Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday 12 March 2013

Rekonsiliasi Electoral PD



Akhirnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memenuhi janji penyelamatan terhadap kemelut yang dihadapi Partai Demokrat (PD). SBY secara tegas mengambil alih kendali PD dan memberikan kesempatan kepada Ketua Umum PD Anas Urbaningrum untuk fokus menghadapi masalah hukum. 

Selain itu, bertempat di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, SBY juga membacakan Pakta Integritas PD yang wajib ditaati seluruh kader. Antara lain: mengharuskan kader Demokrat menjaga integritas, kinerja, dan pengabdian untuk menyejahterakan masyarakat, termasuk menjaga nama baik partai dan prinsip partai dengan menjadi kader yang bersih, cerdas, bermoral, dan santun (Kompas, 11/2).
Hasil Survei
Sebelumnya, survei Pusat Data Bersatu (PDB) merilis bahwa PD hanya berada di urutan ketiga dengan dukungan 9,9 persen suara. Partai Golkar dan PDIP menempati posisi puncak dengan sama-sama meraih dukungan 14 persen. Disusul Gerindra (8,7 persen), Partai Kebangkitan Bangsa (6,7 persen), Partai Nasional Demokrat (5,5 persen), Partai Amanat Nasional (4,5 persen), Partai Persatuan Pembangunan (3,4 persen), Partai Keadilan Sejahtera (2,9 persen), dan Partai Hanura yang hanya mendapatkan dukungan 0,5 persen (Tempo, 7/2).
Menurunnya perolehan elektoral PD tak terlepas dari intensitas persepsi publik terkait sejumlah eskpose media massa yang getol memberitakan peristiwa korupsi yang menjerat kadernya dalam dua tahun terakhir ini.
Di satu sisi, harus diakui pula lemahnya persentase elektabilitas Demokrat juga terkait indeks persepsi publik yang umumnya pesimistis terhadap kemerosotan performa elektoral partai politik secara keseluruhan, baik partai tua-muda maupun agamis-sekuler. Apalagi realitas politik di tangan media sebagai opinion maker bisa menjadi alat untuk memultiplikasi frekuensi pesan yang akan membentuk stigma dan penilaian publik. 
Itulah sebabnya, dalam political marketing, sebagaimana dikemukakan Pamela J Shoemaker dan Stepehen D Reese (Mediating the Message: Theories of Influences on Media Content, 1991) sering terjadi sebelum media memproduksi realitas sosial-politik, baik secara simbolik maupun verbal, pihak media kerap lebih dahulu telah menciptakan konstruksi makna dengan sudut pandang tertentu dari realitas politik yang diberitakannya. Inilah yang kerap menimbulkan bias persepsi terhadap fakta.
Dalam bahasa lain, hukum persepsi dalam fenomena sosial-politis selalu mendahului fakta. Berbagai kasus korupsi dan kriminal lain yang menimpa seseorang pun bisa mengalami efek "hukum persepsi" pemberitaan ini yang berefek pada pengadilan opini oleh publik seperti dialami PD. Namun survei politik juga merupakan suatu rekaman persepsi alias the politics of truth bagi partai untuk mengoreksi dan membenahi aspek-aspek kelemahannya sekaligus stimulan dalam merawat dan memperbesar dukungan konstituen partai.
Perubahan Persentase Electoral
Bagi Demokrat, survei PDB maupun Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) yang menunjukkan melemahnya elektabilitas PD di angka 8,3 persen bukanlah cetar membahana yang mesti disikapi terlampau reaktif dan emosional oleh jajaran pengurus, kader, dan simpatisan partai segitiga biru ini.
Memang ada perubahan persentase elektoral jika merujuk hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) sejak akhir 2011. Misalnya dalam survei LSI Desember 2011, Demokrat memperoleh 14 persen, Februari 2012 mendapat 13,7 persen, dan di awal Maret memperoleh 13,4 persen suara.
Sebelum survei MSRC kemarin, secara umum elektabilitas Demokrat berada di titik stagnan di tiga bulan terakhir 2012. Namun ketika hasil survei dibandingkan dengan hasil Pemilu 2009 terlihat terjadi penurunan elektabilitas karena menyeruaknya pemberitaan negatif tentang Demokrat.
Akan tetapi jika dibandingkan lagi dengan persentase kenaikan suara tiga partai lain, katakanlah: Golkar, PDI-P dan partai baru, Nasdem, terjadinya kenaikan suara lebih dikarenakan faktor undecided voters yang melakukan migrasi suara ke tiga partai ini. Awal Februari 2012 jumlah undecided voters 28,2 persen, sementara awal Maret turun menjadi 23 persen. Sedangkan perolehan suara pada partai lain juga terlihat stagnan.
Undecided voters dimungkinkan terjadi oleh adanya kegamangan pemilih dalam menentukan kecenderungan opsi politiknya karena proporsi sebaran ketidaksukaan publik terhadap partai bersifat merata atau minimnya tingkat diferensiasi performa antarpartai yang ada.
Maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, kemungkinan proses penurunan suara Demokrat kalau dibaca secara eufemistis adalah karena adanya migrasi suara pemilih Demokrat ke gerbong undecided voters, sambil mereka menimbang-nimbang perkembangan politik selanjutnya. Kedua, penurunan dukungan terhadap Demokrat karena performa langsung memang melemah. Sehingga perlu dicarikan strategi baru untuk menggaet dan menambah iman pemilih lama maupun segmen pemilih baru (termasuk pemilih muda) dalam satu setengah tahun ke depan.
Rekonsiliasi Electoral
Pascapertemuan di Puri Cikeas kemarin, jalan menuju rekonsiliasi elektoral PD tentu tetap terbuka, dengan prasyarat partai ini ke depan mampu meningkatkan tempo perubahan strateginya melalui pembenahan komunikasi struktural di jajaran pengurus elite partai maupun antara pengurus elite pusat dan daerah. Ini sangat mungkin, lebih-lebih jika dikaitkan dengan modal blessing indisguise di mana partai-partai politik lain pun sedang kelimpungan menghadapi persoalan korupsi dan kasus amoral yang menimpa kader-kadernya terutama di parlemen.
Artinya, Demokrat masihlah tetap sebagai mobil Mercy (simbol kejayaan) yang tidak meluncur sendirian dalam kesepian karena ditinggal pemilihnya. Apalagi survei SMRC dengan terang memperlihatkan persepsi responden yang puas terhadap kinerja SBY tetap signifikan yakni 51,6 persen, bahkan 4 persen menyatakan sangat puas. Artinya, ketokohan SBY di periode terakhir pemerintahannya masih diakui oleh publik.
Ini modal besar bagi putra kelahiran Pacitan yang juga Ketua Majelis Tertinggi dan Ketua Dewan Pembina PD untuk mengupayakan konsolidasi jajaran pengurus partai, termasuk merapatkan kembali barisan partai dalam suasana batin kebersamaan sehingga komunikasi politik efektif dengan rakyat ke depan dapat terbangun lebih intensif. Selain itu skenario penting mempertahankan kemenangan PD pada Pemilu 2014 dapat dijajaki kembali dalam jangka satu-setengah tahun ke depan.
Sumber: 19/2/2013
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Rekonsiliasi Electoral PD Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda