- Pendahuluan
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang
telah memberikan kekuatan sehingga penulis bisa menyusun makalah ini yang
berjudul “MUAMALAH”. Yang didalamnya
akan dibahas beberapa jenis hubungan antara manusia dengan manusia yang lainya.
Seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain sebagainya.
Sebelum kita bahas lebih lanjut
mengenai Muamalah, penulis menyadari bahwa dengan kekurangan kami, dangkalnya
ilmu kami pasti masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, Maka dari
itu demi kemajuan kita bersama, kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat kami kami harapkan. Semoga makalah yang kami susun ini
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri, Amin.
- Rumusan Masalah
Dalam punulisan makalah ini banyak hal yang akan dibahasnya
didalamnya, karena banyak sekali
macam-macam Muamalah dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang akan dibahas
didalamnya adalah:
1.
Pengertian
Muamalah
2.
Macam-macam
Muamalah
3.
Hikmah Muamalah
bagi kehidupan bermasyarakat
- Abstrak
a.
Muamalah
Muamalah secara bahasa artinya adalah
hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan).[1]
Sedangkan menurut istilah Muamalah adalah
tukar menukar barang atau sesuatu yang bisa memberi manfaat dengan cara yang
ditentukan, seperti jual beli, pinjam meminjam,
sewa menyewa, dan usaha lainya[2]
Allah menciptkan manusia didunia ini masing-masing
satu sama lain saling membutuhkan, supaya mereka tolong menolong, bantu
membantu, gotong royong, tukar menukar barang mereka untuk memenuhi kebutuhan
sendiri ataupun untuk kemaslahatan umum. Salah satunya seperti jual beli,
pinjam meminjam, sewa menyewa dan lain sebagainya.
Dengan cara demikian itu, kehidupan
masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang lain pun
menjadi teguh dan menjadi erat. Akan tetapi jika kita loba, tamak, serakah,
mementingkan hidup kita sendiri, dan
tidak mau menerima apa adanya, maka hidup kita tidak akan puas, tenang, dan
tentram. Maka dari itu agama islam memberi peraturan yang sebaik-baiknya,
karena dengan teraturnya muamalah, maka penghidupan manusia jadi terjamin
dengan sebaik-baiknya sehingga tidak ada benci mebenci, dendam mendendam antara
yang satu dengan yang lainya.
b.
Macam-Macam
Muamalah
1.
jual
beli
Jual beli adalah tukar menukar antara barang yang satu
dengan barang lainya dengan cara teetentu (aqad)[3].
Pada dasarnya Jual beli hukumya boleh
atau halal, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah
ayat-275. jual beli dihukumi wajib karena ada sebab lain, seperti apabila
kebutuhan pokok manusia tidak dapat dipenuhi kecuali dengan melakukan jual
beli. Jual beli dikatakan sunnah yaitu jual beli kepada sahabat atau famili
yang dikasihi, dan kepada orang lain yang sangat memerlukan barang itu. Jual
beli hukumya haram adalah jual beli barang haram, sperti jual beli nakotika,
miras, bangkai, lemak babi, berhala, dan jual beli yang bersifat kezaliman,
penipuan dan penindasan. Karena dalam syariat islam sudah diatur bahwa jual
beli itu pada dasarnya suka sama suka, sama seperti orang beragama yaitu tidak
ada paksaan dalam jual beli, baik memaksa orang untuk menjual barangnya atau memaksa orang untuk membeli
barangnya.
Rukun Jual Beli
1.
Penjual
2.
Pembeli
3.
Benda atau
barang yang diperjual belikan
4.
Ijab dan Qabul
(transaksi), ijab adalah perkataan penjual untuk menawarkan barannganya kepada
pembeli, sedangkan qabul adalah perkataan pembeli untuk menawar atau membeli
barang yang ditawarkan oleh penjual.
Syarat Jual Beli
1.
Berakal sehat,
orang gila tidak sah jual belinya.
2.
Baligh (Dewasa),
anak kecil tidak sah jual belinya.
3.
Atas dasar
kemauan sendiri, sebab jual beli dengan paksaan tidak sah.
4.
Tidak mubazzir
(pemboros), sebab dalam islam tidak diperbolehkan berlebih-lebihan.
5.
Ada barangnya,
sebab menjual barang yang tidak nyata wujudnya, dzatnya dan jumlahnya itu tidak
boleh.[4]
2.
Pinjam
Meminjam
Pinjam Meminjam atau Ariyah yaitu
aqad yang untuk memberikan atau menerima pinjaman suatu barang untuk diambil manfaatnya, dengan tidak
merusak barang tersebut, sehimgga pada waktu mengembalikan baranga itu msaih
utuh seperti semula[5]
Asal hukum pinjam meminjam adalah
sunah, seperti halnya tolong menolong yang lain. Tetapi ada juga yang
diwajibkan, sperti meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang mau mati,
karena apabila hewan tersebut tidak segera disembalih maka akan mati dengan
sia-sia dan mubazzif. Tetapi pinjam meminjam menjadi haram ketika untuk
melakukan kejahatan atau untuk melakukan barang yang haram.
Rukun Pinjam Meminjam
1.
Orang yang
meminjamkan
2.
Orang yang
meminjam
3.
Barang
yang dipinjamkan
4.
Lafazd
(kata-kata yang digunakan untuk meminjam), namun sebagian ulama berpendapat
bahwa pinjam meminjam itu boleh dan sah tanpa menggunakan lafazd.
Syarat pinjam meminjam
1.
Baligh dan
Berakal
2.
Ada orang
yang meminjam dan orang yang meminjamkan
3.
Ada barang
yang dipinjamkan
4.
Tidak
dipaksa
5.
Bertujuan
baik, tidak boleh pinjam meminjam untuk melakukan kejahatan
6.
Barang
yang dipinjam harus kembali seperti semula, tidak boleh meminjam barang untuk
dirusak.[6]
3.
Sewa
Menyewa
Sewa menyewa adalah Aqad atas manfaat
yang dimaksud lagi diketahui, dengan takaran yang diketahui menurut syarat-syarat
dan rukun-rukun yang telah ditentukan. Atau suatu aqad untuk mengambil mnafaat
sesuatu yang diterima dari orang lain, dengan jalan membayar sesuai dengan
perjanjian yang telah ditentukan.[7]
Asal hukum sewa menyewa adalah boleh,
seperti firman Allah SWT dalam surat At-Talaq Ayat 6. seperti menyewa tanah,
rumah, kendaraan dan sebagainya. sebagian uluma berpendapat sewa menyewa itu
boleh asal tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik yang menyewakan barang,
atau orang yang menyewa barang tersebut, dan barang yang disewakan tersebut
tidak cacat, rusak atau hilang, apabila cacat, rusak atau hilang maka
sipeminjam harus mengganti barang tersebut sesuai dengan nilai, kadar, jumlah
dan dzatnya.
Rukun Sewa Menyewa
1.
Orang yang
menyewakan dan yang menyewa
2.
Barang
yang disewakan
3.
Bermanfaat
4.
Mengembalikan
barang sewaaan
Syarat Sewa Menyewa
1.
Baligh dan
berakal
2.
Ada barang
yang disewakan
3.
kehendak
sendiri bukan dipaksa
4.
Barang
tersebut ada manfaatnya
5.
Untuk
tujuan kebaikan[8]
4. Qirad
Qirad adalah memberikan modal dari
seseorang kepada orang lain untuk modal usaha, sedangkan keuntunganya dibagi
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.[9]
Rasululloh
SAW dulu juga melakukanya ketika beliau mengambil modal dari istrinya Siti
Khadijah sewaktu beliau berdagang ke negeri syam. Qirad memang telah ada dimasa
jahiliyah (sebelum islam), kemudian diperbolehkan dan ditetapkan oleh agama
islam. Peraturan qirad ini diadakan memang karena sangat dibutuhkan oleh
sebagian umat manusia. Betapa tidak, ada orang yang punya modal banyak tapi dia
tidak pandai berdagang atau berbisnis, atau tidak berkesempatan, sedangkan
disisi lain ada orang yang pandai lincah dan ulet dalam berbisnis tapi dia
tidak mempunyai modal.
Rukun Qirad
1. Orang yang punya modal dan yang bekerja
(pekerja)
2. Modal (harta), baik berupa uang ataupun
lainya. Keadaan modal harus jelas banyaknya
3. Pekerjaan, yaitu berdagang dan lainya yang
berhubungan dengan urusa perdagangan tersebut
4. Keuntungan, banyaknya keuntungan untuk pekerja hendaklah ditentukan sewaktu
aqad, misalnya seperdua, sepertiga, atau seperempat.
Syarat Qirad
1. Baligh dan berakal
2. Orang yang memberi modal dan pekerja
3. Tidak dipaksa
4. Dapat dipercaya[10]
5.
Mukhabarah dan Muzharaah
Mukhabarah
adalah paroan sawah atau ladang, seperdua sepertiga atau sperempat. Sedangakan
benihnya dari yang punya tanah. Muzharaah adalah paroan sawah atau ladang,
seperdua atau sepertiga, sedangkan benihnya dari petaninya (orang yang
menggarap sawah)[11]
Mengenai mukhabarah dan muzharaah ada
beberapa pendapat ulama, ada yang membolehkan ada yang melarang, salah satu
yang melarang adalah rafi’ bin khadij berpendapat bahwa dalam mukhabarah dan
muzharaah pasti ada pihak yang dirugikan. Seadangkan oleh ibnu munzir, nawawi,
dan khattabi berpendapat boleh, dengan cara dipersentase bagian masing-masing,
karena dengan cara itu akan diperoleh keadilan. Memang kalo kita selidiki hasil
adanya paroan ini terhadap umum maka jelas kita akan memilih pendapat yang
kedua ini.
Rukun mukhabarah dan muzharaah
1.Penggarap dan yang punya sawah
2.Modal
3.Keuntungan
Syarad mukhabarah dan
muzharaah
1.Baligh
2.Berakal
3.Modal
4.Tidak dipaksa
5.Saling menguntungkan[12]
6.
Wakaf
Wakaf secara bahasa adalah menahan, berhenti, atau diam, sedang
menurut istilah adalah menahan suatu
benda yang kekal zatnya yang dapat diambil manfaatnya, guna diberikan untuk
jalan kebaikan.[13]
Oleh karena itu tempat parkir disebut mauqif
karena disitulah berhentinya kendaraan, demikian juga padang arafah disebut
juga mauqif dimana para jamaah berdiam untuk wuquf. Secara teknis syariah wakaf
sering kali diartikan sebagai aset yang dialokasikan untuk kemanfaatan umat
dimana substansi atau pokoknya ditahan, sementara manfaatnya boleh dinikmati
untuk kepentingan umum. Secara administratif wakaf dikelola oleh nadzir yang
merupakan pengemban amanah waqif (orang yang memberikan wakaf). Contoh yang
paling klasik dari wakaf adalah wakaf tanah. Karena tanah dianggap substansinya
kekal dan abadi.
Perbedaan
pendapat ulama tentang unsur keabadian atau kekekalan pada wakaf tanah telah
mengemuka mengemuka, khususnya antara mazhab syafii dan mazhab hanafi, dan
mazhab yang lain.
Imam
syafii misalnya sangat menekankan pada wakaf fixed asset (harta tetap) sehingga menjadikan sebagian sarat sah wakaf.
Seperti halnya diindonesia banyak menganut mazhab syafii, maka banyak
diindonesia bentuk wakafnya berupa tanah, masjid, madrasah, dan aset tetap
lainya. Dipihak lain imam maliki mengartikan kekekalan pada wakaf itu adalah
lebih pada nature barang yang diwakafkan, baik itu aset tetap atau aset
bergerak. Untuk aset tetap seperti tanah unsur kebadiaan terpenuhi karena
memang tanah dapat dipakai selama tidak ada longsoratau bencana alam lainya
seperti lapindo, atau yang bisa menghilangkan fisik tanah tersebut. Demikian
halnya dengan masjid dan madrasah atau tempat lainya.
Pada
periode tradisional, wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni
dimasukkan dalm kategori ibadah mhahdah atau ibadah pokok. Yaitu kebanyakan benda-benda
wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik, seperti masjid,
musholla, pesantren, kuburan, yayasan dan sebagainya. Sehingga keberadaan
wakaf belum memberikan kontribusi sosial
yang lebih luas karena hanya untuk kepentingan komsumtif.
Pada
periode semi-profesinal adalah masa dimana pengelolaan wakaf secara umum sama
dengan periode tradisional, namun pada wakaf ini sudah dikembangkan pola
pemberdayaan wakaf produktif, meskipun belum maksimal. Sebagai contoh adalah
pembangunan masjid masjid yang letaknya strategis dengan menambah bangunan
gedung gedung untuk pertemuan, pernikahan, seminar dan acara lainya seperti
masjid sunda kelapa, masjid pondok indah, masjid agung jawa tengah, masjid
at-taqwa pasar minggu, masjid nikmatul ittihad pondok pinang, dan masjid
lainya.[14]
Selain
hal itu sekarang juga sudah mulai dikembangkanya pemberdayaan tanah-tanah wakaf
untuk bidang pertanian, pendirian totko-toko kecil, koperasi, penggilingan
padi, usaha bengkel, dan sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan
pengembangan dibidang pendidikan, (pondok pesantren) dan lain sebagainya.
Meskipun pola ini dikatakan pola tradisional namun telah dilakukan oleh pondok
pesantren moderen Ass-Salam gontor, ponorogo jatim. Adapun secara kusus
mengembangkan wakaf untuk kesehatan telah dilakukan oleah Yayasan Sultan Agung semarang. Ada lagi yang memberdayakan wakaf dengan pola
pengkajian dan penelitian secara intensif terhadap wacana pemikiran islam
moderen seperti yang dilakukan oleh Yayasan Wakaf paramadina, dan sebagainya.
Selanjutnya
adalah periode propesional, wakaf periode ini ditandai dengan pemberdayaan
potensi masyarakat secara produktif, kepropesionalan dilakukan dalam bentuk,
manajemen, SDM kenadhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf seperti
uang, saham, dan surat berharga lainya, dukungan pol will pemerintah secara
penuh salah satunya lahirnya UU tentang wakaf. Semua periode dan pemberdayaan
wakaf diatas adalah demi kemajuan dan kesjahteraan umat islam.[15]
Sedangkan
majelis ulama indonesia atau MUI juga mengeluarkan fatwanya tentang wakaf tunai, Yaitu wakaf yang dilakukan seorang,
kepada kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
Beberapa orang yang menagut mazhab hanafi juga telah melakukan wakaf tunai.
Kemudian para ulama sepakat yaitu pada tanggal 11 mei 2002 telah mengeluarkan
fatwanya bahwa membolehkan wakaf tunai. Argumentasi ini sudah disepakati oleh
komisi fatwa MUI, jadi oleh karena itu wakaf
berupa uang tunai telah diperbolehkan berdasarkan fatwa MUI, bukan
berarti wakaf itu benda yang kekal, sepert tanah, bangunan dan sebagainya,
tetapi uang dan yang bisa dibayar tunai juaga ada wakafnya, hal ini sesuai
dengan fatwa MUI yang telah disebutkan diatas tadi.[16]
Rukun
wakaf
1.
Orang yang
mengeluarkan wakaf atau wakif
2.
Orang yang
menerima wakaf atau nadhir
3.
Ada barang
yang diwakafkan
4.
Ada tempat
untuk berwakaf
5.
Ikrar
wakaf
Syarat
wakaf
1.Ada yang berwakaf
2.Ada yang menerima
3.Selama-lamanya
4.Tunai
5.Jelas kepada siapa barang itu diwakafkan[17]
7. Hibah Sedekah dan Hadiah
Hibah sedekah dan hadiah juga termasuk kategori muamalah, karena
hibah sedekah dan hadiah adalah salah satu hablum minannas. Dibawah ini akan
dijelaskan tentang hibah sedekah dan hadiah.
Hibah artinya adalah memberikan sesuatu kepada orang
lain dengan tidak ada tukaranya dan tidak ada sebabnya
Sedekah adalah memberikan barang
dengan tidak ada tukaranya karena mengharapkan pahala akhirat
Hadiah adalah memberikan barang
dengan tidak ada tukaranya serta dibawa ketempat orang yang diberi karena untuk
memuliakanya[18]
Hibah sedekah
dan hadiah apabila kita simak sekilas pengertinya memang hmpir sama, tetapi ada
perbedaanya, kalo hibah itu biasanya diberikan karena adanya tali persaudaraan,
misalnya seoranf kakak memberikan mainan
kepada adiknya. Kemudian hadiah bisanya diberikan karna tanda jasa atau
perlombaan, misalnya seorang petenis, petinju seorang ilmuwan, mereka diberi
hadiah karena mereka telah berjasa dan telah menang dalam bertanding. Sedangkan
sedekah itu diberikan dari orang kaya kepada orang miskin, masjid, pondok
pesantren, karena merasa kasihan, iba, atau memang benar-benar membutuhkan
bantuan maka dikeluarkanlah sedekah tersebut.
Rukun Hibah Hadiah dan Sedekah
1.
Orang yang
memberi
2.
Orang yang
diberi
3.
Ada ijab
dan qabul
4.
Dan ada
barang yang diberikan
Syarat Hibah Hadiah dan Sedekah
1.
Ada yang
memberi
2.
Ada yang
diberi
3.
Baligh
4.
Berakal
5.
Tidak
dipaksa[19]
Barang
yang diberikan menjadi miliknya apabila telah diterimanya, jika belum ada serah
terima maka belum menjadi miliknya dan tidak semata-mata karena aqad.
Rasululloh pernah memberikan 30 buah kasturi kepada sahabatnya najasyi,
kemudian sahabat najasyi meninggal sebelum menerimanya, maka Rasululloh
menariknya kembali. Apabila yang menerima telah mati itu boleh diganti oleh
ahli warisnya, apabila ingin mencabutnya, maka boleh dicabutnya kembali
c.
Hikmah
Muamalah Bagi Kehidupan Bermasyarakat
Hikmah Muamalah bagi kehidupan bermasyarakat sangatlah
banyak sekali, diantaranya adalah:
1.Dengan bermuamalah yang baik, berarti kita
telah melaksanakan perintah Allah SWT
2.Merupakan salah satu cara ubtuk memberantas
kemalasan, pengangguran
3.Mempererat hubungan tali silaturrahim[20]
4.Saling melengkapi karena kita sebagai mahluk
sosial yang lemah tidak bisa hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain
5.Saling memberi manfaat dan saling mengisi
kebutuhan hidup antara yang satu dengan yang lainya
6.Sebagai wujud kita melakukan muamalah sebagai
mahluk sosial. Dan sebagainya.[21]
- Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
- Muamalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pergaulaun hidup manusia (Hablum Minannas).
- Macam-macam Muamalah diantaranya adalah: jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa, qirad, mukhabarah dan muzharaah, dan sebagainya.
- Hikmah muamalah bagi kehidupan bermasyarakat yang paling pokok adalah untuk menyambung tali silaturrahmi sebagai wujud melaksanakan perintah Allah SWT, karena kita adalah mahluk sosial.
- Penutup
Demikianlah pembahasan makalah ini yang berjudul
“MUAMALAH”, mungkin masih banyak kekurangan dan kesalahan karena dangkalnya
ilmu yang penulis miliki, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan demi kemajun kita bersama, semoga saja makalah ini kami buat,
semoga bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri, sekian.
Salam PLUR (Peace Love Unity Respect).
DAFTAR PUSTAKA
MS Burhani, Kamus Ilmiah Populer. Jombang:
lintas Media. Tanpa Tahun.
Rasjid Sulaiman. H, Fiqh Islam. Bandung:
Sinar Baru Algesindo. 2008.
Abyan Amir. Drs, Fiqih II. Jakarta: Depag
dan Universitas Terbuka. 1997.
Sukina Ahmad. Drs, Kumpulan Kajian Kontemporer.
Surakarta: MTA. 2007
Anwar Moch. KH,
Khutbah Jumat. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2004
Djunaidi Achmad. Dkk. Menuju Era Wakaf Produktif.
Jakarta: mumtas
publising. 2008
Amir Maruf. KH. Fatwa Mui
Tentang Wakaf. Jakarta: BWI. 2002
Suparta H.M. Drs MA. Fiqih Madrasah Aliyah.
Semarang: PT. Karya Toha Putra. Tanpa Tahun
[1] Burhani MS, Kamus Ilmiah Populer, Jombang: Lintas Media, Hlm. 421
[2] H. Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2008, Hlm. 278
[3] H. Sulaiman Rasjid. Ibid. hlm.279
[4] H. Sulaiman Rasjid. Ibid. Hlm. 281
[5] Drs. Amir Abyan, Fiqih II,
Jakarta: Depag. 1996. Hlm. 450
[6] Drs. Amir Abyan. Ibid. Hlm. 452
[7] Drs. Amir Abyan. Ibid. Hlm. 455
[8] K.h Moch Anwar, Khutbah Jumat, Bandung: Sinar Baru Algesindo, Hlm.
84
[9] Kh. Moch Anwar. Ibid. Hlm. 86
[10] H. Sulaiman Rasjid. Op cit Hlm. 299
[11] Kh. Moch Anwar, Ibid. hlm. 133
[12] H. Sulaiman Rasjid. Op cit Hlm. 303
[13] Drs. H.M Suparta M.A. Fiqih Madrasah Aliyah. Semarang: PT Karya
Toha Putra Semarang. Hlm. 65
[14] Achmad Djunadi. Menuju Era Wakaf Procuktif, Jakarta: Mumtas Publising. Hlm vvi
[15] Achmad Djunadi. Ibid. Hlm. vi
[16] H Fauzi Amnur. Lc. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta: Depag.
Hlm. 17
[17] Kh Amir Maruf. Fatwa MUI Tentang Wakaf, Jakarta: BWI. Hlm. 5
[18] Drs. H.M Suparta M.A. Fiqih Madrasah Aliyah. Ibid. Hm. 67
[20] Drs, Ahmad Sukina. Kumpulan Kajian Kontemporer, Surakarta: MTA.
Hlm.130
[21] Drs, Ahmad Sukina. Ibid. hlm. 131
0 komentar:
Post a Comment