Selesaikan Pertarungan SBY dan Yusril
Oleh Hamidulloh Ibda
Peneliti di Centre for Democrasi and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
Tulisan ini
dimuat di Koran Wawasan edisi Senin, 18 Juni 2012
Setelah
dicopot dari jabatan Menteri Hukum
dan HAM,
nama Yusril Ihza Mahendra baru-baru ini semakin naik daun. Betapa tidak, keberhasilannya
membebaskan diri dari belenggu tersangka kasus korupsi “Sisminbakum” menjadi
puncak kesuksesannya melawan penguasa. Namun, terkesan kasus ini semakin
memperburuk keadaan bangsa. Belum lagi kasus grasi Corby yang juga menunjukkan
“kegarangan” Yusril kepada Presiden SBY.
Nampaknya
Yusril memang berani menentang siapa pun yang dia anggap melenceng dari aturan.
Namun, dengan mencuatnya “percekcokan-percekcokan” kasus ini, pemerintah harus
segara melakukan tindakan. Di sisi lain, para politisi dan penguasa di negeri
ini seharusnya lebih “dewasa” dalam melangkah. Disaat bangsa ini sedang
terpuruk, mereka malah asyik “adu argumen” dan “adu pinter” untuk mengalahkan
lawannya.
Soal Grasi Corby
Menteri Koordinator Politik, Hukum,
dan Keamanan Djoko Suyanto mempersilakan Yusril menggugat kebijakan grasi
Presiden SBY terhadap narapidana narkotika. Menko Polhukam mengatakan, SBY siap
menghadapi gugatan setiap warga negara sebagai bentuk tanggung jawabnya
terhadap keputusannya yang mengatasnamakan negara. Presiden nanti akan dibantu
pengacara negara, dan Kementerian Hukum dan HAM (SM, 5/6/2012). Nah, terkesan
Presiden SBY malah menantang Yusril
untuk bertengkar lagi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya,
SBY telah menandatangani surat grasi kepada tiga narapidana asing yakni,
Schapelle Corby (warga Australia), Peter Achim Frans Grobmann (warga Jerman),
dan seorang lagi warga negara Nigeria. Ketiga narapidana itu merupakan tahanan
kasus narkoba yang dihukum di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar, Bali.
Yusril mewakil LSM Gerakan Nasional Antinarkotika akan menggugat kebijakan
grasi itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Di sisi lain, Yusril mengatakan
tidak akan mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Grasi ke Mahkamah
Konstitusi terkait grasi Corby. Yusril menegaskan permasalahan tidak terjadi
pada level Undang-Undang, karena UU nya tidak salah, yang salah pelaksanaannya.
Untuk itu, menurut Yusril, gugatan hanya diajukan ke PTUN. Yusril
menyatakan, bahwa gugatan itu diajukan karena Keppres pemberian grasi kepada
narapidana narkotika itu bertentangan dengan UUD 1945, UU Narkotika, UU tentang
Pengesahan Konvensi PBB tentang Narkotika dan PP No 28/2006 tentang Pengetatan
Pemberian Remisi kepada Narapidana Korupsi, Terorisme, Narkoba dan Kejahatan
Trans-nasional Terorganisir.
Yusril juga mendorong DPR
merealisasikan hak interpelasi yang diwacanakan beberapa politikus. Pasalnya,
penjelasan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, juga wakilnya Denny Indrayana
tidak memuaskan publik. Maka dari itu, Presiden SBY harus menjelaskan langsung
kepada DPR. Sebelumnya, Duta Besar Australia, David Angel menyatakan, negaranya
tidak ikut campur dalam pemberian grasi terhadap terpidana narkotika Schapelle
Corby oleh pemerintah Indonesia.
Komunikasi Politik
Sebelumnya,
SBY telah mengundang Yusril di kediamannya Cikeas, Bogor. Hal ini merupakan
langkah komunikasi politik untuk mencairkan suasana setelah keduanya saling
serang di meja pengadilan. Hal ini membuktikan bahwa SBY takut
jika Yusril melakukan serangan balik kepadanya. Selain itu, hal ini merupakan
strategi dan komunikasi politik yang dibangun SBY untuk mencairkan keadaan.
Namun, apakah hal ini menjadi jalan keluar terakhir setelah berbagai kekalahan
yang diterima SBY lewat jalan pengadilan? Sebab, selain yang diajukan adalah
murni kasus hukum, faktor emosional personal masa lalu tetap mempunyai
pengaruh.
Secara
tidak langsung, SBY mengakui pemerintahannya lemah dalam bidang hukum. Dalam komunikasi
politik berujung pada tawar-menawar posisi atau kerja sama. Namun, pada
kenyataanya Yusril memilih menolak hal itu guna kepentingan pemilu 2014. Sekarang
Yusril ibarat pedang tidak bertuan. Secara personal, Yusril melawan SBY di atas
awan menang, tapi tidak dalam politik. Kemenangan ini menjadi tabungan politik
Yusril untuk pemilu 2014 nanti.
Jalan Kebersamaan
Seharusnya,
SBY dan Yusril harus bersikap dewasa. Artinya, selain kasus Putusan PTUN
Jakarta yang menunda pelaksanaan Keppres 40 dan No 48/P Tahun 2012 tentang pemberhentian
Agusrin dan pelantikan Junaidi Hamsyah sebagai Gubernur Bengku, mereka tak
perlu menambah persoalan dengan mempermalahkan grasi Corby.
Namun,
kenyataanya tidak demikian, bahkan Yusril terus menyerang SBY dengan
menyalahkan Kepres No.48/P Tahun 2012 tanggal 2 Mei 2012. Kepres tersebut dianggap
bertentangan dengan hukum dan asas-asas pemerintahan. Karena cukup alasan, maka
pengadilan menunda pelaksanaan Kepres tersebut sampai ada putusan yang
berkekuatan tetap. Berpijak dari realita itu, sudah seharusnya perbedaan
pendapat dan kepentingan harus bisa diselesaikan. Berbeda boleh, namun tak
harus dengan “adu kekuatan”, justru hal itu bukan menyelesaikan masalah, tapi
akan menambah masalah.
0 komentar:
Post a Comment