Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Sunday 12 August 2012

Puasa Yes, Pertikaian No!


Puasa Yes, Pertikaian No!

Oleh Hamidulloh Ibda
Peneliti di Centre for Democracy and Islamic Studies/CDIS IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Waspada Medan, Senin 30 Juli 2012

Umat Islam di seluruh dunia kembali menyambut bulan suci Ramadan. Umat muslim Indonesia juga menyambut gembira kedatangan bulan yang penuh rahmat ini. Meskipun penentuan awal Ramadan berbeda, namun hal itu tidak boleh menjadikan motivasi untuk bertengkar. Intinya, perbedaan yes, pertikaian no. Perbedaan merupakan keniscayaan, karena ini sudah ditakdirkan oleh Tuhan. De Fleur juga menyebutkan, setiap individu tidak sama perhatiannya, kepentingannya, kepercayaan maupun nilai-nilainya. Maka dengan sendirinya pandangan mereka terhadap sesuatu juga berbeda.
Atas dasari di atas, sudah seharusnya umat Islam harus dewasa menyikapi perbedaan yang ada. Bahkan, Ramadan bukan hanya milik umat Islam, pemeluk agama lain di Indonesia juga menghormati bulan ini. Kehidupan saling menghormati ini sudah terjalin secara turun temurun di Tanah Air dan sepantasnya untuk terus dijaga. Penentuan tanggal 1 Ramadan yang menjadi tanda dimulainya puasa juga tidak dipersoalkan lagi. Kaum muslimin sudah menyadari, bahwa memang ada keberagaman metode dalam menentukan awal puasa. Hal itu menyebabkan awal puasa bisa berbeda.
Penentuan awal Ramadan memiliki dasar hukum dan metode masing-masing. Sehingga klaim sah dan tidak sah tidak diperlukan dan dibesar-besarkan. Jangan sampai ada yang merasa paling benar, karena semua ada dasar hukumnya. Meski terjadi perbedaan awal Ramadan, tapi semua umat muslimin sepakat bahwa di bulan mulia ini adalah saat tepat untuk untuk penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) maupun untuk pengembangan kualitas kejiwaan. Daripada meributkan masalah awal puasa, umat Islam lebih baik berkonsentrasi untuk memusatkan diri dalam meramaikan masjid-masjid, pengajian, tadarus Al Quran, menyantuni yatim piatu dan fakir miskin, dan sebagainya.
Di dalam bulan puasa, seluruh warga selayaknya menjunjung tinggi sopan santun dan saling menghormati. Kepolisian tentu saja harus tegas terhadap mereka yang menganggu kskhusukkan puasa, seperti tempat-tempat hiburan, pesta petasan dan sebagainya. Sekiranya ada pelanggaran yang terjadi, biarlah hanya petugas keamanan yang turun tangan. Aksi sweeping atau razia justru akan menambah masalah. Bila razia dilakukan oleh masyarakat sipil, hal ini berdampak pada kenyamanan dan masalah aturan. Forum dialog dengan pemuka agama, tokoh masyarakat dan instansi terkait perlu terus dilakukan agar kemuliaan Ramadan bisa tetap terjaga.
Selain terkait pelaksanaan ibadah, bulan Ramadan juga menjadi ajang rumah tangga untuk meningkatkan keharmonisan keluarga. Para orang tua bersedia mengeluarkan anggaran lebih untuk belanja kebutuhan sehari-hari yang berimplikasi kenaikan harga kebutuhan pokok. Kenaikan harga menjelang Ramadan sudah sangat wajar karena kenaikan permintaan. Tapi beberapa pihak seringkali melakukan penimbunan untuk mencari keuntungan atau menaikan harga secara tidak wajar. Inilah yang harus selalu menjadi perhatian khususnya Kementerian Perdagangan, agar kenaikan harga tidak sedemikian tinggi sehingga maresahkan masyarakat.
Tentu di lain pihak, umat Islam juga harus mengendalikan belanja yang berlebihan. Pada bulan puasa, kaum muslimin selayaknya menahan diri dari perilaku pemborosan. Puasa merupakan wujud dari kepatuhan, dan ketaatan kepada Tuhan yang ditunjukkan dengan memperbanyak ibadah. Berpuasa juga merupakan sarana untuk berjihad melawan nafsu, menahan dari berbagai gemerlapnya surga duniawi, dan mengajarkan sifat sabar. Bulan Ramadan juga menjadi saat yang tepat untuk meningkatkan persaudaraan dan menolong sesama.  Selama sebulan, umat Islam akan menjalani ujian lahir batin sehingga jika lulus pada akhir puasa, manusia akan menjadi fitri kembali. Semoga pelaksanaan ibadah Ramadan tahun ini akan berjalan lancar. Amin
Toleransi dan Kebersamaan
Perbedaan tersebut wajar terjadi karena metode penghitungan falak pun beragam. Metode hisab yang digunakan tidak hanya satu landasan, melainkan sesuai dengan interpretasi dalil yang digunakan oleh para pakar falak. Sementara metoda rukyat pun diperkirakan akan mengalami perbedaan pula karena ketidaksepahaman akan tinggi derajat hilal. Dengan demikian, menggunakan satu metoda, baik hisab maupun rukyat, tentunya telah menghasilkan catatan dan keputusan awal bulan yang berbeda.
Banyak faktor penyebab terjadinya perbedaan, bisa disebabkan adanya dikotomi metode hisab dan rukyat, perbedaan kriteria penetapan, bermacam-macamnya acuan hisab, dan adanya kecenderungan egosentris berbagai pihak. Keempat hal itu menjadi sebuah catatan bahwa masing-masing pihak yang berbeda tersebut tidak akan bisa menyamakan perhitungan karena interpretasi yang diambil pun berbeda. Penafsiran ayat demi ayat dan hadits demi hadits tentang falakiyah tidak sama, sehingga perbedaan tidak bisa dihindari.
Itu dipertegas bahwa apa yang telah ditetapkan pemerintah tidak diamini oleh berbagai pihak. Ketetapan pemerintah terkait awal Ramadhan dan bulan-bulan Hijriah adalah tinggi hilal tidak kurang dari 2 derajat, jarak sudut hilal ke matahari tidak kurang dari 3 derajat, dan umur hilal tidak kurang dari 8 jam setelah ijtima terjadi.
Ketiga hal yang ditetapkan pemerintah tersebut belum sepenuhnya 'diiyakan' oleh ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam tertentu. Hal ini menjadi perbedaan tersendiri bagi masing-masing pihak. Ada yang mengatakan bahwa tinggi 1.5 derajat pun sudah dinyatakan masuk awal bulan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kurang dari 1.5 derajat juga sudah dinyatakan masuk awal bulan, padahal pemerintah memberikan standar 2 derajat, tidak kurang. Perbedaan tentang konsep tersebut antara masing-masing pihak, akan membuat perhitungan awal Hijriah tidak bisa disamakan. Jika demikian halnya, perbedaan tersebut selamanya tidak bisa disamakan. Pemerintah yang gagal mengakomodasi dan memfasilitasi pun terkesan tidak memiliki kekuatan. Akhirnya, umat Islam di Indonesia selamanya akan mengalami perbedaan dan tidak pernah bisa disatukan.
Keniscayaan
Bagaimanapun toleransi adalah satu-satunya gerbang untuk menuju persatuan di tengah perbedaan umat Islam. Meski perbedaan itu kadangkala menjadi sensitif, tetapi jika seluruh umat Islam di Indonesia lebih mengedepankan toleransi maka perbedaan tersebut dijamin tidak akan menimbulkan perselisihan. Dengan demikian, kerukunan sesama umat pun bisa tetap terwujud.
Toleransi dalam Islam merupakan keniscayaan. Artinya, toleransi sudah ada sejak Islam itu ada. Karena sifatnya yang organik, maka toleransi di dalam Islam hanyalah persoalan implementasi dan komitmen untuk mempraktikkannya secara konsisten. Toleransi merupakan wujud implementasi mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, hidup toleransi merupakan harga mati bagi setiap umat Islam.
Syari’ah telah menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Karena pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk mengikuti agama kita adalah sikap kolonial, yang tidak ada dasar dan contohnya di dalam sejarah Islam awal. Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di masa depan. Wallahu a’lam.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Puasa Yes, Pertikaian No! Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda