Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday 12 March 2013

Partai-partai Berguguran



Setelah seluruh perhatian kita tertuju ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS) minggu lalu, sekarang perhatian kita tertuju lagi ke partai penguasa, Partai Demokrat, setelah Majelis Tinggi mengambil alih kegiatan partai dari Dewan Pimpinan Pusat yang juga Ketua Majelis Tinggi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Masyarakat menunggu apa yang terjadi dengan pengambilalihan operasionalisasi kegiatan partai tersebut dan implementasinya yang belum jelas. Contohnya, secara administratif, apakah Ketua Umum Anas Urbaningrum masih menandatangani surat-surat seperti sediakala, atau sudah beralih ke Majelis Tinggi? 

Apakah para pendukung Anas menerima keputusan Majelis Tinggi itu sebagai penyelamatan partai, yang berarti penyelamatan bersama dari keterpurukan sebagaimana hasil survei Saiful Mujani Researsch & Consulting (SMRC)? Yang paling ditunggu-tunggu masyarakat sebenarnya dan kunci dari segala kemelut yang dialami partai gagasan dan dirian SBY ini adalah soal status Anas, apakah terlibat atau tidak dalam kasus korupsi pembangunan pusat pendidikan dan latihan terpadu olahraga Hambalang.
Gantung di Monas
Mengapa? Karena Anas dengan segala kepiawaiannya membantah keterlibatannya dengan mengatakan, “Satu rupiah Anas terlibat korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas.”
Memang harus diakui keampuhan Anas sebagai tokoh muda berpengaruh besar di masyarakat dan disayang para seniornya, sekaligus memiliki relasi yang sangat luas, seolah tidak tersentuh hukum sehingga kuku KPK seolah tumpul. Padahal Nazaruddin terus-menerus “mengumbar” keterlibatan Anas setiap saat ada kesempatan.
Dengan ketokohan Anas, muncul ungkapan “ada matahari kembar di Partai Demokrat” sehingga SBY dengan sejumlah peran dan jabatannya di partai itu seperti penggagas, pendiri, ketua dewan kehormatan, ketua dewan pembina, seolah “enggan” bertindak bahkan menegur pun hampir tidak terdengar.  Muncul spekulasi, SBY “takut bertindak” sehingga selalu berlindung di balik asas praduga tidak bersalah, karena KPK memang belum bersikap sudah sampai setahun lebih.
Apakah KPK belum cukup menemukan cukup bukti, “masuk angin”, atau ada permainan di baliknya, menjadi teka-teki tentang keterlibatan Anas. Itulah yang menjadi persoalan di mata publik, menjadi beban yang harus ditanggung Partai Demokrat yang mengakibatkan Jero Wacik dan Syarif Hasan buka suara. Apa yang dilakukan SBY dengan Majelis Tinggi-nya, sebagai orang yang mencintai partainya, adalah suatu keharusan untuk menyelamatkan dan mencegah dari bahaya kehancuran, walaupun menurut banyak pengamat amat terlambat.
Sudah lama terdengar celetukan Ruhut Sitompul agar Anas legowo untuk mundur sementara sebagai cara menyelamatkan partai. Hampir semua orang mencibirkan malah dia ditendang dari kepengurusan partai. Para menteri asal Demokrat baru berteriak dan mengerang saat hasil survei SMSC menunjukkan tingkat elektabilitas partainya 8,3 persen.
Kita mengharapkan semoga nasi belum jadi bubur, dan segenap kader Demokrat sepaham bahwa apa yang terjadi adalah akibat dari adanya dugaan keterlibatan Anas dalam kasus korupsi Hambalang sebagai masalah murni penegakan hukum yang berlaku bagi semua orang sama di depan hukum harus dipertanggungjawabkan.
Kalau semua berprinsip seperti itu, tidak perlu ada intrik atau penolakan terhadap keputusan Majelis Tinggi. Dengan penerapan Pakta Integritas kepada 33 Ketua DPD Partai Demokrat, pembenahan dan penertiban mulai berjalan, akan terseleksi siapa yang mendahulukan kepentingan partai dari kepentingan perorangan dan solidaritas semu.
Langkah SBY sebagai penggagas dan pendiri partai adalah suatu keharusan menghindarkan partainya dari kehancuran. Penyelesaian persoalan politik, sosial, dan kemasyarakatan lebih cepat akan lebih baik. Kita menyaksikan perpecahan organisasi apa pun, apalagi partai politik bisa berbuntut panjang. Akibat dari kelambanan pembenahan di Partai Demokrat, harus diakui akan menyita perhatian dan waktu SBY, apalagi menjelang pendaftaran calon legislatif. Menurut kita, cepat tidaknya penyelesaian prahara internal Partai Demokrat tergantung pada ketegasan KPK tentang status Anas.
Kalau KPK tetap tarik-ulur, bisa jadi perlawanan atas kebijakan Majelis Tinggi akan muncul, dan KPK akan dituduh masyarakat bermain politik, yaitu menghancurkan Partai Demokrat atau melindungi Anas. Kita menunggu proses berikutnya, termasuk pembenahan Partai Demokrat. Semoga nasi belum jadi bubur alias terlambat
Infrastruktur Politik yang Solid
Pengambilalihan urusan partai oleh Majelis Tinggi Partai Demokrat membuahkan hasil positif sekurang-kurangnya pada satu hal, yaitu kini petinggi partai tidak bisa sembarangan bicara, saling menuduh, dan menyudutkan pesaingnya di depan umum. Ini suasana positif karena hancurnya citra Partai Demokrat juga disebabkan ricuhnya perseteruan antarfaksi. Kasus-kasus korupsi yang menjerat beberapa tokoh ternyata digunakan oleh faksi-faksi yang bersaing untuk menjatuhkan lawannya. Ini yang disebut oleh Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai komunikasi publik yang tidak cerdas.
Kini SBY memegang kendali dan tidak ada tokoh partai yang berani bersuara menyimpang. Semua kompak mendukung kebijakan SBY dengan interpretasi mereka masing-masing. Di satu sisi, sebenarnya keputusan SBY itu baik dalam upaya menjaga keutuhan partai, meski juga bisa membingungkan pendukungnya karena pengambilalihannya tidak tuntas.
Kita hanya bisa menduga-duga apa yang ada dalam benak SBY menyiasati keadaan terus memburuknya citra partai di mata publik. Pertama, SBY sangat berhati-hati untuk tidak menabrak frontal ketentuan AD/ART partai, khususnya yang berkaitan dengan pelengseran ketua umum. Kedua, pengambilalihan partai memperlihatkan ketidaksabarannya atau semacam “pesan” agar KPK segera menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pusat olahraga di Hambalang.
Karena itu, seandainya KPK benar-benar menetapkan Anas sebagai tersangka kasus korupsi, ia akan mengundurkan diri atau menghadapi sanksi pemecatan. Bila posisi ketua umum lowong maka akan memudahkan upaya mendorong terselenggaranya Konferensi Luar Biasa (KLB) untuk memilih pengganti Anas Urbaningrum. Skenario ini yang tampaknya menjadi pilihan SBY sehingga ia bisa menghindari tuduhan melanggar AD/ART, sekaligus memilih orang yang sepenuhnya loyal. Maka, menarik untuk mengamati siapa calon pengganti Anas.
Ada kabar bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD didekati untuk posisi itu. Tokoh ini menarik karena dikenal sebagai pejabat negara yang jujur dan bersih, selain berkemampuan melakukan terobosan dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraannya. Namun Mahfud bukan kader Demokrat yang tentu bisa menimbulkan resistensi.
Kita sebenarnya lebih berkepentingan agar Partai Demokrat solid, tidak terus bertengkar, sekurang-kurangnya agar dampak negatifnya bisa dikurangi. Bagaimanapun partai ini telah dibangun, berkembang, dan memberikan kontribusi besar dalam perjalanan bangsa hampir 10 tahun terakhir. Membiarkan partai ini hancur sebenarnya sama saja kita tidak berlajar dari sejarah; hanya bisa membangun namun tidak mampu memelihara dan memanfaatkannya untuk kepentingan rakyat.
Kita membutuhkan infrastruktur politik yang solid dan kuat di mana Demokrat ada di dalamnya. Kita menyadari banyak kelemahan dan kerawanan dalam sistem kepartaian, bahkan menjadi sarang para petualang dan koruptor. Inilah tantangannya, bagaimana kita bisa membasmi tikus-tikus tanpa menghancurkan bangunannya. Apakah SBY bisa? Kita tunggu saja.
Sumber: Wawasan, 22/2/2013
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Partai-partai Berguguran Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda