara, intonasi dan body language-nya lebih menarik dari gaya sementara tokoh politik
lain di Indonesia.
Tantangan Prabowo
Prabowo yang dalam penyusunan analisa dan konsep-konsep besarnya
mengaku dibantu puluhan pakar (banyak di antaranya bergelar doktor)
mengetengahkan bahwa, sedikitnya ada empat tantangan serius yang kita hadapi di
masa mendatang. Dua yang pertama adalah masalah menurunnya cadangan energi dan
tingginya populasi penduduk kita, yang rata-rata naik 1,6 % per tahun, sehingga
pada 2030 kita harus memberi makan tambahan 76 juta jiwa baru.
Ketiga, menurut putra begawan ekonomi Soemitro
Djojohadikusumo itu, adalah sistem pemerintahan yang lemah, tidak efisien, dan
korup yang saling berkelindan bagaikan lingkaran setan. Terkait hal itu,
Prabowo memberikan gambaran tidak efisiennya pengelolaan pemerintahan di
Indonesia dibandingkan dengan India dan China. Menurut data Prabowo, 241 juta
penduduk Indonesia diurus oleh 497 kabupaten. Sehingga, setiap badan otoritas
itu sebenarnya hanya mengurus 484 ribu jiwa. Ini jauh beda dengan India yang
punya 1,2 milyar penduduk, dan hanya diurus oleh 35 badan pemerintahan. Sehingga
satu bupati atau walikota mengelola 34 juta jiwa.
Yang paling efisien adalah China: dengan penduduk 1,4 milyar
diurus hanya oleh 33 badan otoritas sehingga setiap badan pemerintah dari pusat
hingga daerah di China mengurus 42 juta orang. Terakhir, tantangan penting
lainnya adalah ketidakseimbangan struktural perekonomian Indonesia. Untuk yang
terakhir ini Prabowo mewanti-wanti, bahwa berhubung 60 % uang beredar di
Jakarta dan 30 prosennya di kota besar lainnya, maka desa-desa kita hanya
mendapatkan 10 prosen sirkulasi uang. Ini tidak adil, dan jika kita tidak
berhati-hati mengelolanya, saya kuatir bisa meledak
Mungkin ledakan itu tidak secepat yang terjadi di Timur
Tengah (Musim Semi Arab), karena menurutnya, ambang (threshold) penderitaan orang Indonesia lebih tinggi artinya, rakyat
kita relatif lebih tahan menderita. Prabowo kemudian memberikan contoh, betapa
di saat hujan turun di tengah kemacetan jalanan sekitar Kuningan, Jakarta, wong
cilik penjaja minuman masih bisa senyum-senyum dan becanda dengan temannya.
Rencana Besar
Namun ia tetap optimis bahwa, bila dikelola secara benar dan
baik, pada tahun 2030 mendatang Indonesia (yang kini berada dalam 16 besar
dunia) bisa masuk dalam 10 besar negara di dunia. Maka ia pun menawarkan solusi
lewat rencana besar yang disebutnya strategi dorongan besar, alias big push strategy. Mesti dijalankan
secara simultan, di antara langkah penting yang harus dijalankan selama 20
tahun ke depan itu, misalnya adalah mengubah 16 juta hektar hutan rusak menjadi
lahan pertanian yang produktif, dan menyulap sedikitnya 10 juta hektar lahan
untuk biofuel, dan enam hektar lainnya untuk hortikultura.
Menurut para ahli pertanian, untuk setiap hektar tanah yang
dikelola secara produktif dapat menyediakan 6-10 tenaga kerja. Maka, dengan
pengelolaan 10 juta hektar lahan produksi, umpamanya, minimal kita dapat
menciptakan lapangan kerja bagi 40 juta orang. Pemaparan berakhir dengan tepuk
tangan. Banyak yang berdecak kagum kepadanya, dan menjadi makin yakin bahwa ia
bukan saja seorang pemimpin yang tegas, tetapi juga cerdas. Tetapi ada juga
yang mengerenyitkan dahi, karena menganggap pemaparan tadi tak cukup sebagai
modal calon presiden, karena yang lebih perlu adalah bukti nyata kedekatan
kepada rakyat banyak.
Sebagai calon pemimpin yang tampaknya peduli pada program
yang pro-rakyat, Prabowo perlu meningkatkan reputasinya sebagai ‘petani’ yang
ramah dan dekat dengan masyarakat banyak. Tidak perlu meniru gaya Jokowi yang
doyan blusukan, masuk gorong-gorong, dan sebagainya, tetapi ada beberapa hal
yang bisa dilakukannya. Umpamanya, makin serius menggeser kesan militeristik
dengan gaya sipil, dan berkomunikasi secara lebih langsung, terbuka dan ramah
dengan orang banyak.
Sebaiknya ia lebih rileks, lebih banyak tersenyum dan lebih
membumi misalnya, mengikuti gaya kepemimpinan presiden China yang baru Xi Jinping,
atau Presiden Iran Ahmadinejad. Selain program ekonomi kerakyatannya itu,
beliau berani dan tidak ragu dalam bersikap. Ini yang jarang dimiliki pimpinan
di Indonesia saat ini.
0 komentar:
Post a Comment