Tak lama ini, ada empat nama baru yang dimunculkan dalam
kasus Bank Century memperkuat dugaan tentang konspirasi besar di balik
megaskandal manipulasi pemanfaatan dana di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Nama-nama
itu diduga menjalankan fungsi menampung, mengamankan, dan mengelola pemanfaatan
dana haram itu untuk membiayai kegiatan politik pada 2009 (Kompas, 12/3).
Perkembangan ini sama sekali tidak direncanakan, baik
oleh Tim Pengawas (Timwas) DPR untuk proses hukum kasus Bank Century maupun
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tiba-tiba
saja lembaran baru kasus Bank Century terbuka, menyajikan sejumlah nama yang
patut diselidiki keterlibatannya. Tidak untuk kalangan terbatas, tapi langsung
dibuka di ruang publik.
Enam Nama Baru
Dimunculkannya enam nama yang kemudian harus diciutkan
menjadi empat karena satu nama lain diketahui sudah meninggal dan satunya
pengusaha itu mirip dengan pengungkapan posisi PT. Ancora dan Menteri
Perdagangan Gita Wirjawan dalam kasus ini walaupun konstruksi persoalannya
berbeda. Tanpa harus melakukan
investigasi, Timwas DPR memperoleh dokumen tentang pemilikan Ancora atas aset
milik Robert Tantular dkk melalui PT Graha Nusa Utama (GNU).
Dua rangkaian peristiwa itu barangkali sudah menjadi
kehendak alam untuk mengingatkan rakyat Indonesia agar sekali-kali tidak boleh
melupakan kejahatan besar berjuluk Kasus Century ini. Akan selalu ada
peristiwa, besar maupun kecil, yang akan membawa ingatan publik pada
megaskandal ini. Seperti itulah
proses munculnya empat nama yang menjadi lembaran baru kasus Century.
Sekali lagi, segenap warga negara diingatkan bahwa proses
hukum megaskandal ini belum selesai dan menjadi kewajiban moral setiap warga
negara untuk mendesak penegak hukum menuntaskan proses hukum kasus ini. Apakah empat nama itu benar-benar
terlibat? Tentu saja harus divalidasi oleh institusi penegak hukum, dalam hal
ini KPK. Timwas DPR akan mendalami lagi informasi keterlibatan mereka sebab
tidak bijaksana juga jika informasi keterlibatan empat nama ini didiamkan
begitu saja.
Peran KPK
Karena itu, KPK pun diharapkan proaktif mendalami
informasi terbaru ini. Kalau diibaratkan data atau bukti sementara, kualitas
empat nama itu terbilang tinggi.
Kalau diasumsikan bahwa dana bailout Century dari LPS itu diselewengkan untuk
membiayai aktivitas politik, empat nama itu diduga sebagai pihak yangmenampung,
mengamankan, dan mengelola pemanfaatannya.
Kenapa diasumsikan demikian? Sebelum ditampung,
diamankan, dan dimanfaatkan, dana bailout dari LPS yang ditarik keluar dari
Bank Century (saat itu) sempat melanglang buana dulu ke begitu banyak rekening
nasabah pada 63 bank di dalam negeri.
Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dana yang
ditarik keluar dari Bank Century dilakukan melalui pola yang berbeda.
Misalnya, nasabah A menarik kemudian memindahkan ke bank
lain, tetapi dengan nama yang berbeda. Ada juga nasabah yang menarik dan
memasukannya ke suatu lembaga atau perusahaan. Masih segar dalam ingatan banyak
orang tentang sejumlah keanehan atau kejanggalan tentang transaksi dan profil
nasabah Bank Century penerima dana talangan dari LPS. Pansus Hak Angket mengidentifikasi
kejanggalan transaksi pada 11 nasabah individu, 14 institusi sekuritas, 2
yayasan, 10BUMN, 4 perusahaan pengelola dana kesejahteraan, serta 5 perusahaan
swasta.
Karena berbagai kejanggalan itu, Pansus DPR untuk Hak
Angket Century sempat meminta PPATK mengungkap aliran dana yang mencurigakan
kepada 25 nasabah, baik individu maupun korporat. Pansus juga mendesak
pengungkapan penarikan dana tunai Rp3,3 triliun yang tidak teridentifikasi
PPATK. Penarikan dana sebesar itu terjadi pada periode pekan pertama November
2008 10 Agustus 2009. Ada nasabah yang menarik dananya sampai Rp60 miliar
Konspirasi Elite
BPK mengalami kesulitan mengungkap aliran dana bailout
Bank Century karena data profil nasabah Bank Century tidak lengkap. Data yang
tidak lengkap itu mempersulit profiling. Temuan di lapangan bahkan
menjadi serba-aneh dan tidak masuk akal. Misalnya, ketika BPK meneliti aliran
dana kepada pihak yang menarik dana hingga di atas Rp2 miliar, ternyata alamat
yang dituju hanya sebuah restoran kecil yang langsung menyangkal telah menerima
aliran dana. Selain itu, hasil
investigasi PPATK juga menemukan puluhan miliar dana bailout mengalir ke
rekening seorang anggota DPR.
PPATK juga sempat menelusuri identitas penerima dana yang
namanya mirip dengan nama pejabat. Pansus DPR juga sempat mencurigai PT
Asuransi Jiwa Proteksi (AJP). Perusahaan
ini sempat melakukan transaksi penarikan bernilai Rp4,054 miliar pada Desember
2008, tak lama setelah Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 20
November 2008 menyetujui FPJP untuk Bank Century.
Patut Dicurigai
Belakangan AJP diketahui sebagai donatur calon presiden.
AJP menyumbang kepada tim sukses capres sebesar Rp1,4 miliar melalui dua kali
transaksi penarikan pada 25 Juni 2009, masing-masing Rp600 juta dan Rp850 juta. Ada juga kasus transaksi yang sangat
unik dan karenanya patut dicurigai. Pertama, si nasabah secara berkelanjutan
terus berganti-ganti nama.
Kedua, nasabah ini seperti sedang berusaha menguras isi
rekeningnya, setelah LPS merealisasikan penyertaan modal sementara (PMS) tahap
kedua pada periode 9–31 Desember2008. Tidakhanya berganti-ganti nama, nasabah
ini juga per hari bisa menarik dana berkali-kali hingga mencapai puluhan
miliar. Sejumlah transaksi
penarikan masing-masing bernilai Rp2miliiar, sementara penarikan lainnya pada
kisaran ratusan juta dan sebagian ditarik dalam valas.
Artinya, setelah disebarkan ke begitu banyak rekening
pada puluhan bank, dana-dana itu pada waktunya harus ditarik dan dikumpulkan
kembali sebab akan digunakan untuk membiayai aktivitas politik pada tahun politik
2009. Pada tahap inilah empat
nama itu diduga mulai memainkan perannya. Karena itu, mencurigai mereka
terlibat dalam megaskandal Bank Century bukanlah mengada-ada.
Dengan demikian, kalau dikaitkan dengan data dan fakta
sebelumnya, termasuk rekomendasi sidang paripurna DPR tentang kasus Century dan
penetapan tersangka terhadap dua mantan Deputi Gubernur BI oleh KPK menjadi
semakin jelas bahwa megaskandal Bank Century dilakukan oleh konspirasi besar
para pelaku kejahatan kerah putih dengan oknum elite pejabat tinggi negara
sebagai gerombolan pelakunya. Gerombolan
itu menernak bank bermasalah bernama Bank Century, memelihara dan mengelolanya
sedemikian rupa untuk mempraktikkan penyalahgunaan wewenang.
Misalnya, membiarkan manajemen bank itu menjual surat
berharga bodong dan sejumlah pelanggaran lainnya. Semua pelanggaran terhadap
prinsip prudential banking itu terus dipupuk sampai pada saatnya nanti bisa
dimanfaatkan sebagai dasar merancang alasan mengada-ada mengenai urgensi
menyelamatkan sebuah bank bermasalah.
Gerombolan penjahat itu mendapatkan momentumnya manakala perekonomian global
dihantui krisis. Faktor krisis global itu diidentifikasi sebagai potensi
gangguan terhadap perekonomian negara.
Dimunculkan argumen bahwa dalam situasi seperti itu, kalau
ada bank yang dibiarkan bangkrut, dampaknya akan sistemik. Padahal, Bank
Century sudah dirancang untuk gagal. Maka itu, dengan klaim atas nama
kepentingan nasional, para penguasa menggunakan kekuasaan mereka untuk menguras
Rp6,7 triliun dana di LPS untuk menyelamatkan Bank Century. Kapan kasus ini
dituntaskan? Kita tunggu saja peran dan ketegasan pemerintah dan KPK.
Sumber: Koran Wawasan, Jumat 22
maret 2013
0 komentar:
Post a Comment