Makna Harkitnas Bagi Mahasiswa
Hamidulloh ibda; Sekretaris Umum
HMI Komisariat Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Hari kebangkitan Nasional
(Harkitnas), 20 Mei 2011 bagi
mahasiswa tarbiyah ada tiga makna substansial berkaitan dengan peringatan hari
besar nasional tersebut. Makna pertama,
momentum ini adalah untuk merenungkan dan merefleksikan diri terhadap
perjalanan dan langkah panjang yang telah dilalui.
Hal ini sejalan dengan
cita-cita awal lahirnya Harkitnas, sebuah cita-cita yang saat itu dicirikan
dengan semangat kepahlawanan, semangat kesediaan diri untuk memberikan lebih
dari kewajibannya, dan untuk menerima kurang dari hak-haknya, disertai dengan
keyakinan bahwa pemberian yang lebih dan penerimaan yang kurang itu dijadikan
sebagai investasi kemasyarakatan, yang insya Allah pada saatnya akan diperoleh
kemanfaatan lebih. Semangat itu dalam konteks kekinian saat ini, kiranya masih
relevan untuk selalu dikumandangkan, terutama dalam kondisi bangsa seperti saat
ini.
Makna kedua, ditinjau
dari dunia pendidikan yaitu mengintropeksi diri dari apa yang sedang kita
lakukan didalam menjalankan berbagai program pendidikan saat ini untuk menatap
masa depan yang lebih baik, dalam menjamin pelayanan pendidikan secara
non-discriminative kepada semua anak usia sekolah Indonesia di manapun mereka
tinggal, sehingga sebuah cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Makna ketiga, bagaimana
kita memprespektifkan apa yang telah dan sedang dilakukan untuk masa depan yang
lebih baik, sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi kita serta diamanatkan
pula dalam sistem perundangan, dalam upaya mencerdaskan bangsa secara utuh.
Pada titik ini, maka Harkitnas bukan hanya diperingati untuk kegiatan seremonial belaka, tapi justru untuk lebih memompa semangat. Peringatan Harkitnas harus terus menerus dikumandangkan dan dilakukan rekontekstualitas sesuai dengan masanya, karena itulah tidak berlebihan jika momentum Harkitnas kali ini juga harus bisa memberikan makna lebih, tidak hanya sebatas pada memperingatinya secara seremonial.
Coba kita simak sebentar lagu ini; ”Bangun
pemudi pemuda, Indonesia… lengan bajumu singsingkan untuk negara. Masa yang
akan datang kewajibanmulah. Menjadi tanggungan mu terhadap nusa…menjadi
tanggunganmu terhadap nusa” Pernah kita atau
sering mendengar lagu ini. Lagu ini saya dengar ketika masih di bangku SD/MI.
Lirik itu sekarang masih diperdengarkan ketika menyambut hari kebangkitan
nasional. Apalagi sebagai calon guru pastinya kita tau lagu-lagu seperti
Itu. Sekarang kita memperingati Hari
kebangkitan nasional. Bangkit berarti pernah “mati” dong?. Maksudnya disini
adalah mati semangatnya. Bagaimana kita
akan bangkit? Indonesia sudah pernah mati, tetapi dibangkitkan oleh semangat
para pejuang kita sehingga menjadi seperti sekarang.
Apa yang sudah
kita lakukan untuk membalas jasa para pahlawan dalam rangka Harkitnas ini? Saya
sendiri sebagai mahasiswa merasa prihatin melihat keadaan
sekarang ini. Unggah-ungguh sudah agak pudar. Masih mending kalo lewat
di depan orang tua “permisi”. Naik motor yak-yakan. ugal ugalan. nanti
motor rusak, minta uang sama orang tua. Mungkin pejuang kita yang sudah
meninggal melihat dari surga kondisi sekarang ini sedih, atau ngelus dada
kalian. Hipotesa saya adalah ini akibat dari pendidikan mereka yang salah.
Marilah kita
tinggalkan kebiasaan lama bangkit dengan semangat baru mulai dengan hal yang
kecil. “Bila seseorang bertanggung jawab pada hal yang kecil, dia akan mendapat
tanggung jawab yang besar” begitu kata pak Mario Teguh. Memang agak susah untuk
merubah, tetapi ada baiknya dicoba dahulu. Kasihan para pejuang dan terlebih
lagi orang tua. Semoga dengan harkitnas, menjadi lebih baik lagi.
Sebagai
mahasiswa tarbiyah saya kebih menyoroti harkitnas ini untuk mewujudkan
pendidikan berkarakter bagi bangsa indonesia. Pendidikan merupakan tonggak
perjuangan bangsa menuju kemajuan peradaban. Tanpa pendidikan yang baik, tata
aturan dan etika kehidupan akan kacau, krisis moral akan merebak, hingga
menimbulkan gangguan sistem ekonomi yang mengarah pada kelumpuhan stabilitas
negara. Indonesia, sebagai negara berkembang sangatlah urgen untuk memberi
perhatian lebih pada bidang pendidikan yang sekarang jauh tertinggal dari
negara-negara lain. Dengan meningkatkan bidang pendidikanlah, perkembangan pada
bidang kehidupan yang lainnya akan tecapai hingga akselerasi kebangkitan
nasional berjalan lebih cepat.
Tentu para
pendahulu kita akan bangga di alam sana bila melihat anak, cucu, dan cicitnya
mampu mandiri dan tidak tergantung kepada pihak asing. Kita harus sanggup
bangkit dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Sayangnya, untuk
mencapai itu kita belum menemukan sosok yang tepat sebagai pemimpin yang transformatif.
Pemimpin yang membumi dan dirindukan oleh semua rakyatnya. Seperti halnya
almarhum Bung Karno dan Bung Hatta.
Sebagai calon
guru dalam memaknai hari kebangkitan nasional ini adalah suatu momentum dimana
kita tidak hanya gegap gempita merayakan harkitnas tanpa adanya gerakan dan
perubahan. Tentunya perubahan dalam bidang pendidikan disini saya maksudkan
adalah mewacanakan pentingnya pendidikan karakter. Karena dengan pendidikan
karakter dapat membentuk manusia yang berkarakter, serta memiliki rasa
nasionalisme dan patriotism yang memiliki semangat kebangsaan serta cinta tanah
air yang mulai ditinggalkan untuk ditanamkan kepada para peserta didik.
Pendidikan karakter juga nantinya menghasilkan para siswa yang dapat mengerti
bagaimana caranya menjadi warga negara yang baik. Apalagi kita sekarang
disuguhkan dengan berbagai fenomena sosial yang butuh antibiotic serta filterisasi dalam menyerapnya.
Seperti munculnya kasus NII yang merebak di dunia pendidikan. Dari situlah
pentingnya pendidikan karakter sebagai tafsiran dan pengamalan hari kebangkitan
nasional.
Penggunaan
Harkitnas sebagai momen yang mengajak rakyat agar mendukung pemberantasan
korupsi merupakan langkah tepat. Namun seperti yang telah dikemukakan di atas,
rakyat menunggu konsistensi pemerintah dalam memberantas korupsi. Dalam konteks
ini, kita juga ingin mengingatkan pemberantasan korupsi harus berdasar dari
hati nurani, bukan kepentingan pihak luar. Mengingat pihak asing sebetulnya
tidak mempedulikan apakah sebuah negara korup atau tidak, asalkan pinjaman
dikembalikan, mereka memperoleh laba ataupun konsesi yang besar. Hari
Kebangkitan Nasional sangat tepat dijadikan momentum memecahkan persoalan yang
membuat rakyat tidak sejahtera. Untuk itu semua pihak harus membantu dan
bekerja disertai pikiran positif serta tidak pesimistis
0 komentar:
Post a Comment