Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Monday 9 June 2014

Makalah Muamalah dalam Islam



  1. Pendahuluan
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis bisa menyusun makalah ini yang berjudul “MUAMALAH”.  Yang didalamnya akan dibahas beberapa jenis hubungan antara manusia dengan manusia yang lainya. Seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain sebagainya.
Sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai Muamalah, penulis menyadari bahwa dengan kekurangan kami, dangkalnya ilmu kami pasti masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, Maka dari itu demi kemajuan kita bersama, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami kami harapkan. Semoga makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri, Amin.

  1. Rumusan Masalah
      Dalam punulisan makalah ini banyak hal yang akan dibahasnya didalamnya,  karena banyak sekali macam-macam Muamalah dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang akan dibahas didalamnya adalah:
1.      Pengertian Muamalah
2.      Macam-macam Muamalah
3.      Hikmah Muamalah bagi kehidupan bermasyarakat

  1. Abstrak
a.      Muamalah
Muamalah secara bahasa artinya adalah hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan).[1]
Sedangkan menurut istilah Muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bisa memberi manfaat dengan cara yang ditentukan, seperti  jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa, dan usaha lainya[2]
Allah menciptkan manusia didunia ini masing-masing satu sama lain saling membutuhkan, supaya mereka tolong menolong, bantu membantu, gotong royong, tukar menukar barang mereka untuk memenuhi kebutuhan sendiri ataupun untuk kemaslahatan umum. Salah satunya seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan lain sebagainya.
Dengan cara demikian itu, kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang lain pun menjadi teguh dan menjadi erat. Akan tetapi jika kita loba, tamak, serakah, mementingkan hidup kita sendiri,  dan tidak mau menerima apa adanya, maka hidup kita tidak akan puas, tenang, dan tentram. Maka dari itu agama islam memberi peraturan yang sebaik-baiknya, karena dengan teraturnya muamalah, maka penghidupan manusia jadi terjamin dengan sebaik-baiknya sehingga tidak ada benci mebenci, dendam mendendam antara yang satu dengan yang lainya.

b.      Macam-Macam Muamalah
1.      jual beli
Jual beli adalah tukar menukar antara barang yang satu dengan barang lainya dengan cara teetentu (aqad)[3].
Pada dasarnya Jual beli hukumya boleh atau halal, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat-275. jual beli dihukumi wajib karena ada sebab lain, seperti apabila kebutuhan pokok manusia tidak dapat dipenuhi kecuali dengan melakukan jual beli. Jual beli dikatakan sunnah yaitu jual beli kepada sahabat atau famili yang dikasihi, dan kepada orang lain yang sangat memerlukan barang itu. Jual beli hukumya haram adalah jual beli barang haram, sperti jual beli nakotika, miras, bangkai, lemak babi, berhala, dan jual beli yang bersifat kezaliman, penipuan dan penindasan. Karena dalam syariat islam sudah diatur bahwa jual beli itu pada dasarnya suka sama suka, sama seperti orang beragama yaitu tidak ada paksaan dalam jual beli, baik memaksa orang untuk menjual  barangnya atau memaksa orang untuk membeli barangnya.

Rukun Jual Beli
1.      Penjual
2.      Pembeli
3.      Benda atau barang yang diperjual belikan
4.      Ijab dan Qabul (transaksi), ijab adalah perkataan penjual untuk menawarkan barannganya kepada pembeli, sedangkan qabul adalah perkataan pembeli untuk menawar atau membeli barang yang ditawarkan oleh penjual.
Syarat Jual Beli
1.      Berakal sehat, orang gila tidak sah jual belinya.
2.      Baligh (Dewasa), anak kecil tidak sah jual belinya.
3.      Atas dasar kemauan sendiri, sebab jual beli dengan paksaan tidak sah.
4.      Tidak mubazzir (pemboros), sebab dalam islam tidak diperbolehkan berlebih-lebihan.
5.      Ada barangnya, sebab menjual barang yang tidak nyata wujudnya, dzatnya dan jumlahnya itu tidak boleh.[4]

2.      Pinjam Meminjam
Pinjam Meminjam atau Ariyah yaitu aqad yang untuk memberikan atau menerima pinjaman suatu barang  untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak barang tersebut, sehimgga pada waktu mengembalikan baranga itu msaih utuh seperti semula[5]
Asal hukum pinjam meminjam adalah sunah, seperti halnya tolong menolong yang lain. Tetapi ada juga yang diwajibkan, sperti meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang mau mati, karena apabila hewan tersebut tidak segera disembalih maka akan mati dengan sia-sia dan mubazzif. Tetapi pinjam meminjam menjadi haram ketika untuk melakukan kejahatan atau untuk melakukan barang yang haram.

Rukun Pinjam Meminjam
1.      Orang yang meminjamkan
2.      Orang yang meminjam
3.      Barang yang dipinjamkan
4.      Lafazd (kata-kata yang digunakan untuk meminjam), namun sebagian ulama berpendapat bahwa pinjam meminjam itu boleh dan sah tanpa menggunakan lafazd.
Syarat pinjam meminjam
1.      Baligh dan Berakal
2.      Ada orang yang meminjam dan orang yang meminjamkan
3.      Ada barang yang dipinjamkan
4.      Tidak dipaksa
5.      Bertujuan baik, tidak boleh pinjam meminjam untuk melakukan kejahatan
6.      Barang yang dipinjam harus kembali seperti semula, tidak boleh meminjam barang untuk dirusak.[6]

3.      Sewa Menyewa
Sewa menyewa adalah Aqad atas manfaat yang dimaksud lagi diketahui, dengan takaran yang diketahui menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditentukan. Atau suatu aqad untuk mengambil mnafaat sesuatu yang diterima dari orang lain, dengan jalan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan.[7]
Asal hukum sewa menyewa adalah boleh, seperti firman Allah SWT dalam surat At-Talaq Ayat 6. seperti menyewa tanah, rumah, kendaraan dan sebagainya. sebagian uluma berpendapat sewa menyewa itu boleh asal tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik yang menyewakan barang, atau orang yang menyewa barang tersebut, dan barang yang disewakan tersebut tidak cacat, rusak atau hilang, apabila cacat, rusak atau hilang maka sipeminjam harus mengganti barang tersebut sesuai dengan nilai, kadar, jumlah dan dzatnya.
Rukun Sewa Menyewa
1.      Orang yang menyewakan dan yang menyewa
2.      Barang yang disewakan
3.      Bermanfaat
4.      Mengembalikan barang sewaaan
Syarat Sewa Menyewa
1.      Baligh dan berakal
2.      Ada barang yang disewakan
3.      kehendak sendiri bukan dipaksa
4.      Barang tersebut ada manfaatnya
5.      Untuk tujuan kebaikan[8]

4. Qirad
            Qirad adalah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal usaha, sedangkan keuntunganya dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.[9]
      Rasululloh SAW dulu juga melakukanya ketika beliau mengambil modal dari istrinya Siti Khadijah sewaktu beliau berdagang ke negeri syam. Qirad memang telah ada dimasa jahiliyah (sebelum islam), kemudian diperbolehkan dan ditetapkan oleh agama islam. Peraturan qirad ini diadakan memang karena sangat dibutuhkan oleh sebagian umat manusia. Betapa tidak, ada orang yang punya modal banyak tapi dia tidak pandai berdagang atau berbisnis, atau tidak berkesempatan, sedangkan disisi lain ada orang yang pandai lincah dan ulet dalam berbisnis tapi dia tidak mempunyai modal.

Rukun Qirad
1. Orang yang punya modal dan yang bekerja (pekerja)
2. Modal (harta), baik berupa uang ataupun lainya. Keadaan modal harus jelas banyaknya
3. Pekerjaan, yaitu berdagang dan lainya yang berhubungan dengan urusa perdagangan tersebut
4. Keuntungan, banyaknya keuntungan  untuk pekerja hendaklah ditentukan sewaktu aqad, misalnya seperdua, sepertiga, atau seperempat.
Syarat Qirad
1. Baligh dan berakal
2. Orang yang memberi modal dan pekerja
3. Tidak dipaksa
4. Dapat dipercaya[10]

5.  Mukhabarah dan Muzharaah
   Mukhabarah adalah paroan sawah atau ladang, seperdua sepertiga atau sperempat. Sedangakan benihnya dari yang punya tanah. Muzharaah adalah paroan sawah atau ladang, seperdua atau sepertiga, sedangkan benihnya dari petaninya (orang yang menggarap sawah)[11]
Mengenai mukhabarah dan muzharaah ada beberapa pendapat ulama, ada yang membolehkan ada yang melarang, salah satu yang melarang adalah rafi’ bin khadij berpendapat bahwa dalam mukhabarah dan muzharaah pasti ada pihak yang dirugikan. Seadangkan oleh ibnu munzir, nawawi, dan khattabi berpendapat boleh, dengan cara dipersentase bagian masing-masing, karena dengan cara itu akan diperoleh keadilan. Memang kalo kita selidiki hasil adanya paroan ini terhadap umum maka jelas kita akan memilih pendapat yang kedua ini.


Rukun mukhabarah dan muzharaah
1.Penggarap dan yang punya sawah
2.Modal
3.Keuntungan
Syarad mukhabarah dan muzharaah
1.Baligh
2.Berakal
3.Modal
4.Tidak dipaksa
5.Saling menguntungkan[12]

6.      Wakaf
      Wakaf secara bahasa adalah menahan, berhenti, atau diam, sedang menurut istilah adalah menahan  suatu benda yang kekal zatnya yang dapat diambil manfaatnya, guna diberikan untuk jalan kebaikan.[13]
      Oleh karena itu tempat parkir disebut mauqif karena disitulah berhentinya kendaraan, demikian juga padang arafah disebut juga mauqif dimana para jamaah berdiam untuk wuquf. Secara teknis syariah wakaf sering kali diartikan sebagai aset yang dialokasikan untuk kemanfaatan umat dimana substansi atau pokoknya ditahan, sementara manfaatnya boleh dinikmati untuk kepentingan umum. Secara administratif wakaf dikelola oleh nadzir yang merupakan pengemban amanah waqif (orang yang memberikan wakaf). Contoh yang paling klasik dari wakaf adalah wakaf tanah. Karena tanah dianggap substansinya kekal dan abadi.
      Perbedaan pendapat ulama tentang unsur keabadian atau kekekalan pada wakaf tanah telah mengemuka mengemuka, khususnya antara mazhab syafii dan mazhab hanafi, dan mazhab yang lain.

      Imam syafii misalnya sangat menekankan pada wakaf fixed asset (harta tetap)  sehingga menjadikan sebagian sarat sah wakaf. Seperti halnya diindonesia banyak menganut mazhab syafii, maka banyak diindonesia bentuk wakafnya berupa tanah, masjid, madrasah, dan aset tetap lainya. Dipihak lain imam maliki mengartikan kekekalan pada wakaf itu adalah lebih pada nature barang yang diwakafkan, baik itu aset tetap atau aset bergerak. Untuk aset tetap seperti tanah unsur kebadiaan terpenuhi karena memang tanah dapat dipakai selama tidak ada longsoratau bencana alam lainya seperti lapindo, atau yang bisa menghilangkan fisik tanah tersebut. Demikian halnya dengan masjid dan madrasah atau tempat lainya.
      Pada periode tradisional, wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan dalm kategori ibadah mhahdah atau ibadah pokok. Yaitu kebanyakan benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik, seperti masjid, musholla, pesantren, kuburan, yayasan dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf  belum memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena hanya untuk kepentingan komsumtif.
      Pada periode semi-profesinal adalah masa dimana pengelolaan wakaf secara umum sama dengan periode tradisional, namun pada wakaf ini sudah dikembangkan pola pemberdayaan wakaf produktif, meskipun belum maksimal. Sebagai contoh adalah pembangunan masjid masjid yang letaknya strategis dengan menambah bangunan gedung gedung untuk pertemuan, pernikahan, seminar dan acara lainya seperti masjid sunda kelapa, masjid pondok indah, masjid agung jawa tengah, masjid at-taqwa pasar minggu, masjid nikmatul ittihad pondok pinang, dan masjid lainya.[14]
      Selain hal itu sekarang juga sudah mulai dikembangkanya pemberdayaan tanah-tanah wakaf untuk bidang pertanian, pendirian totko-toko kecil, koperasi, penggilingan padi, usaha bengkel, dan sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan dibidang pendidikan, (pondok pesantren) dan lain sebagainya. Meskipun pola ini dikatakan pola tradisional namun telah dilakukan oleh pondok pesantren moderen Ass-Salam gontor, ponorogo jatim. Adapun secara kusus mengembangkan wakaf untuk kesehatan telah dilakukan oleah Yayasan Sultan Agung semarang.  Ada lagi yang memberdayakan wakaf dengan pola pengkajian dan penelitian secara intensif terhadap wacana pemikiran islam moderen seperti yang dilakukan oleh Yayasan Wakaf paramadina, dan sebagainya.

      Selanjutnya adalah periode propesional, wakaf periode ini ditandai dengan pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif, kepropesionalan dilakukan dalam bentuk, manajemen, SDM kenadhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf seperti uang, saham, dan surat berharga lainya, dukungan pol will pemerintah secara penuh salah satunya lahirnya UU tentang wakaf. Semua periode dan pemberdayaan wakaf diatas adalah demi kemajuan dan kesjahteraan umat islam.[15]

            Sedangkan majelis ulama indonesia atau MUI juga mengeluarkan fatwanya tentang wakaf  tunai, Yaitu wakaf yang dilakukan seorang, kepada kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Beberapa orang yang menagut mazhab hanafi juga telah melakukan wakaf tunai. Kemudian para ulama sepakat yaitu pada tanggal 11 mei 2002 telah mengeluarkan fatwanya bahwa membolehkan wakaf tunai. Argumentasi ini sudah disepakati oleh komisi fatwa MUI, jadi oleh karena itu wakaf  berupa uang tunai telah diperbolehkan berdasarkan fatwa MUI, bukan berarti wakaf itu benda yang kekal, sepert tanah, bangunan dan sebagainya, tetapi uang dan yang bisa dibayar tunai juaga ada wakafnya, hal ini sesuai dengan fatwa MUI yang telah disebutkan diatas tadi.[16]
     
      Rukun wakaf
1.      Orang yang mengeluarkan wakaf atau wakif
2.      Orang yang menerima wakaf atau nadhir
3.      Ada barang yang diwakafkan
4.      Ada tempat untuk berwakaf
5.      Ikrar wakaf

      Syarat wakaf
1.Ada yang berwakaf
2.Ada yang menerima
3.Selama-lamanya
4.Tunai
5.Jelas kepada siapa barang itu diwakafkan[17]

7. Hibah Sedekah dan Hadiah
      Hibah sedekah dan hadiah juga termasuk kategori muamalah, karena hibah sedekah dan hadiah adalah salah satu hablum minannas. Dibawah ini akan dijelaskan tentang hibah sedekah dan hadiah.
Hibah  artinya adalah memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tidak ada tukaranya dan tidak ada sebabnya
Sedekah adalah memberikan barang dengan tidak ada tukaranya karena mengharapkan pahala akhirat
Hadiah adalah memberikan barang dengan tidak ada tukaranya serta dibawa ketempat orang yang diberi karena untuk memuliakanya[18]
      Hibah sedekah dan hadiah apabila kita simak sekilas pengertinya memang hmpir sama, tetapi ada perbedaanya, kalo hibah itu biasanya diberikan karena adanya tali persaudaraan, misalnya seoranf  kakak memberikan mainan kepada adiknya. Kemudian hadiah bisanya diberikan karna tanda jasa atau perlombaan, misalnya seorang petenis, petinju seorang ilmuwan, mereka diberi hadiah karena mereka telah berjasa dan telah menang dalam bertanding. Sedangkan sedekah itu diberikan dari orang kaya kepada orang miskin, masjid, pondok pesantren, karena merasa kasihan, iba, atau memang benar-benar membutuhkan bantuan maka dikeluarkanlah sedekah tersebut.

Rukun Hibah Hadiah dan Sedekah
1.      Orang yang memberi
2.      Orang yang diberi
3.      Ada ijab dan qabul
4.      Dan ada barang yang diberikan

Syarat Hibah Hadiah dan Sedekah
1.                  Ada yang memberi
2.                  Ada yang diberi
3.                  Baligh
4.                  Berakal
5.                  Tidak dipaksa[19]

      Barang yang diberikan menjadi miliknya apabila telah diterimanya, jika belum ada serah terima maka belum menjadi miliknya dan tidak semata-mata karena aqad. Rasululloh pernah memberikan 30 buah kasturi kepada sahabatnya najasyi, kemudian sahabat najasyi meninggal sebelum menerimanya, maka Rasululloh menariknya kembali. Apabila yang menerima telah mati itu boleh diganti oleh ahli warisnya, apabila ingin mencabutnya, maka boleh dicabutnya kembali
c.       Hikmah Muamalah Bagi Kehidupan Bermasyarakat
Hikmah Muamalah bagi kehidupan bermasyarakat sangatlah banyak sekali, diantaranya adalah:
1.Dengan bermuamalah yang baik, berarti kita telah melaksanakan perintah Allah SWT
2.Merupakan salah satu cara ubtuk memberantas kemalasan, pengangguran
3.Mempererat hubungan tali silaturrahim[20]
4.Saling melengkapi karena kita sebagai mahluk sosial yang lemah tidak bisa hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain
5.Saling memberi manfaat dan saling mengisi kebutuhan hidup antara yang satu dengan yang lainya
6.Sebagai wujud kita melakukan muamalah sebagai mahluk sosial. Dan sebagainya.[21]

  1. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Muamalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pergaulaun hidup manusia (Hablum Minannas).
  2. Macam-macam Muamalah diantaranya adalah: jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa, qirad, mukhabarah dan muzharaah, dan sebagainya.
  3. Hikmah muamalah bagi kehidupan bermasyarakat yang paling pokok adalah untuk menyambung tali silaturrahmi sebagai wujud melaksanakan perintah Allah SWT, karena kita adalah mahluk sosial.
  4. Penutup
Demikianlah pembahasan makalah ini yang berjudul “MUAMALAH”, mungkin masih banyak kekurangan dan kesalahan karena dangkalnya ilmu yang penulis miliki, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan demi kemajun kita bersama, semoga saja makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri, sekian. Salam PLUR (Peace Love Unity Respect).


DAFTAR PUSTAKA

MS Burhani, Kamus Ilmiah Populer. Jombang: lintas Media. Tanpa Tahun.
Rasjid Sulaiman. H, Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2008.
Abyan Amir. Drs, Fiqih II. Jakarta: Depag dan Universitas Terbuka. 1997.
Sukina Ahmad. Drs, Kumpulan Kajian Kontemporer. Surakarta: MTA. 2007
Anwar  Moch. KH, Khutbah Jumat. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2004
Djunaidi Achmad. Dkk. Menuju Era Wakaf Produktif. Jakarta: mumtas
publising. 2008
Amir Maruf. KH. Fatwa Mui Tentang Wakaf. Jakarta: BWI. 2002
Suparta H.M. Drs MA. Fiqih Madrasah Aliyah. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Tanpa Tahun






[1] Burhani MS, Kamus Ilmiah Populer, Jombang: Lintas Media, Hlm. 421
[2] H. Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008, Hlm. 278
[3] H. Sulaiman Rasjid. Ibid. hlm.279
[4] H. Sulaiman Rasjid. Ibid. Hlm. 281
[5] Drs. Amir Abyan,  Fiqih II, Jakarta: Depag. 1996. Hlm. 450
[6] Drs. Amir Abyan. Ibid. Hlm. 452
[7] Drs. Amir Abyan. Ibid. Hlm. 455
[8] K.h Moch Anwar, Khutbah Jumat, Bandung: Sinar Baru Algesindo, Hlm. 84
[9] Kh. Moch Anwar. Ibid. Hlm. 86
[10] H. Sulaiman Rasjid. Op cit Hlm. 299
[11] Kh. Moch Anwar, Ibid. hlm. 133
[12] H. Sulaiman Rasjid. Op cit Hlm. 303
[13] Drs. H.M Suparta M.A. Fiqih Madrasah Aliyah. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang. Hlm. 65
[14] Achmad Djunadi. Menuju Era Wakaf Procuktif, Jakarta: Mumtas  Publising. Hlm vvi
[15] Achmad Djunadi. Ibid. Hlm. vi
[16] H Fauzi Amnur. Lc. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta: Depag. Hlm. 17
[17] Kh Amir Maruf. Fatwa MUI Tentang Wakaf, Jakarta: BWI. Hlm. 5
[18] Drs. H.M Suparta M.A. Fiqih Madrasah Aliyah. Ibid. Hm. 67
[20] Drs, Ahmad Sukina. Kumpulan Kajian Kontemporer, Surakarta: MTA. Hlm.130
[21] Drs, Ahmad Sukina. Ibid. hlm. 131
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Makalah Muamalah dalam Islam Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda