Pendidikan
sekolah dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. Keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam
pengembangan sekolah, tetapi juga untuk memperbaiki mutu dalam rangka
pembentukan peran-peran social melalui berbagai bentuk partisipasinya dalam
kelembagaan pendidikan. Gorton (1976) menandaskan bahwa untuk membangun sekolah
yang efektif perlu melibatkan peran serta masyarakat.
Selain itu di
Indonesia, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) mulai dikenal pada tahun 1999. Awalnya
dimulai dari kerja sama Unicef, UNESCO, dan Depdiknas dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Program rintisan MBS itu bernama creating learning community for children
(CLCC) atau "menciptakan masyarakat peduli pendidikan anak".
Program CLCC bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan
melalui pengembangan model untuk memberdayakan SD melalui pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah (MBS), metode pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), dan peran serta masyarakat (PSM) dalam
lingkungan sekolah yang ramah anak (child-friendly school).
Kegiatan
ini berlandaskan asumsi bahwa sekolah akan meningkat mutunya jika kepala
sekolah, guru, dan masyarakat termasuk orangtua siswa diberikan kewenangan yang
cukup besar untuk mengelola urusan sendiri, termasuk perencanaan dan
pengelolaan keuangan sekolah, proses belajar - mengajar menjadi aktif dan
menarik, para pendidiknya lebih ditingkatkan kemampuannya dan masyarakat
sekitar sekolah ikut aktif dalam urusan persekolahan secara umum.
Pada
manajemen berbasis sekolah, sekolah memiliki otonomi (kemandirian) untuk
berbuat yang terbaik bagi sekolah. Ketergantungan pada tingkat pusat makin
kecil, sehingga sekolah harus dewasa dan meyakini bahwa perubahan pendidikan
tidak akan terjadi jika sekolah sendiri tidak berubah. Tentu saja kemandirian
ini menuntut kemampuan sekolah untuk mengatur dan mengurus sekolahnya menurut
prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan
perundang - undangan yang berlaku.
Bimbingan dan Konseling yang merupakan pelayann dari,
untuk dan oleh manusia memiliki pengertian-pengertian yang khas. Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seseorang atau kepada
individu dengan menggunakan berbagai prosedur, cara, dan bahan agar indivu tersebut mampu mandiri
dalam mencegah, memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dan akhirnya dapat
mengembangkan diri. Menurut Crow & Crow ( Erman Amti 1992:2) bimbingan
adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita, yang
telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai
kepada seorang, dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan, keputusan sendiri,
dan menanggung bebannya sendiri.
Sedangkan
konseling merupakan proses pemberian bantuan yang didasarkan pada prosedur
wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu
(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Menurut Division of Counseling Psychology
(Prayitno, 1994:1001) konseling diartikan suatu proses untuk membantu individu
mengatasi hambatan-hambatan dirinya,dan untuk mencapai perkembangan optimal
kemampuan pribadi yang dimilikinya, dimana proses tersebut terjadi setiap
waktu.
Dengan
memperhatikan keduannya jelaslah bahwa konseling merupakan salah satu tehnik
pelayanan dalam bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan memberikan bantuan
secara individual (face to face
relationship). Bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang sangat erat,
perbedaannya terletak di dalam tingkatannya.
0 komentar:
Post a Comment