Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Wednesday 21 May 2014

EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU



Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Dr. Hari Bakti, M.Hum.

Makalah ini disusun mahasiswa Pendidikan Dasar konsentrasi Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak terlepas dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.
Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal yang tak sulit untuk disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia modern telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi, sektor ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, komunikasi dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain, semuanya membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi.
 
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran  yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat  statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.

B. Perumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan epistemologi?
Apa yang bisa diketahui manusia?
Apakah yang dimaksud hakikat pengetahuan?
Apakah sumber-sumber pengetahuan itu?
Bagaimana cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Secara linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal model‑model epistemologi seperti rasionalisme, empirisme. Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologi be­serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.

B. Apa yang Bisa Diketahui Manusia
Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:
Apakah yang bisa kuketahui?
Apakah yang harus kulakukan?
Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:
Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Selain itu merupakan “ilusi” saja.
Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan berjalan.
Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.
C. Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahui. Jadi, bisa disimpulkan pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Bahm menyebutkan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu: mengamati, menyelidiki, percaya, hasrat, maksud, mengatur, menyesuaikan, menikmati.
Jenis-jenis pengetahuan menurut Soejono Soemargono dibagi atas:
Pengetahuan non ilmiah, ialah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia atas suatu barang atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari yang diperoleh dari pengetahuan intuisi.
Pengetahuan ilmiah, yaitu segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat metodologi ilmiah. Metodologi merupakan hal yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh agar pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah. Pengetahuan ini pada umumnya disebut ilmu pengetahuan.  

D. Sumber-Sumber Pengetahuan
Kata “Ilmu” merupakan terjemahan dari kata (Science) yang secara etimologi berasal dari bahasa latin (scinre) artinya “to Know”. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut:
Tidak semua permasalahan yang dipersoalkan manusia dalam hidup dan kehidupannya dapat dijawab dengan tuntas oleh ilmu pengetahuan itu.
Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat positif dalam arti sampai saat sekarang ini dan juga bersifat relatif atau nisbi dalam arti tidaklah mutlak kebenarannya.
Batas dan realitivitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat, dalam arti bahwa semua permasalahan yang berada di luar atau di atas jangkauan dari ilmu pengetahuan itu diserahkanlah kepada filsafat untuk menjawabnya.
Dengan kita memasuki lapangan  filsafat dengan mencoba merenungkan semua permasalahan manusia yang belum tuntas dijawab oleh ilmu pengetahuan itu.
Dalam kajian filsafat ilmu sumber-sumber pengetahuan yang diperoleh manusia melalui:
Pengalaman indera (sense experience)
Indera merupakan alat paling vital dalam memperoleh pengetahuan, dalam hidup manusia penginderaan adalah satu-satunya alat untuk menyerap segala sesuatu objek yang ada diluar diri manusia.
Nalar (reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapat pengetahuan baru.
Otoritas (authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang syah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya.
Intuisi (intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan.
Wahyu (revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan umat-Nya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu.
Keyakinan (faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.

D. Cara-cara Memperoleh dan Mengembangkan Pengetahuan
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
Metode Deduktif
Jujun  S.  Suriasumantri menyatakan  bahwa  pada dasarnya  metode  ilmiah  merupakan  cara  ilmu  memperoleh  dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan: a) kerangka pemikiran  yang  bersifat  logis  dengan  argumentasi  yang  bersifat konsisten dengan  pengetahuan  sebelumnya  yang  telah  berhasil disusun;  b) menjabarkan  hipotesis yang  merupakan  deduksi  dari kerangka pemikiran tersebut;  dan c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.
Selanjutnya Jujun  menyatakan bahwa kerangka  berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikatifn ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai  objek  empiris  yang jelas  batas-batasnya  serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di   dalamnya.
Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang  mungkin  terdapat  antara  berbagai faktor  yang  saling mengait dan membentuk      konstelasi permasalahan. Kerangka  berpikir  ini  disusun  secara  rasional  berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan  faktor-faktor empiris  yang  relevan  dengan permasalahan.
Perumusan  hipotesis  yang  merupakan  jawaban  sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
Pengujian  hipotesis  yang  merupakan  pengumpulan  fakta- fakta  yang  relevan dengan  hipotesis,  yang  diajukan  untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.
Penarikan  kesimpulan  yang  merupakan  penilaian  apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Metode Induktif
Metode induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian  kualitatif. Metoda  ini  memiliki  dua  macam  tahapan  : tahapan  penelitian  secara  umum  dan  secara siklikal.


a)  Tahapan penelitian secara umum
Tahapan penelitian secara umum secara garis besar terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1) tahap pralapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, dan (3) tahap analisis data. Masing- masing tahap tersebut terdiri dari beberapa langkah.
b)  Tahapan penelitian secara siklikal
Menurut Spradley, tahap penelitian kualitatif, khususnya dalam etnografi  merupakan proses yang berbentuk lingkaran yang lebih dikenal dengan    proses penelitian siklikal, yang terdiri dari langkah-langkah: (1) pengamatan  deskriptif, (2) analisis demein, (3) pengamatan terfokus, (4) analisis  taksonomi, (5) pengamatan  terpilih, (6) analisis komponen, dan (7) analisis tema.


BAB III
PENUTUP
Simpulan
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Jenis pengetahuan yaitu pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah.
Sumber-sumber pengetahuan diperoleh manusia melalui: pengalaman indera (sense experience), nalar (reason), otoritas (authority), intuisi (intuition), wahyu (revelation), dan keyakinan (faith). Cara memperoleh pengetahuan adalah melalui metode deduktif dan metode induktif.


DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Tafsir, A. 2001. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rachman, M. 2008. Filsafat Ilmu. Semarang: Unnes Press.
Hakim, A.A. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Suriasumantri. J. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda